MASALAH PENELITIAN KUALITATIF
1.
Pendahuluan
Penelitian berangkat dari
masalah karena penelitian bertujuan untuk
memecahkan masalah. Penelitian yang
sistematis diawali dengan suatu persoalan. Langkah pertama dalam suatu metode
ilmiah adalah pengakuan adanya kesulitan, hambatan atau masalah yang
membingungkan peneliti. Ibarat sebuah tanya jawab, masalah
merupakan pertanyaan yang jawabannya akan dicari dalam proses penelitian.
Meneliti adalah usaha mendapatkan jawaban dari masalah yang dihadapi.
Manusia memiliki rasa ingin
tahu, sehingga selalu mencari tahu apa yang tidak diketahuinya. Masalah
mencerminkan ketidaktahuan. Penelitian merupakan usaha manusia mengusahakan
ketidaktahuan dapat berubah menjadi pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh
melalui kegiatan penelitian akan mempersempit wilayah ketidaktahuan karena
sudah menjadi pengetahuan manusia.
Kedudukan masalah dalam
penelitian sangat penting. Pemecahan masalah setengahnya ditentukan oleh
kebenaran dalam perumusan masalahnya. Perumusan
masalah merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap
penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan
penelitian. Tanpa perumusan masalah, suatu kegiatan penelitian akan menjadi
sia-sia dan bahkan tidak akan membuahkan hasil apa-apa.
Penelitian itu dimaksudkan
untuk menjawab keingintahuan akan sesuatu yang belum diketahui, benar tidaknya suatu
kesimpulan teoritik atau hipotesa, baik tidaknya suatu keadaan, apa yang
menyebabkan suatu gejala terjadi, bagaimana kecenderungan gejala tertentu akan
terjadi di suatu masa yang akan datang, bagaimana mengatasi sesuatu keadaan
yang dianggap “tidak baik”, dan lain-lain sebagainya.
Dalam
makalah ini, penulis akan membahas tentang masalah penelitian kualitatif yang
meliputi: masalah penelitian, perumusan masalah, mencari dan menentukan
masalah, jenis-jenis permasalahan, dan perumusan masalah dalam penelitian
kualitatif yang berkisar tentang merumuskan masalah penelitian melalui fokus
penelitian, prinsip-prinsip perumusan masalah penelitian kualitatif, dan
langkah-langkah perumusan masalah penelitian kualitatif.
2. Pembahasan
2.1.
Masalah Penelitian
Masalah penelitian merupakan
suatu pondasi dalam melakukan suatu penelitian. Singkatnya, masalah penelitian
adalah adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, teori dengan
praktek, yang seharusnya dengan yang terjadi. Menurut Arikunto, masalah itu
merupakan bagian dari “kebutuhan” seseorang untuk dipecahkan. Penyebab orang
ingin mengadakan penelitian adalah karena ia ingin mendapatkan jawaban dari
masalah yang dihadapi[1].
Sementara itu, Sedarmayanti
dan Hidayat mengatakan bahwa masalah adalah peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan apa yang disebut dengan permasalahan
penelitian adalah suatu pembatasan fokus perhatian pada ruang lingkupnya sampai
menimbulkan pertanyaan dalam diri orang-orang yang mencari permasalahan.
Pendapat lain mengatakan
bahwa masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara 2 faktor
atau lebih yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda tanya dan dengan sendirinya
memerlukan upaya untuk mencari sesuatu jawaban[2].
Ketiga pendapat mengenai
definisi masalah di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa masalah adalah
rangkaian peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang menimbulkan
pertanyaan pada manusia, serta secara otomatis membutuhkan upaya untuk mencari
suatu jawaban atas masalah yang dihadapi tersebut.
Masalah adalah titik tolak
terpenting dalam melakukan sebuah penelitian. Karena tanpa adanya masalah, maka
penelitian tidak akan terjadi atau pun berjalan dengan lancar. Oleh karena itu,
langkah pertama yang mesti dilakukan dalam rangka mengadakan sebuah penelitian
adalah mencari atau memilih sebuah masalah untuk diteliti.
2.2.
