I. PENDAHULUAN
Penelitian
pendidikan termasuk kawasan penelitian perilaku. Sebagaimana penelitian
perilaku lainnya, dalam penelitian pendidikan sukar sekali mendapat jawaban
yang pasti., diantara faktor penyebabnya adalah kondisi dan konteks
sosial/lingkungan sosial yang selalu dinamis. Ini berarti, dalam penelitian
pendidikan derajat kepastian jawaban tidak secermat dalam
penelitian ilmu-ilmu
alam atau ilmu-ilmu eksakta. Dalam arti kata, bahwa tidak ada metode penelitian
pendidikan yang sanggup menghasilkan derajat kepastian jawaban terhadap masalah
yang ditelitinya. Dilihat dari derajat
kepastian jawaban, penelitian dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan.
Tingkatan pertama yang paling rendah derajat kepastian jawabannya adalah
penelitian historis ilmiah, yaitu penelitian yang bertujuan mengungkap
kembali fakta dan peristiwa masa lalu. Tingkatan kedua adalah penelitian eksploratif
yang disebut juga dengan penelitian penjajakan. Aspek yang diteliti dalam
penelitian ini relatif lebih luas daripada penelitian historis. Namun karena
sifatnya penjajakan, peneliti sering memberikan batasan terhadap lingkup
penelitiannya. Bila peneliti mencoba menetapkan rancangan penelitian secara
seksama seperti pengambilan sampel yang cukup, alat pengumpul data
dipersiapkan, dan dikendalikan sesuai dengan kaidah penelitian, serta
menyangkut masalah yang aktual yang terjadi saat ini, maka penelitian tersebut
meningkat pada penelitian deskriptif.
Apabila hubungan-hubungan kausal atau korelasional mengenai hal-hal yang
telah terjadi dapat diungkapkan, maka penelitian bersifat expost facto.
Derajat kepastian jawaban penelitian expost facto sudah semakin tinggi, sekalipun belum setinggi yang
diharapkan, sebab peristiwa yang telah terjadi tidak bisa dikendalikan.
Namun
demikian, penelitian sejarah mempunyai peran yang penting dalam kehidupan
manusia. Penelitian ini penting terutama dalam menggambarkan atau memotret
keadaan atau kejadian masa lalu, yang
kemudian digunakan untuk menjadi proses pembelajaran masyarakat sekarang.
Dalam makalah
ini penulis mencoba menguraikan tentang historical research (penelitian
sejarah).
II.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Historical Research
Sejarah
adalah rekaman prestasi manusia. Ia bukan semata-mata daftar rentetan peristiwa
secara kronologis, melainkan gambaran mengenai berbagai hubungan yang
benar-benar manunggal antara manusia, peristiwa, saat dan tempat manusia
menggunakan sejarah untuk memahami masa
lampau, dan mencoba memahami masa kini atas dasar peristiwa atau perkembangan-perkembangan dari masa
lampau. Analisis sejarah bisa ditujukan kepada individu, gagasan, pergerakan,
atau institusi.[1]
Penelitian
sejarah membutuhkam penanganan yang berbeda dan lebih besar dibandingkan
penelitian lain. Penelitian sejarah ini tidak ada manipulasi atau kendali
variabel sebagaimana yang terdapat dalam penelitian eksperimen, namun lebih
khusus, unik, dan terfokus pada masa lalu.
Beberapa
aspek dari masa lalu dipelajari dengan cara mempelajari: (1) dokumen-dokumen
pada periode tersebut, (2) meneliti peninggalan suci/keramat, (3) atau dengan
cara mewawancarai orang-orang yang hidup pada masa itu. Usaha-usaha ini
selanjutnya akan membuat reka ulang/rekonstruksi tentang hal-hal yang terjadi
pada masa itu secara lengkap dan seakurat mungkin, dan biasanya untuk
menjelaskan kenapa hal itu terjadi walaupun tidak mungkin benar-benar sempurna
sepenuhnya, informasi dari masa lalu selalu tidak lengkap.
