BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konseling dan psikoterapi merupakan proses interpersonal yang memiliki
hambatan-hambatan atau rintangan-rintangan dalam mewujudkannya, dimana hambatan
tersebut dapat dikenali atau diketahui. Transference (pemindahan),
counter-transference (pemindahan balik) dan resistance (penolakan) adalah tiga
bentuk kondisi
yang mungkin dapat membantu atau dapat pula menghalangi proses
hubungan konseling. Semua itu tergantung pada bagaimana kondisi-kondisi
tersebut diungkapkan dan bagaimana cara mengatasinya.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan penulis bahas dalam perkuliahan psikologi
BKini adalah tentang Barriers to Actualizing Relationship (Hambatan-hambatan
dalam Mewujudkan Hubungan).
C. Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah dalam rangka meningkatkan
wawasan, pengetahuan, dan pemahaman penulis khususnya dan mahasiswa yang
mengambil mata kuliah psikologi belajar secara umum tentang berbagai hambatan
atau rintangan yang mungkin ditemui dalam proses konseling, agar hubungan dalam
konseling tetap terjaga.
BAB II
BARRIERS TO ACTUALIZING RELATIONSHIP
(HAMBATAN-HAMBATAN DALAM MEWUJUDKAN
HUBUNGAN)
A. Transference (Pemindahan)
1. Pengertian
Secara umum istilah ini mengacu kepada perasaan
apapun yang dinyatakan atau dirasakan klien (cinta, benci, marah,
ketergantungan) terhadap konselor, baik berupa reaksi rasional terhadap
kepribadian konselor ataupun proyeksi terhadap tingkah laku awal dan sikap-sikap
selanjutnya dari konselor.
May, Angel, dan Ellenberg mengatakan bahwa masalah
transfer oleh klien-klien neurotik khususnya adalah berupa masalah-masalah
mengenai perkembangan mereka yang terlambat dan persepsi mereka mengenai
keadaan saat itu yang dilihat melalui kaca mata pengalaman masa lalu mereka
yang penuh warna.
Para ahli psikoanalisis, menamakan kondisi tersebut
di atas dengan transference neorosis. Transference neurosis tidak dianggap
sebagai suatu masalah, tetapi merupakan keadaan yang menguntungkan.
Perasaan-perasaan yang ditransfer klien memberikan informasi yang bermanfaat
bagi konselor tentag bagaimana mereka merasakan dan memanipulasi dunianya.
Strupp (1963) meyakinkan bahwa hubungan transference bukan saja merupakan
sumber data perorangan yang kaya tetapi juga memiliki validitasnya dan harus
dipelajari secara lebih intensif.
2. Penyebab
Terjadinya Transference
a.
Rogers (1951)
menyatakan bahwa perasaan-perasaan yang dipindahkan berkembang bila klien merasa bahwa konselor memahaminya
lebih baik dari pada mereka memahami diri mereka sendiri.
b.
Karena konselor
biasanya bersifat ramah dan secara emosional bersifat hangat.
3. Jenis
Transference
a.
Transference
positif
Bila seorang klien melakukan proyeksi perasaan-perasaankasih sayang, atau
ketergantungan mereka kepada konselor. Mungkin merasakan konselor sebagai orang
yang dicintai, sebagai Ayah/Ibu yang selalu penuh perhatian dan bantuan.
b.
Transference
negatif
Bila seorang klien memproyeksikan rasa permusuhan dan penyerangan pada
konselor.
4. Sumber Perpindahan
Perasaan
Perpindahan perasaan berasal dari
pengalaman-pengalaman masa lalu klien yang mengalami kegagalan dalam
perkembangan yang diistilahkan Gestalt dengan situasi yang tak terselesaikan. Klien datang dengan membawa
berbagai alat manipulasi lingkungan, tetapi cenderung kurang memiliki dukungan
dari diri sendiri, yang merupakan suatu kualitas penting untuk bertahan.