Perumusan Masalah
Perumusan
masalah adalah pernyataan rinci dan lengkap mengenai ruang lingkup permasalahan
yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah[3]. Karena
masalah itu, sewaktu akan mulai memikirkan suatu penelitian, sudah harus
dipikirkan dan dirumuskan secara jelas, sederhana, dan tuntas. Hal itu disebabkan
oleh seluruh unsur penelitian lainnya berpangkal pada perumusan masalah
tersebut.
Perumusan masalah adalah memformulasikan
masalah penelitian ke dalam rumusan kalimat tanya. Perumusan dalam bentuk
kalimat tanya dimaksudkan agar penelitian berada dalam keadaan siap untuk
melakukan kegiatan guna memberikan pemecahan masalah. Perumusan masalah
merupakan kegiatan yang penting. Dari pertanyaan yang salah tidak dapat
diharapkan jawaban yang benar. Pertanyaan yang berbeda mengarahkan pada
kegiatan dan jawaban yang berbeda. Kebenaran jawaban setengahnya ditentukan
oleh ketepatan formulasi pertanyaan masalah.
2.3.
Mencari dan Menentukan Masalah
Setiap penelitian yang akan
dilakukan harus selalu berangkat dari masalah, walaupun diakui bahwa mencari
dan menentukan masalah
penelitian sering merupakan hal yang paling sulit dalam proses penelitian. Mencari dan menentukan masalah penelitian
bukanlah suatu hal yang mudah. Oleh karena itu untuk menentukan masalah
penelitian, perlu mengetahui dulu apa masalahnya. Sebagian besar pemecahan
masalah tergantung pada pengetahuan peneliti tentang masalah tersebut. Sebagian
lain ditentukan oleh pengetahuan peneliti tentang sifat dan hakekat masalah
tersebut. Dengan kata lain, masalah adalah sebuah kalimat tanya atau kalimat pertanyaan.
Bila dalam penelitian telah
dapat menemukan masalah yang betul-betul masalah, maka sebenarnya pekerjaan
penelitian itu 50% telah selesai. Oleh karena itu menemukan masalah dalam
penelitian merupakan pekerjaan yang tidak mudah, tetapi setelah masalah dapat
ditemukan, maka pekerjaan penelitian akan segera dapat dilakukan[4].
Sedarmayanti dan Hidayat mengatakan bahwa
sumber-sumber masalah penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Diri sendiri, yaitu mengukur masalah dengan minat,
dapat dilaksanakan atau tidak, punya waktu, tenaga, dan dana.
2.
Orang lain, yaitu mengukur masalah dengan mudahnya
data diperoleh, dan perizinan (izin dari pihak yang punya masalah maupun pihak
berwenang akibat pengaturan administrasi).
Sedangkan Faisal Sanafiah menyebutkan beberapa
sumber-sumber masalah secara umum, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Pengalaman di lingkungan pekerjaan atau profesi
masing-masing peneliti.
2.
Deduksi dari suatu teori.
3.
Laporan Penelitian, dan
Namun
terlepas dari itu semua, alangkah baiknya jika masalah itu datang dari diri
sendiri sesuai dengan minat sang peneliti. Sehingga ketika menjalankan kegiatan
penelitian, peneliti benar-benar menghayati masalah yang sedang ia teliti
tersebut. Lebih jauh lagi, penelitian akan berjalan sebaik-baiknya jika
peneliti menghayati masalah. Karena peneliti tentu akan lebih senang menggarap
masalah yang dihayati daripada yang tidak[7].
Secara
singkat, Arikunto mengemukakan faktor-faktor pendukung yang harus dipenuhi bagi
terpilihnya masalah atau judul penelitian, yaitu:
1. Penelitian harus sesuai dengan minat
peneliti.
2.
Penelitian dapat dilaksanakan. Ada 4 hal sebagai
pertimbangan penelitian dapat dilaksanakan atau tidak ditinjau dari diri
peneliti yaitu:
1. Peneliti menguasai dan punya
kemampuan untuk memecahkan masalah yang akan ditelitinya, baik dalam hal teori
maupun metodenya.
2.
Peneliti mempunyai waktu yang cukup sehingga tidak
melakukannya asal selesai.
3. Peneliti mempunyai tenaga untuk
melaksanakan, dalam arti cukup kuat fisiknya untuk merencana, menyusun alat
pengumpul data, mengumpulkan data, dan menyusun laporannya.
