BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang

Dalam menentukan hukum ini ada berbagai cara, diantaranya adalah
memahami cara pengambilan hukun dari Al-Qur’an yang bermakna umum, lalu
ditakhsisi sesuai dengan ketentuan yang ada. Makanya kami dari kelompok ini,
sengaja menyusun makalah yang membahas tentang amm dan khas.
B.
Rumusan dan batasan masalah
1.
Rumusan Masalah
a.
Apa Pengertian Amm, Khas, dan Takhsis?
b.
Bagaiman Ketentuan pengambilan Hukum Amm, Khas, dan Takhsis?
2.
Batasan Masalah
a.
Pengertian
b.
Ketentuan pengambilan Hukum
C.
Tujuan penulisan
1.
Memperkaya hasazanah keilmuan
2.
Memperluas wawasan dan pengetahuan tentang amm, khas, dan takhsis.
3.
Sebagai pelengkap tugas mata kuliah Ushul Fiqih
4.
Dll.
BAB II
PEMBAHASAN
AAM, KHAAS, dan TAKHSIS
A.
Pengertian
1.
Amm
A’m yaitu lafaz yang menunjukkan dimana ditempatkan secara lughawi
meliputi dan semuanya itu berlaku untuk semua ifradnya.[1]
Safe’i Rakhmat (2007: 193) mengatakan Lafaz A’m ialah suatu lafaz yang
menunjukkan satu makna yang mencakup seluruh satuan yang tidak terbatas dalam
jumlah tentu.[2]
Lebih lengkap lagi Abdul Hamid Hakim mendefenisikan “Al-'ِِAm (العام)
adalah sesuatu yang meliputi dua hal atau lebih tanpa adanya batasan.”.[3]
Dari ini diambil kesimpulan bahwa a’am itu merupakan sifat lafaz. Karena
lafazd itu menunjukkan semua untuk sekalian orang.jika lafazd ini hanya
menunjukkan seorang saja, seperti seorang. Atau dua, atau kelompok, mencakup
beberapa orang serombongan, seratus dan seribu. Bukan dari lafazd umum. Ada
perbedaan antara amm dan mutklaq. Amm itu menunjuk meliputi setiap orang.
Sedangkan muthlaq menunjukkan seorang, atau beberapa orang. Bukan untuk seluruh
orang amm dapat diperoleh sekaligus. Kecuali salah seorang daripadanya itu
sudah dikenal, inilah yang dimaksud oleh ahli-ahli ushul.[4]
2.
Khass dan Takhsis
Para ulama
ushul berbeda pendapat dalam memberikan defenisi Khass. Nmaun, pada
hakikatnya defenisi tersebut mempunyai pengertian yang sama.
Syafii Karim (2006:
226) “lafal khas ialah yang dilalahnya berlaku bagi seseorang yang namanya
disebutkan seperti Muhammad atau
seseorang lelaki atau beberapa orang tertentu seperti tiga orang,
sepuluh orang, seratus orang, sekelompok orang. Jadi berarti lafal khas tidak
mencakup semua namun hanya berlaku untuk
sebagian tertentu.”[5]
Abdul Hamid
Hakim mendefenisikan “Al-khas (الخاص)
adalah sesuatu yang tidak mengandung dua makna atau lebih tanpa adanya batasan.
Sedangkan al-Takhshish (التخصيص) adalah
mengeluarkan sebagian yang ditunjukkan 'am. Takhshis dibagi menjadi dua, yaitu;
takhshis muttashil (bersamaan) dan takhshis munfashil (terpisah).[6]
B.
Ketentuan Hukum
1.
Amm
Berdasarkan penelitian terhadap nash telah diperoleh ketetapan
bahwa lafasd yang umum (amm) ada tiga macam, yaitu:
a.
Lafazd amm yang dimaksudkan keumumannya secara pasti, yaitu lafadz
amm yang disertai oleh qarinah yang menghilangkan kemungkinan pentakhsisannya.
b.
Lafaz yang umum yang dikehendaki kekhususannya secara pasti. Yakni lafaz
umum yang disertai oleh qarinah yang menghilangkan keumumannya dan menjelaskan
bahwa yang dimaksud dari lafazd itu adalah sebagian-sebagiannya.
c.
Lafazd amm (umum) yang ditakhsis, yaitu lafazd yang umum yang
bersifat muthlaq, dan tidak ada qarinah yang menyertainya yang meniadakan
kemungkinan pengtakhsisannya, maupun qarinah yang menghilangkan dalala umumnya.[7]
2.
Khass dan Takhsis
Sebagaimana
dijelaskan di atas bahwa Khas adalah
sesuatu yang tidak mengandung dua makna atau lebih tanpa adanya batasan. Dan
al-Takhshish adalah mengeluarkan sebagian yang ditunjukkan 'am. Maka dalam hal
ini ada beberapa cara untuk mentakhsis, yaitu:
a.
Pentakhsisan
al-kitab (al-Qur’an) dengan al-kitab (al-Qur’an). Firman Allah SWT dalam QS.
al-Baqarah (2): 221.
وَلَا
تَنكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ
Artinya:
Dan
janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik.
Ayat ini ditakhsis dengan Firman
Allah SWT dalam QS. al-Maidah (5): 5,
وَالْمُحْصَنَاتُ
مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن
قَبْلِكُمْ
Artinya:
Pada hari ini dihalalkan –sampai pada firman Allah
ta'ala- Dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang di
beri al-kitab sebelum kamu.
b.
Pentakhsisan
al-kitab (al-Qur’an) dengan al-sunah (al-Hadits). Firman Allah dalam QS.
al-Nisa' (4):11
لِلذَّكَرِ
مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ
Artinya:
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pustaka
untuk) anak-anakmu, yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak
perempuan.