Klien merasa takut akan penolakan dan
ketidakpercayaan, hal ini merupakan bentuk perlawanan. Sehingga ia memanipulasi
konselornya dengan memakai topeng seolah-olah dia adalah orang yang baik.
5. Fungsi
Pemeriksaan, Pengobatan dan Pemindahan Perasaan bagi Konselor
a.
Transference
membantu membangun hubungan dengan memberi kesempatan kepada klien untuk
mengekspresikan perasaan yang menyimpang.
b.
Untuk
mempromosikan atau meningkatkan rasa percaya diri klien.
c.
Membuat klien
menjadi sadar tentang pentingnya dan asal dari perasaan ini pada kehidupan
mereka di masa sekarang melalui interpretasi mengenai perasaan tersebut.
Secara umum ada beberapa saran dalam menggunakan
transference perasaan, antara lain:
a.
Teknik pokok
yang digunakan adalah penerimaan sederhana.
b.
Konselor dapat
memberikan penjelasan atas pertanyaan-pertanyaan dengan memandang bentuk-bentuk
kegelisahan yang dimanipulasi oleh klien.
c.
Perasaan
transference seperti yang terungkap dalam pernyataan klien dapat direfleksikan.
d.
Konselor dapat
menafsirkan perasaan-perasaan transference secara lngsung.
e.
Menurut May,
konselor harus memfokuskan pada perasaan-perasaan apa yang sedang terjadi pada
klien saat ini, dari pada memfokuskan pada kenapa perasaan-perasaan itu
terjadi.
f.
Pada umumnya
perhatian yang tertuju pada transference menyebabkan klien beraksi dengan pola
“penolakan”.
g.
Metode umum
mengenai transference adalah dengan memandang sebagai suatu bentuk proyeksi.
h.
Menafsirkan
perasaan-perasaan transference sebagai ungkapan dari adanya defisiensi.
i.
Mengarahkan
klien.
6. Tipe-tipe
transference Perasaan
a.
Otoritas
perasaan yang ambivalen, perasaa-perasaan campur aduk antara ketergantungan
atau menolak terhadap konselor.
b.
Sikap afeksi,
terjadi pada klien yang butuh akan cinta, klien menginginkan adanya hubungan
yang lebih mendalam dan erotis.
7. Pendekatan dalam
Menyelesaikan Permasalahan-permasalahan Transference dalam Kelompok
a.
Validasi yang
disepakati dan kesungguhan hati konselor.
b.
Mengakui secara
terbuka mengenai kekeliruan yang sedang terjadi.
B. Countertransference (Pemindahan
Balik)
1. Pengertian
Pemindahan balik mengacu kepada reaksi emosional dan
proyeki dari konselor kepada klien yang sudah menjadi makna standar dalam
konseling dan psikoterapi. Wennicot (1949) pemindahan balik adalah kilen dan
konselor berdasarkan pada obyektivitas anti sosial yang akan menjadi halangan
bagi manusia sebagai alat dari kontinuitas. Fromm Reidimen (1950) menegaskan,
pemindahan balik adalah reaksi konselor terhadap pemindahan perasaan klien,
sedangkan menurut Alexander dan Frace (1946) merupakan semua sikap konselor
terhadap klien. Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa
pemindahan balik adalah kesadaran perilaku di bawah sadar dari konselor
terhadap sikap dan perilaku klien.
Klien merupakan orang yang berharga dalam kehidupan
konselor karena keinginannya yang kuat untuk sukses dalam konseling. Kesuksesan
konseling sangat dipengaruhi oleh bagaimana sikap dan perasaan konselor
terhadap klien. Tidak ada konselor yang bebas dari perasaan ini kecuali
mempunyai kesadaran yang tinggi pada perilakunya. Respon konselor terhadap
klien juga dipengaruhi oleh perasaannya sendiri. Hal yang perlu diperhatikan
adalah pemindahan balik ini menjadikan klien sesuai dengan keinginan konselor
yang menghasilkan efek positif dan negatif. Pemindahan balik positif dapat
merusak proses konseling karena dapat membuat klien merasa sedih.