4.
Peneliti memiliki dana yang cukup untuk penelitiannya.
3. Tersedia faktor pendukung, faktor
ini berasal dari luar diri peneliti:
1. Tersedianya data-data sehingga
pertanyaan penelitian dapat dijawab. Misalnya, peneliti ingin mengetahui
bagaimanakah rasanya hidup di dalam tanah, sedangkan untuk mencobanya
seolah-olah tidak mungkin.
2. Ada izin dari yang berwenang, karena
banyak hal yang menarik untuk diteliti namun peneliti dibatasi oleh
peraturan-peraturan. Misalnya menyangkut masalah politik, keamanan, ketertiban
umum, dan lain sebagainya.
4. Hasil penelitian bermanfaat. Poin
keempat ini adalah poin terpenting dalam penelitian. Karena salah satu tujuan
dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menyumbangkan hasilnya bagi
kemajuan ilmu pengetahuan, meningkatkan efektivitas kerja atau pun mengembangkan
sesuatu[8].
2.4. Jenis-jenis Permasalahan
Secara
garis besar, peneliti mempermasalahkan fenomena atau gejala atas 3 jenis, yaitu:
1. Problema untuk mengetahui status dan
mendeskripsikan fenomena. Sehubungan dengan jenis permasalahan ini terjadilah penelitian
deskriptif (termasuk di dalamnya survei), penelitian historis, dan filosofis.
2.
Problema untuk membandingkan dua fenomena atau lebih
(problema komparasi). Dalam penelitian ini peneliti berusaha mencari persamaan
dan perbedaan fenomena, selanjutnya mencari arti atau manfaat dari adanya
persamaan dan perbedaan yang ada.
3.
Problema untuk mencari hubungan antara dua fenomena
(problema korelasi). Ada 2 macam problema korelasi, yaitu:
1.
Korelasi sejajar, misalnya korelasi antara kemampuan
berbahasa inggris dan kesetiaan ingatan.
2. Korelasi sebab-akibat, misalnya
korelasi antara teriknya sinar matahari dan larisnya es mambo[9].
2.5.
Perumusan Masalah dalam Penelitian Kualitatif
2.5.1.
Merumuskan masalah penelitian melalui fokus
Perlu
diketahui bahwa dalam penelitian kualitatif masalah itu bertumpu pada suatu
fokus. Fokus dalam penelitian kualitatif
itu berarti pembatasan masalah itu sendiri yaitu suatu usaha pembatasan dalam
sebuah penelitian yang bertujuan agar mengetahui secara jelas tentang
batasan-batasan mana saja atau untuk mengetahui ruang lingkup yang akan
diteliti supaya sasaran penelitian tidak terlalu luas.
Sebenarnya
ada dua maksud yang ingin dicapai dengan merumuskan masalah penelitian melalui
fokus. Pertama, penetapan fokus itu dapat membantu dalam membatasi
penyelidikan atau penelitian, artinya jika fokus itu sudah ditentukan, maka
secara pasti sudah didapatkan batasan-batasan tentang yang akan diteliti, dan
yang lainnya sudah tidak perlu lagi diteliti. Kedua, penetapan fokus
dapat membantu dalam mengidentifikasi data mana yang dibutuhkan dan yang tidak
dibutuhkan atau sudah memenuhi bidang inklusi-ekslusi atau kriteria
masuk-keluar informasi yang baru didapatkan, maksudnya peneliti sudah
mengetahui data mana yang relevan bagi penelitiannya dengan adanya penetapan
fokus tersebut.
Untuk
menetapkan fokus penelitian, terdapat empat alternatif yang dikemukakan oleh
Spradley dalam Sugiyono:
1. Menetapkan
fokus pada permasalahan yang disarankan oleh informan.
2. Menetapkan
fokus berdasarkan domain-domain tertentu.
3. Menetapkan
fokus yang memiliki nilai temuan untuk pengembangan iptek.
4. Menetapkan
fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teori yang ada[10].
