PENDAHULUAN
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah
Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya Kami bisa menyelesaikan tugas
Makalah mata kuliah Bahasa Arab yang berjudul Tadribaat wa tamrinaat. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
mata kuliah Pendidikan Bahasa Arab.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan
tepat pada
waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi
pembaca, mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan
ilmu pengetahuan bagi kita semua.
PEMBAHASAN
JUMLAH
A.
Pengertian
Jumlah dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan susunan kalimat yang terdiri
dari dua kata. Sebelum kita membahas Jumlah ismiyah lebih jauh ada
baiknya kita bahas terlebih dahulu pengertian Al Ismu atau al Ismyah.
B.
Pembagian
1.
Jumlah Ismiyah
Jumlah ismiyah adalah Setiap
kalimat yang tersusun dari mubtada dan khabar dinamakan Jumlah
ismiyah.[1]Pendapat
lain berpendapat :Selain itu Jumlah ismiyah merupakan susunan kalimat
yang diawali dengan Isim (kata benda).
Contoh:
(المَسْجِدُ كَبِرٌmasjid itu besar)
( الدَارُ وَاسِعَةٌ rumah itu luas )
Dari contoh di atas lafaz
al masjidu adalah mubtada’, dan lafaz kabiirun adalah khobar.
Mubtada’ adalah Isim yang terletak di awal Jumlah yang di
baca Rofa’.
Khobar adalah Isim yang berfungsi untuk melengkapi mubtada’ agar
menjadi kalimat yang sempurna atau dalam bahasa arab dikenal dengan al
jumlah al mufidah, begitu pun contoh yang lainnya.
Al Ismu adalah lafaz dalam bahasa arab yang menunjukkan makna suatu
benda.Contoh: Muhammad, qolamun (pulpen), kirdun
(kera).
Di dalam Al Ismu terdapat
tanda-tanda. Di antaranya adalah
a. Menerima AL
Contoh: Rumah (البيت) ,Papan tulis السبورة
b. Menerima tanwin
Contoh: kitabunbukuكتاب
c. Biasa di dahului oleh huruf jar.
Huruf jar yaitu (didalam) في, (ke) الي, (dari) من, ( عن, (diatas) علي, (seperti) الكاف, (dengan) الباء.
Contoh: (didalam masjid) في المسجد (ke rumah)الي بيت ,(dari kelas) من فصل.
Dalam Jumlah ismiyah terdapat kaidah-kaidah yang pembahasannya
sangat panjang dan mendetail.
a.
Dibaca Rofa’
Tanda Rofa’ pada Isim adalah dhommah, wawudan alif
Contoh:البَيْتُ صَغِيْرٌ rumah itu kecil), al
muslimuuna mahiiruunaالمُسْلِمُوْنَ
مَهِيْرُوْنَ ( orang-orang muslim itu
pintar), al tholibaani ‘alimaaniالطَالِبَانِ عَاِلمَانِ ( dua murid itu pintar).
b.
Mubtada’ harus berupa Isim Ma’rifat.
Yang di maksud Isim Ma’rifat adalah Isim yang sudah jelas
maknanya. Isim ma’rifat bisa berupa:
c.
Isim alam ( nama sesuatu)
Contoh: ahmadun اَحْمَدٌ( nama orang), Indonesia اِنْدُوْنِيْسِيَا ( nama Negara), baitunبَيْتٌ ( namatempat)
d.
isim dhomiir
Isim dhomiir yang bisa menjadi mubtada ’hanyalah isim dhomir yang munfasil
yaitu:
ü هو (dia Laki-laki 1),
ü هما ( dia laki-laki 2),
ü هم ( mereka laki-laki banyak),
ü هي ( dia perempuan 1)
ü هما ( dia perempauan 2),
ü هنّ ( mereka pr),
ü انت ( kamu laki-laki 1),
ü انتما ( kamu laki-laki 2),
ü انتم (kalian laki-laki),
ü انت (kamu 1 perempuan),
ü انتما (kamu 2 perempuan),
ü انتنّ ( kalian perempuan),
ü انا (saya),
ü نحن ( kami / kita).