Pada efek negatif menurut Hudley dan Strupp (1976)
diantaranya :
1)
Salah menilai
atau mengacaukan
2)
Kurang paham
data klien
3)
Menggunakan
teknik yang salah dan kesulitan komunikasi
4)
Kasalahan etika
seperti proses konseling yang terlalu lama
2. Sumber
Pemindahan Balik Perasaan
Keinginan konselor merupakan sumber dari perilaku
pemindahan balik. Ada tiga kelemahan konselor, yaitu:
a.
Tidak mampu
menyelesaikan masalah pribadi (konselor meningkatkan kesadarannya).
b.
Tekanan situasi,
proses konseling dari awal, proses dan pertemuan-pertemuan selanjutnya banyak
hal yang ditemui konselor dari klien, sementara konselor beranggapan konseling
harus sukses, hal ini bisa mengakibatkan kelelahan, perasaan frustrasi dan
kehilangan motivasi, bahkan bisa mengarah kekeputusasaan konselor dalam
konseling. Dalam hal ini konselor membutuhkan pembaharuan dan dukungan rekan
kerja atau kerjasama sesama konselor (Castilo:1980).
c.
Komunikasi
perasaan. Komunikasi perasaan klien kepada konselor karena perubahan emosi yang
berlebihan dan berubah menjadi simpatik dan akhirnya mengganggu proses
konseling terutama sikap konselor pada klien. Seperti halnya permasalahan masa
lalu konselor yang masih membekas dalam hidupnya.
Adapun alasan
konselor untuk membatasi nilai proyeksi dalam menghadapi klien.
a.
Konselor
kemungkinan sukses (menetapkan penilaian benar/salah atau tepat/tidak tepat).
b.
Konselor
kemungkinan gagal (hubungan terapi bagus tapi memberikan pemantauan negatif
yang tidak diinginkan klien, karenanya konselor harus menyadari kepribadian dan
keyakinan klien).
3. Mempertahankan
Identitas Individu
Gottsegan (1979) mengungkapkan bentuk dari
pemindahan balik sebagai pertahanan identitas individu yang semestinya tidak
terjadi dalam terapi. Contohnya:
a.
Kebutuhan data
klien yag memerlukan respon berbeda.
b.
Menyalahkan
klien sewaktu hal itu tidak benar.
c.
Melakukan terapi
dengan gaya sendiri.
4. Tanda-tanda
Perasaan Pemindahan Balik
1)
Tidak
memperhatikan pernyataan klien dengan jelas
2)
Menolak
kehadiran kecemasan
3)
Menjadi simpatik
dan empatik yang berlebihan
4)
Mengabaikan
perasaan klien
5)
Tidak mampu
mengidentifikasi perasaan klien
6)
Membuka
kecenderungan beragumentasi dengan klien
7)
Kepedulian yang
berlebihan
8)
Bekerja terlalu
keras dan melelahkan
9)
Perasaan
terpaksa dan kewajiban terhadap klien
10)
Perasaan menilai
klien baik/tidak baik
5. Sumber Perasaan
Ada beberapa contoh pertanyaan sebagai arahan untuk
mengkritisi diri konselor sebagai sumber perasaan, yaitu:
a.
Mengapa saya
membuat respon ini pada pertanyaan anak itu?
b.
Apa usaha saya
untuk menyampaikan pada klien?
c.
Apa benar saya
ingin tahu?
d.
Mengapa saya
merasa terdorong untuk memberi nasehat?
e.
Mengapa itu
membuat saya kesal sewaktu janji batal?
f.
Apa saya
menggunakan klien untuk kebutuhan saya atau sebaliknya?
g.
Dan sebagainya.
6. Pengontrolan
Konselor
Konselor harus bisa menerima bahwa klien memiliki
berbagai perasaan dan mereka berubah karena pengalaman konseling. Konselor juga
menyadari bahwa mereka mempunyai keinginan untuk menyelamatkan konseling dan
kesan dari klien. Konselor harus mengontrol kecenderungan untuk memberikan
nasehat karena kebutuhan klien akan keterangan jiwa, pengontrolan konselor akan
keinginan atau kekhawatirannya melalui pengetahuannya akan lebih bagus
digunakan, sebagaimana beberapa hal berikut ini:
1)
Supervisor/kerabat
kerja
Ada masa dalam kehidupan profesional konselor akan menghadapi
kepribadian/sikap klien yang membuat mereka deefentif/di luar kemampuannya.