Penelitian
sejarah adalah kumpulan sitematis dan evaluasi data untuk mendeskripsikan,
menjelaskan, dan memberi pengertian tentang aksi/kegiatan atau kejadian yang
berhubungan dengan suatu waktu di masa lalu.[2]
Menurut
pendapat Gay dalam Sukardi, penelitian sejarah adalah penelitian mengenai
pengumpulan dan evaluasi data secara sistematis yang berkaitan dengan kejadian
masa lalu untuk menguji hipotesis yang berhubungan dengan penyebab, pengaruh,
atau perkembangan kejadian yang mungkin membantu dengan memberikan informasi
pada kejadian sekarang dan mengantisipasi kejadian yang akan datang.[3]
Berdasarkan
kedua definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
penelitian sejarah adalah penelitian mengenai pengumpulan dan evaluasi data
secara sistematis yang bertujuan untuk mendeskripsikan, menjelaskan, menguji
hipotesis, dan memberi pengertian tentang kegiatan atau kejadian pada masa
lalu, dan juga untuk memberikan informasi pada kejadian sekarang dan
mengantisipasi kejadian yang akan datang.
B.
Manfaat Penelitian Sejarah
Manfaat penelitian sejarah yang dilakukan
oleh peneliti akademis diantaranya:
1. Untuk membuat
orang-orang menyadari tentang apa yang terjadi di masa lalu, sehingga mereka
dapat mempelajari kegagalan dan kesuksesannya.
Contohnya: suatu
penelitian mencari tahu kenapa modifikasi tertentu terhadap kurikulum (seperti
inqury oriented) bisa sukses di
beberapa sekolah di suatu negara bagian, tapi pada negara bagian lain tidak.
2. Untuk mempelajari bagaimana sesuatu terjadi
di masa lalu dan dapat melihat apakah hal-hal tersebut dapat diaplikasikan pada
masalah-masalah saat ini
Contohnya:
akan lebih baik untuk melihat ke masa lalu jika ingin melihat apakah inovasi
dalam proposal/ide-ide belum pernah dicoba sebelumnya. Terkadang ide-ide yang
dianjurkan merupakan inovasi radikal yang tidak semuanya baru, terkadang
tinjauan literatur (literatur review)
akan menunjukkan bahwa apa yang kita pikirkan merupakan hal baru yang sudah ada
sebelumnya.
3. Untuk membantu /mendampingi sebuah prediksi
(ramalan).
Apabila
sebuah ide tertentu atau yang mendekatinya sudah pernah dicoba sebelumnya
bahkan dalam keadaan yang berbeda hasil di masa lalu dapat menawarkan
aturan-aturan tentang beberapa ide dan bagaimana menyelesaikannya di masa
sekarang.
4. Untuk menguji hipotesis mengenai hubungan dan
kecenderungan.
Banyak peneliti
yang tidak berpengalaman, mereka cenderung berfikir bahwa sejarah adalah murni
gambaran pada alam. Apabila didesain dengan baik dan hati-hati riset sejarah
dapat membimbing pada konfirmasi atau penolakan dari hipotesa terkait. Berikut
beberapa contoh hipotesis yang memasukkan dirinya dalam penelitian sejarah,
yaitu:
a. Di awal tahun
1900 hampir seluruh guru wanita berasal dari kalangan menengah ke atas, tetapi guru laki-laki tidak.
b. Perubahan
kurikulum tidak mempengaruhi perluasan rencana dan partisipasi, guru biasanya
gagal mempengaruhi.
c. Buku-buku teks
abad 19 menunjukkan peningkatan referensi terhadap kontribusi wanita pada
kebudayaan United States dari tahun 1800-1900.
d. Guru sekolah
menengah dapat menikmati prestasi yang lebih besar dibanding guru sekolah dasar
sejak tahun 1940.
5.
Untuk lebih memahami praktek pendidikan dan aturan-aturan.
Saat ini
banyak praktek pendidikan tidak berarti baru, seperti guru, karakter
pendidikan, kelas terbuka, penggunaan studi kasus, instruksi individual,tim
pengajar, dan pengajaran laboratorium. Namun ada beberapa ide yang dimunculkan kembali dari waktu ke
waktu sebagai “salvation for education”.[4]
C.