Pada
akhirnya penetapan fokus masalah dalam penelitian kualitatif itu akan
ditetapkan ketika sudah berada di lapangan penelitian. Maksudnya kepastiannya
akan ditentukan di lapangan penelitian, walaupun rumusan masalah telah
dilakukan dengan baik namun mungkin saja terjadi bahwa peneliti tidak bisa
meneliti tentang fokus itu ketika sudah di lapangan penelitian. Contoh;
peneliti pada awalnya ingin meneliti tentang pengaruh filsafat Rene Descartes
di universitas A, karena universitas A tersebut terdapat jurusan filsafat barat
dan peneliti sudah melakukan studi kepustakaan bahwa Descartes itu mempunyai
pengaruh besar terhadap dunia. Namun setelah peneliti terjun ke universitas A,
ternyata mahasiswa-mahasiswa di universitas A itu justru terpengaruh oleh
filsafatnya David Hume. Maka dengan ini, peneliti harus mengganti fokus masalahnya.
Dalam
penelitian kualitatif, perumusan masalah melalui fokus itu bersifat tentatif
dan ini sudah jelas jika melihat dari contoh diatas. Terdapat tiga kemungkinan
dalam penelitian kualitatif tentang masalah yang akan diteliti seperti
dikemukakan Sugiyono:
1. Masalah
tetap.
Masalah yang diteliti itu tetap dan
tidak berubah karena apa yang mau diteliti itu ada atau sesuai dengan yang di
latar penelitian. Dengan demikian masalahnya akan tetap dan tidak berubah.
Contoh: dari awal memang akan meneliti
tentang pengaruh metode dialektika dalam metode belajar-mengajar di universitas
A. Setelah diselidiki atau setelah peneliti mengetahui keadaan di lapangan
bahwa memang universitas A itu menggunakan metode dialektika dalam metode
belajar-mengajar, maka peneliti tidak perlu lagi mengganti fokus masalahnya.
2. Masalah
berkembang.
Masalah bisa berkembang jika ketika telah
sampai di latar penelitian ternyata ada hal-hal atau data baru yang sebelumnya
tidak diduga atau justru diduga ada
ternyata tidak ada. Contoh: Peneliti sudah menentukan tentang apa yang mau diteliti
yaitu metode dialektika dalam metode belajar-mengajar di universitas A. Ternyata
ketika sudah mengetahui situasi lapangan, universitas A tidak hanya menggunakan
metode dialektika tetapi juga menggunakan metode yang lainya. Berarti masalah
bisa berkembang misalnya menjadi metode dalam belajar-mengajar di universitas
A.
3. Masalah
berubah total.
Masalah bisa berubah total jika peneliti
sudah mengetahui kenyataan dilapangan tidak sesuai dengan fokus masalahnya.
Contoh: ketika mau meneliti tentang metode dialektika dalam metode
belajar-mengajar di universitas A. Ternyata setelah mengetahui kenyataan di lapangan
bahwa universitas A sama sekali tidak menggunakan metode dialektika dalam metode
belajar-mengajar, maka fokus masalah tentu akan berubah secara total[11].
2.5.2.
Prinsip-prinsip perumusan masalah Kualitatif
Dalam
merumuskan masalah itu terdapat prinsip-prinsip yang dijadikan pegangan atau
patokan bagi para peneliti. Prinsip-prinsip ini ditarik dari hasil pengkajian
perumusan masalah dan bertujuan agar bisa dijadikan pegangan dan patokan bagi
para peneliti. Molleong mengemukakan sembilan prinsip dalam perumusan masalah
sebagai berikut:[12]
1. Prinsip
yang berkaitan dengan Teori dari dasar
Peneliti hendaknya menyadari bahwa
perumusan masalah dalam penelitiannya itu didasarkan pada upaya menemukan teori
dari dasar sebagai acuan utama. Dengan demikian, masalah yang sebenarnya itu
berada ditengah-tengah kenyataan. Perumusan masalah ini adalah sekedar arahan,
pembimbing, atau acuan pada usaha menemukan masalah yang sebenarnya. Masalah
yang sebenarnya akan dapat dirumuskan jika peneliti sudah berada dan bahkan
mulai mengumpulkan data. Perumusan masalah itu merupakan aplikasi dari asumsi
bahwa suatu penelitian itu tidak mungkin dimulai dari sesuatu yang kosong.