Sebagai jalan keluarnya adalah diskusi profesional dengan supervisor atau
kerabat kerja.
2)
Diskusi dengan
klien
Tidak ada bukti objektif menunjukkan bahwa bijaksana untuk berdiskusi
pemindahan balik dengan klien.
3)
Perkembangan
konselor
Konselor dapat menggunakan keadaannya dalam proses terapi untuk
meningkatkan perkembangannya dengan menggabungkan intelektual dan kebiasaannya
dengan klien.
4)
Kelompok
konseling/terapi
Teknik lain untuk menanggulangi pemindahan balik adalah klien membahas
masalahnya dalam terapi kelompok.
5)
Analisis model
dan video type
Sumber lain dari kesadaran pemindahan balik adalah menggunakan audio dan
video, tape rekaman. Aspek pemindahan balik akan mengurangi bahaya intervensi
proyeksi konselor dalam kerja terapi.
7. Kesimpulan
Tujuan dari bagian ini (pemindahan balik) adalah
untuk mengesankan signifikansi perilaku konselor dan menyarankan cara
menyelesaikan perasaan konselor. Hal ini sangat penting dalam wawancara.
Seorang konselor dapat menyelesaikan perasaannya terhadap klien dengan mengetahui/menyadari
bahwa konselor memiliki perasaan pemindahan balik dengan menguji dirinya
mengapa perasaan itu ada. Menggunakan perasaan pemindahan balik sebagai
informasi untuk meningkatkan kepribadiannya sendiri di luar wawancara melalui
konseling.
C. Resistensi
1. Pengertian
Freud menggambarkan resistensi sebagai perlawanan
tanpa disadari terhadap usaha mengubah hal yang tidak disadari menjadi hal yang
disadari serta mobilisasi fungsi-fungsi penindasan (represif) dan perlindungan
(protektif) ego.
Menurut Pearl dari sudut pandang Gestalt bahwa semua
resistensi menggambarkan penolakan klien untuk menjadi diri sendiri (self-sportive). Karenanya ia harus
dihadapkan keuntungan yang diperoleh dari resistensi.
2. Kegunaan dari
penolakan Tantangan
a.
Mengatasi stress
dan strategi yang tepat untuk situasi-situasi tertentu.
b.
Membantu untuk
melalui masa sulit
Richard Lazarus (1979) mengemukakan bahwa kita harus
menilai kembali pemikiran bahwa menghadapi fakta atau pengujian realitas adalah
salah satu cara utama menghindarkan resistensi, selanjutnya melakukan
usaha-usaha penanggulangan.
3. Sumber-sumber
Resistensi
Bila klien memandang konselor, topik ataupun situasi
sebagai ancaman, karena kecemasan timbul sebagai reaksi terhadap ancaman, klien
terpaksa mempertahankan diri dan melawan kecemasan tersebut melalui tingkah
laku yang bersifat resistif. Resistensi terbagi 3 yaitu:
a.
Resistensi
Internal
Kecenderungan klien yang cemas untuk mengundurkan diri dari usaha meneliti
atau mengubah tingkah laku yang biasanya cukup menyulitkan. Resistensi ini
menggambarkan kekhawatiran pertumbuhan, atau ketidakmauanuntuk mandiri.
b.
Resistensi
Eksternal
a)
Akibat teknik
yang digunakan kurang tepat.
b)
Kurangnya
persiapan yang semestinya.
c.
Resistensi
Campuran
a)
Kelelahan
b)
Penyakit
c)
Defisiensi (kelelahan
mental)
d)
Hambatan bahasa
asing
e)
Psikosis
4. Fungsi Positif
Resistensi
a.