Langkah-Langkah Penelitian Sejarah
Langkah-langkah
penelitian sejarah pada umumnya mencakup beberapa langkah penting, diantaranya:
1.
Merumuskan Masalah
Di dalam
survei sejarah di bidang pendidikan Mark Beach menganalisis
masalah/problematika dan topik-topik di dalam penelitian sejarah menjadi lima
tipe, yaitu:
a. Memandang isu-isu sosial sebagai isu yang paling populer. Contohnya
pendidikan di pedesaan, upaya untuk mengadakan perombakan dalam dunia
pendidikan, dan berbagai masalah tentang tes intelegansi.
b.
Hal-hal yang berhubungan dengan sejarah individu, misalnya biografi.
Penelitian tipe ini biasanya didorong oleh keinginan sederhana untuk memperoleh
pengetahuan tentang gejala yang tidak menjadi perhatian umum.
c. Upaya untuk mengadakan interpretasi
ide atau kejadian yang tampaknya tidak berhubungan satu sama lain. Contohnya:
penerbitan berbagai buku pelajaran atau kurikulum berbagai jenis dan tingkat
sekolah yang dimaksudkan, misalnya untuk menyelidiki perkembangan kurikulum
dari masa ke masa.
d. Yang berhubungan dengan minat peneliti
untuk mensintesiskan data lama menjadi fakta-fakta sejarah yang baru.
e. Mengadakan interpretasi ulang bagi
kejadian-kejadian masa lampau yang telah diinterpretasikan oleh sejarawan yang
oleh pelakunya dimaksudkan untuk merevisi sejarah-sejarah yang ada ke dalam
kerangka interpretasi baru.[5]
2. Pengumpulan Sumber Data
Sumber-sumber
yang berhubungan dengan sejarah dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori
pokok, yaitu:
a. Sumber primer,
yaitu cerita atau penuturan atau catatan para saksi mata. Data tersebut
dilaporkan oleh pengamat atau partisipan yang benar-benar menyaksikan suatu
peristiwa. Sumber data ini sengaja dibuat untuk keperluan informasi di masa
yang akan datang. Dokumen yang termasuk dalam dalam klasifikasi sumber primer
ini adalah undang-undang dasar, piagam, undang-undang, keputusan pengadilan,
notulen atau laporan-laporan resmi, otobiografi, surat pribadi, catatan harian,
silsilah, naskah, kontrak atau perjanjian, akta, surat wasiat, surat ijin
tinggal, surat pernyataan atau sumpah, deklarasi, proklamasi, sertifikat, surat
edaran, rekening, laporan koran atau majalah, peta, buku, katalog, film,
gambar, lukisan, prasasti, transkripsi, atau laporan-laporan penelitian.[6]
b.
Sumber sekunder, yaitu cerita atau penuturan atau catatan mengenai suatu
peristiwa yang tidak disaksikan sendiri oleh pelapor. Pelapor mungkin pernah
berbicara dengan saksi mata yang sebenarnya, tepapi kesaksian pelapor itu tetap
bukan kesaksian saksi mata tersebut. Untuk keperluan penelitian, sumber data
sekunder agak lemah karena adanya kesalahan yang mungkin timbul sewaktu
informasi disampaikan dari tangan ke tangan. Sebagian besar buku teks sejarah
dan ensiklopedi adalah contoh sumber sekunder, karena ditulis beberapa lama
setelah terjadinya peristiwa yang sebenarnya.[7]
Berdasarkan keterangan di atas, maka
sumber sejarah dapat dikelompokkan menjadi empat tipe sumber, yaitu:
a. Dokumen, seperti buku harian, rekaman
resmi, memorandum, buku tahunan, surat
kabar,majalah, dan arsip. Ada beberapa dokumen yang dirancang untuk merekam
sejarah, seperti memorandum, buku tahunan dan notulen. Ada juga tulisan-tulisan
yang dibuat hanya untuk memenuhi keperluan saat itu, misalnya nota, persiapan
mengajar guru, dan soal ujian.
b. Arsip kuantitatif, seperti arsip
sensus penduduk, anggaran sekolah, daftar hadir siswa, daftar nilai, dan
kumpulan arsip yang berupa angka-angka.
c.