Contoh: هُوَ طَوِيْلٌ( dialaki-laki 1 tinggi), اَنْتَ مُدَرِسٌ ( kamu laki-laki 1 guru)
e.
Isim yang kemasukan al
Contoh: الفصل جميل( kelas itu indah)
f.
Khobar berupa isim nakiroh
Isim nakiroh adalah isim
yang maknanya tidak jelas atau masih umum.Tanda isim nakiroh adalah adanya tanwin.
Contoh:
) البِلَاطَ نَظِيْفٌ lantai itu bersih)
g.
Mubtada’ dan khobar harus bersesuaian dalam hal muannas dan muzakar
serta mufrod, musanna dan jama’nya.
Contoh;
فَاطِمَةُ جَمِيْلَةٌ (fathimah itu cantik) زَيْدٌ جَمِيْلٌ( zaid itu ganteng)الكرة صغيرة ( bola itu kecil ) التلميذان ماهران (murid dua itu pintar) الطالبون ضاحكون ( murid-murid itu adalah orang-orang tertawa).
2.
Jumlah Fi’liyah
Jumlah fi’liyah menurut bahasa
terbagi menjadi dua kalimat, yaitu: jumlah yang artinya kalimat dan fi’liyah
diambil dari kata fi’il dan ya’ nisbah. Adapun fi’il (kata
benda)artinya al-hads (kejadian, peristiwa) dan menurut istilah artinya
kata yang menunjukkan suatu makna dan terikat dengan tiga masa yaitu masa
lampau, sekarang dan yang akan datang.[2]
Sedangkan menurut istilah jumlah fi’liyah adalah:
هي التي تبدأ
بفعل وتكون مركبة من فعل وفاعل أو من فعل ونائب فاعل
“Jumlah fi’liyah adalah kalimat yang dimulai
(diawali) dengan fi’il (predikat) dan tersusun dari fi’il dan fa’il (subjek)
atau fi’il(kata kerja) dan naibul al-fa’il”.[3]
Kaidah-kaidahnya terdiri dari fi’il dan fa’il
yang terkadang membutuhkan maf’ul yang disebut sebagai fi’il
muta’addi dan terkadang pula tidak membutuhkannya yang disebut sebagai fi’il
laazim karena maf’ul bukanlah syarat mutlak terbentuknya jumlah
fi’liyah. Juga terdiri dari fi’il
dan naibul fa’il, fi’ilnya dinamakan sebagai fi’il majhul(intransitive).
Selanjutnya kita akan
mencoba membedah mengenai fa’il dan naibul fa’il yang keduanya
erat kaitannya dengan jumlah fi’liyah.
a.
Fa’il
Pengertian fa’il
(subjek) adalah isim yang menunjukkan orang yang mengerjakan suatu pekerjaan
dan kedudukannya dalam I’rab adalah marfu’. Sedangkan menurut pendapat lain mengartikan fa’il menurut istilah adalah isim marfu’ yang fi’ilnya
disebutkan sebelumnya. Kemudian dijelaskan oleh Muhyiyuddin bin Abdul Hamid
didalam kitabnya At-tuhfah As-saniyah bahwasannya fa’il secara
global (umum) terbagi menjadi dua, yaitu: Isim Sharih dan isim
muawwal bi ash-sharih.Isim Sharih terbagi
menjadi dua, yaitu:
1) Isim dzahir
Ialah isim yang menunjukkan maknanya
tanpa membutuhkan qarinah (indikasi yang lain)[4],
misalnya:
الفعل المضارع الفعل الماضي
يجلس أحمد جلس أحمد
يجلس الصديقان جلس الصديقان
يجلس المسلمون جلس السلمون
يجلس الأصدقاء جلس الأصدقاء
تقوم المسلمة قامت المسلمة
تقوم المسلمتان قامت المسلمتان
تقوم المسلمات قامت المسلمات
تسافر الزنايت سافرت الزنايت
2) Isim mudhmar
Ialah isim (kata benda) yang tidak
menunjukkan maksudnya melainkan dengan bantuan qarinah (indikasi) takallum[5],
khithab[6]
dan ghaibah[7]
b.