Ayat diatas mengandung pengertian
bahwa yang mendapat waris termasuk anak kafir tapi ayat tersebut ditakhsis
dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim:
لايرث المسلم
الكافر ولا الكافر المسلم
Artinya:
Seorang anak muslim tidak mendapatkan warisan dari
orang tua kafir dan anak kafir tidak mendapatkan warisan dari orang tua muslim.
c.
Pentakhsisan
al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Kitab (al-Qur’an). Seperti hadits riwayat
Bukhari Muslim yang menerangkan bahwa Allah SWT tidak akan menerima shalat
seseorang yang masih dalam keadaan hadats sampai dia berwudh
لا يقبل صلاة احدكم اذا احدث حتى يتوضأ
Artinya :
Allah tidak menerima shalat kalian,
ketika berhadast sehingga kalian berwudhu.
Hadits ini di takhsis dengan firman
Allah QS.al-Nisa' (4): 43.
فَلَمْ
تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
Artinya:
Dan jika kamu sakit –sampai pada firman Allah-
kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah.
d.
Pentakhsisan
al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Sunnah (al-Hadits). Contoh hadits Riwayat
Bukhari dan Muslim:
فيما سقت
السماء العشر
Artinya:
Setiap (zar') yang disirami dengan air hujan zakatnya
sebesar seper sepuluh.
Hadits ini ditakhsis dengan hadits
riwayat Bukhori dan Muslim :
ليس فيما دون خمسة اوسق صدقة
Artinya:
Setiap
(zar') yang kurang dari lima wasaq tidak ada zakat.
e.
Pentakhsisan
al-kitab (al-Qur’an) dengan Qiyas. Contoh QS. al-Nur (24):2.
الزَّانِيَةُ
وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ
Artinya:
Perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera,
Ayat tersebut di takhsis dengan ayat yang menerangkan
hukum derap/jilid terhadap budak perempuan (amat) yang hanya dijilid separuh
dari ketentuan ayat. Allah SWT. berfirman QS. al-Nisa' (4):25.
فَإِنْ
أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنَاتِ مِنَ
الْعَذَابِ
Artinya:
Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina),
Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang
bersuami.[8]
Adapun untuk seorang budak (‘abd)
di-qiyas-kan kepada amat yaitu setengah dari ketentuan yang telah disebutkan
diatas.
f.
Pentakhsisan
al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Qiyas. Contoh sabda Rasulullah SAW.
لي الواجد
يحل عرضه ا وعقوبته رواه احمد وابن ماجه
Artinya:
Orang kaya yang berpaling dari membayar hutang maka
halal kehormatan dan keperwiraannya. (HR. Ahmad dan Ibn Majjah.)
Dikecualikan dari ketentuan hadits
diatas, yaitu orang tua yang menunda-nunda membayar hutang pada anaknya
meskipun sudah mampu untuk membayarnya. Maka bagi orang tua yang berpaling dari
membayar hutang tidak dihalalkan kehormatan dan keperwiraannya karena dengan
memakai qiyas awla tidak diperbolehkannya mengucapkan kata-kata kasar kepada
mereka yang telah ditetapkan dalam QS. Al-Isra' (17):23.
فَلَا تَقُل
لَّهُمَا أُفٍّ
Artinya:
Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah”.
BAB I
PENUTUP
A. Kesimpulan
A’m yaitu lafaz
yang menunjukkan dimana ditempatkan secara lughawi meliputi dan semuanya itu
berlaku untuk semua ifradnya.[9]
Safe’i Rakhmat (2007: 193) mengatakan Lafaz A’m ialah suatu lafaz yang
menunjukkan satu makna yang mencakup seluruh satuan yang tidak terbatas dalam
jumlah tentu.[10]
Lebih lengkap lagi Abdul Hamid Hakim mendefenisikan “Al-'ِِAm (العام)
adalah sesuatu yang meliputi dua hal atau lebih tanpa adanya batasan.”
Syafii Karim
(2006: 226) “lafal khas ialah yang dilalahnya berlaku bagi seseorang yang
namanya disebutkan seperti Muhammad atau
seseorang lelaki atau beberapa orang tertentu seperti tiga orang,
sepuluh orang, seratus orang, sekelompok orang. Jadi berarti lafal khas tidak
mencakup semua namun hanya berlaku untuk
sebagian tertentu.”
Abdul Hamid
Hakim mendefenisikan “Al-khas (الخاص)
adalah sesuatu yang tidak mengandung dua makna atau lebih tanpa adanya batasan.
Sedangkan al-Takhshish (التخصيص) adalah
mengeluarkan sebagian yang ditunjukkan 'am. Takhshis dibagi menjadi dua, yaitu;
takhshis muttashil (bersamaan) dan takhshis munfashil (terpisah).
B. Saran
Penyusun mengakui bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kelemahan dan kekurangan yang semestinya perlu ditambah dan diperbaiki. Uraian
dan contoh yang diambil masih sangat kurang. Oleh sebab itu, segala masukan
yang bersifat positif sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dimasa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Khallaf. Abdul Wahhab, 1994, Ilmu Ushul Fiqih, Semarang:
Dina Utama
Rakhmat. Syafe’i, 2007, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka
setia
Hakim. Abdul hamid , t.th., Mabadi’ul Awwaliyah, Jakarta” Maktabah
Sa’diyah putra
Karim. Syafi’i, 2006. Fiqih, ushul Fiqih, Bandung: Pustaka
Setia
As-Syafi’i.
Imam, 2012, Ar-Risalah, (alih bahasa: Masturi Irham dan Asmui Taman), Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kautsar