Statemen lisan, seperti dongeng, cerita legenda, syair, dan nyanyian.
d. Barang peninggalan, seperti gedung, bangunan sekolah, relief, batu atau
papan yang ditanda tangani pada waktu pendirian suatu monumen.[8]
3. Merekam Informasi dari Sumber Sejarah
Sebelum
menentukan pencacatan informasi peneliti perlu melakukan dua hal, yaitu:
a.
Meyakinkan apakah bahan yang akan dikaji dapat ditelusuri lebih lanjut. Mungkin
saja bahan-bahan yang akan dikaji banyak tetapi tidak pasti bahwa ada orang
yang akan dijadikan sumber bertanya jika peneliti memerlukan informasi lebih
lanjut.
b.
Meyakinkan apakah kajian dari sumber dapat dituliskan dalam laporan
penelitiannya, karena belum tentu semua informasi bersifat terbuka untuk umum.
Laporan penelitian merupakan kepustakaan yang dapat dibaca oleh umum sebagai
sumber pengetahuan baru. Kadang-kadang ada materi yang sifatnya rahasia
disebabkan karena menyangkut pribadi atau kepentingan komersial.
Instrumen-instrumen berstandar boleh saja dikaji untuk kepentingan pengembangan
ilmu, akan tetapi karena bahan-bahan tersebut diperjualbelikan maka hanya hasil
penelitian yang dapat diinformasikan kepada masyarakat, bahan yang dikaji tidak
bebas publik.[9]
4.
Mengkritik Sumber Data yang Ada
Data
terpercaya yang dapat digunakan dalam
penelitian sejarah disebut bukti sejarah. Bukti sejarah adalah kumpulan fakta
atau informasi yang sudah divalidasi, yang dapat dipandang terpercaya sebagai
dasar yang baik untuk menguji dan menginterpretasi suatu hipotesis. Ada dua
bentuk kritik sejarah, yaitu:
a. Kritik
Eksternal, yaitu peneliti melakukan pengujian atas asli dan tidaknya sumber
(otensitas). Berarti peneliti menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang
ditemukan, bila sumber itu merupakan dokumen tertulis maka harus diteliti
kertasnya, tinta, gaya tulisan, bahasa, kalimat, kata-kata, huruf, dan segi
penampilan luarnya yang lain. Otensitas semua itu dapat diuji berdasarkan lima
pertanyaan pokok, yaitu:
-
Kapan sumber itu dibuat?. Peneliti harus menemukan
tanggal pembuatan dokumen. Apabila tidak ditemui tanggal yang pasti, penerkaan
mengenai tanggal kira-kira dapat dilakukan dengan cara penetapan tanggal paling
awal yang mungkin dan tanggal paling akhir yang mungkin. Setelah tanggal dari
dokumen itu dapat diterka, lalu dihubungkan dengan materi sumber untuk
mengetahui apakah tidak menyalahi zaman (anakronistik).
-
Di mana sumber dibuat?. Berarti peneliti harus
mengetahui asal usul dan lokasi pembuatan sumber yang dapat menciptakan
keasliannya.
-
Siapa yang membuat?. Pertanyaan ini mengharuskan
adanya penyelidikan atas diri pengarang, seperti sikap, watak, dan pendidikan
pengarang.
-
Dari bahan apa sumber dibuat?.Untuk pertanyaan ini
analisis terhadap bahan atau materi yang berlaku pada zaman tertentu bisa
menunjukkan otensitas.