Memberikan
indikasi (petunjuk) kemajuan wawancara secara umum dan menjadi landasan bagi
perumusan diagnosa dan prognosa.
b.
Petunjuk
mengenai struktur defensif klien yang ditimbulkannya, atau sebagai informasi
bagi konselor bahwa klien mau meneliti perasaan-perasaan saat itu.
5. Manifestasi dan
Klasifikasi Resistensi
Bugental (1952) mengemukakan lima tingkatan
intensitas gejaka resistensi, yaitu:
a.
Ketertinggalan/lamban
dalam memberikan tanggapan karena klien sulit memahami dan sering meminta
penjelasan dari konselor.
b.
Kelembaban,
tidak peduli, tidak memperhatikan petunjuk konselor dan tidak bersemangat.
c.
Resistensi
tentatif, tidak mau melanjutkan konseling dengan menunjukkan sikap mendebat,
menunjukkan rasa benci, cemas, dan rasa bersalah.
d.
Resistensi
sejati, lebih terbuka dan langsung seperti memberikan jawaban yang samar ,
tetap diam, menampilkan sikap permusuhan, mempertanyakan kemampuan konselor
atau menggunakan kata-kata yang kasar.
e.
Sampai
penolakan, seperti mengakhiri wawancara dengan permintaan langsung, mengucapkan
kata-kata yang bernada membenci konselor, atau tidak mau berbicara dengan
sopan.
Berikut menurut Sherman (1945) membuat skala lima
poin yang serupa, satuan-satuan wawancara dapat dinilai kadar resistensinya:
a.
Penolakan
(resistif); menolak pandangan konselor atau cara mengatur wawancara dengan cara
yang agak kasar, menolak membicarakan permasalahan yang sebenarnya atau
berusaha menutup wawancara.
b.
Agak resistif,
menolak pandangan konselor atau sarannya, tetapi dengan cara yang sopan, tidak
berbicara dengan bebas atau memperlihatkan kecenderungan menentang konselor.
c.
Apatis (acuh),
tidak punya inisiatif, tetapi menerima saran-saran, biasanya dengan cara yang
tidak pasti.
d.
Konselor dan
klien bekerja sama cukup baik, komunikasi yang cukup bebas, rasa saling
menghormati sangat jelas.
e.
Konselor dan
klien bekerja sama pada masalah-masalah yang sebenarnya, berbicara dengan
sangat bebas, rasa saling menghormati sangat jelas.
6. Teknik-teknik
Menangani Resistensi
Tujuan utama dari penggunaan teknik-teknik (teknik
yang tepat) ini adalah untuk menjaga agar klien tetap mengikuti konseling dan
untuk mencegah hilangnya kepercayaan klien pada konselor.
Langkah pertama yang dilakukan konselor dalam
menangani resistensi adalah menyadari kemungkinan penyebab eksternal di dalam
dirinya dan pengaruh kadar pengarahan dalam teknik yang digunakannya. Oleh
karena itu konselor dapat mengambil langkah-langkah yang tepat dengan saran-saran
berikut:
a.
Teknik
melihat-tapi-tidak-memperhatikan (pemahaman gaya defensif klien).
b.
Teknik adaptasi
ringan (mengurangi dampak emosi dengan mengalihkan ke masalah intelektual).
c.
Teknik defensif
sementara.
d.
Teknik
manipulasi langsung.
e.
Konfrontasi langsung.
f.
Resistensi dalam
kelompok: konselor membantu anggota membedakan perasaan mereka dengan kelompok
lain secara lebih tegas.
g.
Pengalaman tubuh
yang dapat membantu.
7. Kesimpulan
Salah satu dari masalah profesional utama konselor
adalah membantu menanggulangi resistensi, bagian ini digunakan untuk membantu
sifat resistensi dalam konseling perorangan, menguraikan dan mengkategorikan
manifestasi (perwujudan)-nya, dan mengemukakan metode-metode yang tepat untuk
mengatasi resistensi tersebut. Resistensi dipandang sebagai bagian normal dari
proses konseling.