Naibul Fa’il
Naibul Fa’il Ialah Isim marfu’ yang
tidak disebutkan fa’ilnya.Dalam suatu jumlah (kalimat) seharusnya
membutuhkan fi’il (predikat), fa’il (subjek) dan maf’ul bih (objek).
Akan tetapi, dalam pembahasan ini, kita hanya menggunakan fi’il
(predikat) dan naibul fa’il (pengganti fa’il). Maka jumlah
(kalimat) aktif yang memenuhi tiga syarat diatas diubah menjadi jumlah
(kalimat) pasif yang tidak disebutkan fa’ilnya. Adapun fi’il(subjek)
yang digunakan dalam jumlah (kalimat) pasif adalah fi’il majhul
dan kaidahnya sebagai berikut:
فـإن كان الفعل ماضيا ضم أوله وكسر ما قبل آخره
وإن كان مضارعا ضم أوله وفتح ما قبل آخره[8]
“Jika
fi’il madhi maka huruf yang pertamanya didhammahkan dan huruf sebelum akhirnya
dikasrahkan. Adapun untuk fi’il mudhari’ maka huruf yang pertama didhammahkan
dan difathahkan hurufnya sebelum akhirnya.”
Contoh dari fi’il
madhi yang didhammahkan huruf pertamanya dan dikasrahkan
huruf sebelum akhirnya adalah
فُتِح
الباب
قُتِل
الكافرون
قُرِأت
الرسالة
Menurut Ash-shanhaji didalam matan
Al-Aajurumiyah, naibul fa’il terbagi menjadi dua macam yaitu dhahir dan
mudhmar. Sedangkan menurut Fu’ad Ni’mah naibul fa’il terbagi menjadi
empat, yaitu: isim mu’rab, isim mabni, mashdar muawwal dan masdar sharih
(dzarfu muttasharif / jar dan majrur).
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jumlah ismiyah adalah Setiap kalimat yang tersusun dari mubtada dan khabar
dinamakan Jumlah ismiyah.Selain itu Jumlah ismiyah merupakan
susunan kalimat yang diawali dengan Isim (kata benda).
Jumlah fi’liyah menurut bahasa
terbagi menjadi dua kalimat, yaitu: jumlah yang artinya kalimat dan fi’liyah
diambil dari kata fi’il dan ya’ nisbah. Adapun fi’il (kata
benda)artinya al-hads (kejadian, peristiwa) dan menurut istilah artinya
kata yang menunjukkan suatu makna dan terikat dengan tiga masa yaitu masa
lampau, sekarang dan yang akan datang.
Pengertian fa’il
(subjek) adalah isim yang menunjukkan orang yang mengerjakan suatu pekerjaan
dan kedudukannya dalam I’rab adalah marfu’.
Naibul Fa’il Ialah Isim marfu’ yang
tidak disebutkan fa’ilnya. Dalam suatu jumlah (kalimat)
seharusnya membutuhkan fi’il (predikat), fa’il (subjek) dan maf’ul bih
(objek). Akan tetapi, dalam pembahasan ini, kita hanya menggunakan fi’il
(predikat) dan naibul fa’il (pengganti fa’il).
B.
Saran
Kami sebagai penulis
apabila dalam penulisan dan penyusunan ini terdapat kekurangan dan kelebihan
maka kritik dan saran dari pembaca dan pembimbing kami harapkan sehingga dalam pembuatan
makalah yang selanjutnya lebih baik dari yang sebelumnya kami hanyalah manusia
biasa yang tidak lepas dari kesalahan sehingga tanpa dukungan dan saran
pembimbing sangat jauh bagi kami untuk mencapai kesempurnaan.
Fida’. Abu,t.th,
Mumti’ah al-aajurumiyah ma’a ats-tsamru ad-daani, Yaman: Dar al-atsar
Fuadz. Nikmah,
t.th, Qawaid Al-lughah Al-‘arabiyah, Beirut: Dar Ast-staqafah
Al-islamiyah
Thalib. Moh.,
2002, Tata Bahasa Arab,Bandung : PT Al-Ma’rif
Muhyiyuddin bin Abdul Hamid, At-tuhfah as-saniyah, Maktabah
Syamilah.
Matan
Al-Jurumiyyah, Matabah Syamilah