-
Apakah sumber itu
dalam bentuk asli?. Dalam hal ini pengujian mengenai integritas sumber
sumber merupakan langkah yang sangat menentukan. Kecacatan sumber dimungkinkan
terjadi pada bagian-bagian dokumen atau keseluruhannya, yang disebabkan oleh
usaha sengaja untuk memalsukan atau kesalahan disengaja.[10]
b. Kritik Internal,
yaitu suatu usaha analisis untuk menjawab pertanyaan yang menyangkut akurasi,
nilai dokumen, dan otensitas peninggalan yang telah diperoleh dari lapangan.[11]
Kesaksian
dalam sejarah merupakan faktor paling menentukan betul tidaknya bukti atau
fakta sejarah. Menurut Gilbert J. Garraghan, kekeliruan saksi pada umumnya
ditimbulkan oleh dua sebab utama, yaitu:
-
Kekeliruan dalam sumber informasi yang terjadi dalam
usaha menjelaskan, menginterpretasikan, atau menarik kesimpulan dari suatu
sumber.
-
Kekeliruan dalam sumber formal, penyebabnya adalah
kekeliruan yang disengaja terhadap kesaksian, dan para saksi terbukti tidak
mampu menyampaikan secara cermat dan jujur.
Selain
dari itu kekeliruan juga dapat terjadi karena perspeksi perasaan, karena ilusi
dan halusinasi, sintesis dari kenyataan yang dirasakan dalam reproduksi dan
komunikasi, dan kekeliruan ini lebih sering terjadi dalam catatan sejarah.[12]
Menurut Woody (1947) dalam Alimuddin, ada
sembilan prinsip dasar yang dapat dipakai dalam melakukan kritik internal,
yaitu:
a. Jangan menafsirkan dokumen dengan mempergunakan
pengertian yang muncul kemudian.
b. Jangan menilai
bahwa seorang penulis tidak mengetahui kejadian tertentu, karena sesungguhnya
ia tidak menyebutkan kejadian tersebut dan jangan menilai bahwa kejadian itu
tidak ada karena penulis tidak menyebutkan kejadian itu.
c. Meremehkan atau
menganggap terlalu hebat sumbernya berarti sama saja kesalahannya, dan begitu
juga menempatkan sumber tersebut pada
tanggal yang terlalu lama atau terlalu awal.
d. Sebuah sumber
yang benar dapat membuktikan keberadaan suatu ide, tetapi saksi-saksi langsung
yang mampu dan bebas diperlukan untuk membuktikan kenyataan dari kejadian atau
fakta objektif.
e. Kesalahan yang
persis sama membuktikan adanya ketergantungan antara sumber satu dengan sumber
yang lainnya, atau sumber yang berasal dari sumber yang sama.
f. Jika saksi-saksi
saling bertentangan satu sama lain mengenai hal tertentu, mungkin salah satu
dari mereka ada yang benar tetapi mungkin keduanya salah.
g. Saksi-saksi
langsung yang mampu dan bebas melaporkan fakta pokok yang sama mungkin dapat
diterima, sebab banyak hal yang merupakan kesepakatan antara mereka.
h. Kesaksian resmi
baik lisan maupun tertulis harus dibandingkan dengan kesaksian yang tidak resmi
kalau memungkinkan, sebab salah satu tidak cukup.
i. Sebuah dokumen
dapat menyediakan bukti yang berharga dan dapat diandalkan pada pandangan
tertentu tetapi mungkin tidak berharga pada pandangan-pandangan lain.[13]
5. Menginterpretasikan
Hasil Evaluasi Sumber Sejarah
Laporan
penelitian sejarah hendaknya ditulis dengan gaya penulisan yang obyektif, akan
tetapi para sejarawan memiliki sedikit kebebasan dalam membuat laporan. Menurut
Homer Carey Hocket bahwa sejarawan tidak akan dikutuk jika gaya penulisannya
tandus, biasa-biasa saja, dan tidak menarik. Untuk menghindari monotonnya
pernyataan mengenai fakta-fakta nyata, sejarawan boleh saja sekarang atau nanti
memperturutkan hatinya untuk memberi
warna pada pernyataan-pernyataannya, asalkan tujuannya bukan untuk
menyembunyikan kebenaran.[14]
Ada beberapa
kesalahan yang sering terdapat dalam penelitian sejarah, antara lain:
a. Masalah yang
dirumuskan terlalu luas.
b. Kecenderungan
peneliti untuk menggunakan sumber data sekunder yang lebih mudah didapat
ketimbang sumber primer yang sulit didapat tetapi biasanya lebih terpercaya.
c. Kritik data
sejarah yang tidak memadai, akibat gagalnya menetapkan otensitas sumber data
keterpercayaan data. Misalnya sering ada kecenderungan untuk menerima
pernyataan sebagai “benar” bila beberapa orang pengamat telah menyetujui.