2. Prinsip
yang berkaitan dengan maksud perumusan masalah
Penelitian kualitatif adalah upaya
penemuan dan penyusunan teori baru lebih dari sekedar menguji, mengkonfirmasi,
atau verifikasi suatu teori yang berlaku. Dengan demikian perumusan masalah di sini
dimaksudkan untuk menunjang upaya penemuan dan penyusunan teori substantif
yaitu teori yang bersumber dari data. Namun, tetap saja prinsip ini tidak
membatasi jika ingin menguji suatu teori yang berlaku karena ada pandangan
bahwa penemuan teori yang baru lebih dari sekedar menguji teori yang sedang
berlaku.
Perumusan masalah yang bersifat
tentatif ini yang kemudian diubah, dimodifikasi, dan disempurnakan pada latar
penelitian akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dalam dunia ilmu.
Dengan demikian, perumusan masalah mungkin bisa terjadi dua kali, atau lebih
mengalami perubahan dan penyempurnaan. Inilah salah satu ciri khas penelitian
kualitatif yang memang luwes, longgar, dan terbuka.
3. Prinsip
hubungan faktor
Fokus sebagai sumber masalah
penelitian adalah rumusan yang terdiri dari dua atau lebih faktor yang
menghasilkan tanda tanya atau kebingungan. Faktor itu bisa berupa konsep,
peristiwa, pengalaman, atau fenomena. Maka dengan pengertian itu mengarahkan untuk memperhatikan tiga pertimbangan. Pertama,
terdapat dua faktor atau lebih, kedua, faktor-faktor itu dihubungkan
secara logis atau bermakna, ketiga, hasil penghubungan tadi berupa suatu
keadaan yang menimbulkan tanda tanya atau hal yang membingungkan yang
memerlukan upaya untuk menjawabnya yang biasa dinamakan Tujuan Penelitian.
Hal yang perlu diperhatikan di sini yaitu dalam perumusan masalah ketiga aturan
itu terpenuhi.
4. Fokus
sebagai wahana untuk membatasi studi
Peneliti biasanya memiliki pandangan
atau paradigma tertentu yang mungkin berasal dari pengalaman atau pengetahuan
sebelumnya. Penelitian kualitatif bersifat terbuka dan tidak mengharuskan
peneliti harus menganut suatu paradigma tertentu. Namun apabila peneliti telah
menetapkan masalah dan tujuan penelitiannya misalnya untuk menemukan dan
menyusun teori baru yang berasal dari data, berarti ia harus benar-benar
memegang posisi paradigma alamiahnya. Jika hal itu terjadi, maka perumusan
masalah bagi peneliti akan mengarahkan dan membimbingnya pada situasi lapangan
bagaimanakah yang akan dipilih dari berbagai latar yang sangat banyak tersedia.
5. Prinsip
yang berkaitan dengan kriteria inklusi dan eksklusi
Ketika peneliti sudah terjun
kelapangan penelitian, maka ia akan banyak mendapatkan data baik melalui
pengamatan, wawancara, analisis dokumen, dan sebagainya. Perumusan fokus yang
baik adalah dilakukan sebelum melakukan penelitian dilapangan dan yang
mungkin disempurnakan pada saat ia sudah terjun kelapangan akan membatasi
peneliti guna memilih data yang relevan dan data yang tidak relevan.
6. Prinsip
yang berkaitan dengan bentuk dan cara perumusan masalah
Ada tiga bentuk perumusan masalah. Pertama,
secara diskusi, cara penyajianya adalah dalam bentuk pernyataan secara
deskriptif namun perlu diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kedua,
secara proporsional, yaitu secara langsung menghubungkan faktor-faktor dalam
hubungan logis dan bermakna; dalam hal ini ada yang disajikan dalam bentuk
uraian atau deskriptif dan ada pula yang langsung dikemukakan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan penelitian. Ketiga, secara gabungan, yakni
terlebih dahulu disajikan dalam bentuk diskusi kemudian ditegaskan dalam bentuk
proporsional.
7. Prinsip
sehubungan dengan posisi perumusan masalah
Posisi disini yaitu kedudukan untuk
rumusan masalah diantara unsur-unsur lainya. Unsur-unsur lainnya yaitu latar
belakang masalah, tujuan, acuan teori, dan metode penelitian. Prinsip lainnya
ialah hendaknya rumusan masalah disusun terlebih dahulu baru tujuan penelitian karena
tujuan penelitian yang akan menjawab dan menyelesaikan masalah penelitian.