Padahal ada kemungkinan pengamat yang satu dipengaruhi oleh pengamat lain, atau
semua pengamat dipengaruhi oleh sumber informasi yang sama-sama tidak akurat.
d. Analisis yang
tidak logis, akibat dari:
-
Over simplifikasi, yaitu tidak mau menyadari fakta
bahwa sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa lebih sering mejemuk dan kompleks
ketimbang tunggal dan sederhana.
-
Over generalisasi, yaitu dasar bukti yang tidak cukup,
dan kesalaha cara berpikir melalui analogi, mendasarkan kesimpulan pada
situasi-situasi yang kelihatannya sama di permukaannya.
-
Gagal menafsirkan kata-kata atau ungkapan-ungkapan
menurut makna yang sebenarnya.
-
Gagal membuat perbedaan antara fakta yang bermakna
dalam suatu situasi, dengan fakta yang tidak relavan dan tidak penting.
e. Pengungkapan
kecenderungan atau pendapat pribadi, seperti tercermin pada pernyataan yang
diambil di luar konteks untuk maksud persuasi, terlalu memandang enteng atau tidak kritis atau terlalu kritis
terhadap seseorang atau suatu gagasan, terlalu membanggakan masa lampau atau
terlalu bangga terhadap
f. sesuatu yang
baru/mutakhir, berasumsi bahwa semua perubahan menunjukkan kemajuan.
g. Gaya penulisan
laporan yang tidak baik, tumpul dan polos, terlalu muluk-muluk atau sembrono,
terlalu persuasif, dan pemakaian bahasa yang salah.[15]
Menurut Dudung Abdurahman ada empat
langkah/ kegiatan pokok dalam historical research, yaitu:
1. Heuristik
Heuristik
merupakan suatu keterampilan dalam menemukan, menangani dan memperinci
bibliografi, atau mengklasifikasi dan merawat catatan-catatan. Apabila sumber-sumber sejarah terdapat di
musium-musium atau perpustakaan, maka alat yang dapat dipakai heuristik adalah
katalog-katalog, dan bila sumber-sumber sejarah terdapat pada koleksi swasta atau
perorangan, maka harus diketahui tempat-tempat atau di mana koleksi di mana
dokumen-dokumen itu tersedia.
2. Verifikasi atau Kritik Sumber
Pada verifikasi yang diuji adalah keabsahan tentang keaslian
sumber (otensitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, dan keabsahan tentang
kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri malalui kritik intern.
Dalam
otensitas (keaslian sumber) bila sumber itu merupakan dokumen tertulis, maka
harus diteliti kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahsanya, kalimatnya,
ungkapannya, kata-katanya, hurufnya, dan segi penampilan luar yang lain.
Otensitas semua itu minimal diuji berdasarkan lima pertanyaan pokok,
yaitu:kapan sumber itu dibuat, di mana sumber itu dibuat, siapa yang membuat,
dari bahan apa sumber itu dibuat, dan apakah sumber itu dalam bentuk asli.
Pada
kredibilitas, pertanyaan pokok untuk menetapkan kredibilitas adalah “Nilai
bukti apakah yang ada di dalam sumber?”. Kesaksian dalam sejarah merupakan faktor paling
menentukan sahih dan tidaknya bukti atau fakta sejarah itu sendiri.
3. Interpretasi
Di dalam proses interpretasi sejarah,
seorang peneliti harus berusaha mencapai pengertian faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinyaperistiwa. Data sejarah kadang mengandung beberapa sebab
yang membantu mencapai hasil dalam berbagai bentuknya.Walaupun suatu sebab
kadangkala dapat mengantarkan kapada hasil tertentu, tetapi mungkin juga sebab
yang sama dapat mengantarkan kepada hasil yang berlawanan dalam lingkungan
lain. Oleh karena itu interpretasi dapat dilakukan dengan cara memperbandingkan
data guna menyingkap peristiwa-peristiwa mana yang terjadi dalam waktu yang
sama.
Ada dua
macam interpretasi sejarah yang muncul dalam aliran-aliran filsafat, yaitu:
a. Interpretasi
Monistik, yaitu interpretasi yang bersifat tunggal atau suatu penafsiran yang
hanya mencatat peristiwa besardan perbuatan yang terkemuka. Interpretasi ini
meliputi interpretasi teologis, geografis, ekonomis dan interpretasi rasial.
b. Interpretasi
pluralistik, yaitu yang mengemukakan bahwa sejarah mengikuti
perkembangan-perkembangan sosial,
budaya, politik, dan ekonomi yang menunjukkan pola peradaban yang bersifat
multikompleks.
4. Historiografi atau Teknik Penulisan
Histiografi adalah cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan
hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.Di antara syarat yang harus
diperhatikan peneliti di dalam pemaparan sejarah adalah:
a. Ppeneliti harus
memiliki kemampuan mengungkapkan bahasa secara baik.
b. Terpenuhinya
kesatuan sejarah, yaitu suatu penulisan itu ditempatkannya sesuai dengan
perjalanan sejarah.
c. Menjelaskan apa
yang ditemukan oleh peneliti dengan menyajikan bukti-buktinya dan membuat
garis-garis umumyang akan diikuti secara jelas oleh pemikiran pembaca.
d. Keseluruhan
pemaparan sejarah haruslah argumentatif, yaitu usaha peneliti dalam mengarahkan
ide-idenya dalam merekonstruksi masa lampau itu didasarkan atas bukti-bukti
terseleksi, bukti yang cukup lengkap, dan detail fakta yang akurat.[16]
III.
PENUTUP
Dari
uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Penelitian
sejarah adalah penelitian mengenai pengumpulan dan evaluasi data secara
sistematis yang bertujuan untuk
mendeskripsikan, menjelaskan,menguji hipotesis, dan memberi pengertian tentang
kegiatan atau kejadian pada masa lalu, dan juga untuk memberikan informasi pada
kejadian sekarang dan mengantisipasi kejadian yang akan datang.
2. Manfaat
penelitian sejarah diantaranya:
a. Untuk membuat
orang-orang menyadari tentang apa yang terjadi pada masa lalu, sehingga mereka
dapat mempelajari kegagalan dan kesuksesannya.
b. Untuk
mempelajari bagaimana sesuatu terjadi di masa lalu.
c. Untuk
mendampingi sebuah prediksi.
d. Untuk menguji
hipotesis mengenai hubungan dan kecenderungan.
e. Untuk lebih
memahami praktek pendidikan dan aturan-aturan.
3. Langkah-langkah
dalam penelitian sejarah adalah:
a. Merumuskan
masalah.
b. Pengumpulan
sumber data.
c. Merekam
informasi dari sumber sejarah.
d. Mengkritik
sumber data yang ada
e. Menginterpretasikan
hasil evaluasi sumber sejarah
Menurut Dudung Abdurahman ada empat langkah atau kegiatan
pokok dalam historical research, yaitu:
a. Heuristik
b. Verifikasi atau
kritik sumber
c. Interpretasi
d. Histiografi atau
teknik penulisan
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Dudung, Metode
Penelitian Sejarah, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999
Arikunto, Suharsimi, Manajemen
Penelitian, Jakarta: Rineka cipta, 2005
Faisal, Sanapiah, Metodologi,
Surabaya: Usaha Nasional
Fraenkel, Jack R. and Norman E.
Wallen, How to Deseign and Evaluate Research, Singapore: Mc. Graw Hill Inc, 1993
Sukardi,
Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2007
Tuwu,
Alimuddin, Metode Penelitian, Jakarta: Universitas Indonesia, 1993
[1]Naskah Asli Dapat Dipesan Via email di buku tamu