8. Prinsip
yang berhubungan dengan hasil penelaahan kepustakaan
Pada dasarnya perumusan masalah itu
tidak bisa dipisahkan dengan hasil penelaahan kepustakaan yang berkaitan. Penelaahan
kepustakaan mengarahkan serta membimbing untuk membentuk kategori substantif
walaupun perlu diingat bahwa kategori substantif seharusnya bersumber
dari data.
9. Prinsip
yang berkaitan dengan penggunaan bahasa
Pada waktu menulis laporan atau
artikel hasil penelitian, ketika merumuskan masalah, hendaknya peneliti
mempertimbangkan ragam pembacanya sehingga rumusan masalah yang diajukan dapat
disesuaikan dengan tingkat kemampuan para pembacanya. Jika disajikan dalam
forum ilmiah mestinya berbeda dengan yang disajikan pada surat kabar yang
dibaca oleh orang awam.
2.5.3.
Langkah-langkah perumusan masalah kualitatif
Ada
beberapa langkah-langkah dalam perumusan masalah sebagai berikut: pertama,
tentukan fokus penelitian, kedua, cari berbagai kemungkinan faktor yang
ada kaitannya dengan fokus tersebut dalam hal ini dinamakan subfokus, ketiga,
diantara faktor-faktor yang terkait adakan pengkajian tentang mana yang sangat
menarik untuk ditelaah kemudian tetapkan mana yang mau dipilih, keempat,
kaitkan secara logis faktor-faktor subfokus yang dipilih dengan fokus
penelitian.
3.
Kesimpulan
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain:
1. Penelitian berangkat dari masalah karena
penelitian bertujuan untuk memecahkan masalah. Masalah penelitian merupakan
suatu pondasi dalam melakukan suatu penelitian.
2. Perumusan
masalah adalah pernyataan rinci dan lengkap mengenai ruang lingkup permasalahan
yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah.
3. Sumber-sumber
untuk dapat menemukan dan menentukan masalah adalah diri sendiri, orang lain,
karya ilmiah, pengalaman, deduksi dari teori, laporan penelitian, dan
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan satu instansi, atau organisasi.
4. Faktor-faktor
yang mendukung keterpilihan suatu masalah adalah penelitian harus sesuai minat
peneliti, dapat dilaksanakan, tersedia faktor pendukung, dan penelitiannya
bermanfaat.
5. Perumusan
masalah penelitian kualitatif melalui fokus bertujuan membatasi masalah
penelitian, dan mengidentifikasi data mana yang dibutuhkan.
6. Prinsip-prinsip
perumusan masalah penelitian kualitatif adalah berkaitan dengan teori dari
dasar, perumusan masalah, hubungan faktor, membatasi studi, kriteria
inklusi/eksklusi, bentuk dan rumusan masalah, posisi, penelaahan pustaka, dan
penggunaan bahasa.
7. Langkah-langkah
perumusan masalah kualitatif adalah fokus penelitian, menarik, dan kaitkan
dengan fokus penelitian.
KEPUSTAKAAN
Arikunto,
Suharsimi. 1999. Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Faisal,
Sanapiah. 1999. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Hidayat dan Sedarmayanti. 2011. Metodologi
Penelitian. Bandung: CV Mandar Maju.
Lexy, J, Molleong. 2008. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sugiyono.
2013. Metode Penelitian Pendidikan: (pendekatan kualitatif,
kuantitatif dan R dan D). Bandung: Alfabeta.
[1]Suharsimi Arikunto, Prosedur
penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 22
[2]Molleong, J. Lexy, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 93
[3]Sedarmayanti dan Hidayat, Metodologi
Penelitian, (Bandung: CV Mandar Maju, 2011), h. 36
(Bandung: Alfabeta, 2013), h. 52
[5]Sedarmayanti dan Hidayat, op. Cit., h. 42
[6]Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 45
[7]Suharsimi Arikunto, op.
Cit., h. 23
[10]Sugiyono, op. Cit.,
h. 288
[11]Sugiyono, op. Cit.,
h. 283
[12]Molleong, J. Lexy, op. Cit., h. 112-119