No
|
Nama
Filosof
|
Filsafatnya
|
Pendapat/Penyelesaian
Masalah
|
1.
|
Ibnu Sina
|
Filsafat
Jiwa
|
Jiwa adalah Jauhar Basith
(tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam dan lebar). Jiwa mempunyai
arti penting, sempurna, dan mulai. Subtansi Jauhar berasal dari Allah.
Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Jiwa
mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad atau benda.
|
|
|
Ketuhanan
|
Wajib al-Wujud dan Mukmin
al-Wujud.mengesankan duplikat Al-farabi, dan tidak ada tambahan sama
sekali. Tetapi dalam filsafat wujudnya dibagi kepada tiga tingkatan. Wajibal
al-wujud, esensi yang tidak dapat tidak mesti mempunyai wujud. ( wajibal-al
wujud li dzathi li syafi’in akhar) . Mukmin al-wujud secara esensi
tidak mesti ada dan tidak mesti tidak ada karenanya disebut denga mukmin
al-wujud bi dzatihi.
|
|
|
Emanasi
|
Tentang Emanasi: Allah
menciptakan alam ini secara emanasi
bahwa dalam al-quran tidak ditemukan secara rinci tentang penciptaan
alam dari materi yang sudah ada atau
dari tiadanya. Namun hasil dan tujuan berbeda. Yang esa Platonius sebagai
penyebab yang pasif bergeser menjadi Allah pencipta, yang aktif. Ia
menciptakan alam ini secara pancaran. Sifat wajib wujudnya sebagai pancaran
dari allah dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakikat dirinya, dan
membagi akal kepada tiga macam Wajib al-wujud, wajib al-wujud li ghairih,
mukmin al-wujud.
|
2.
|
Ibnu Miskawaih
|
Filsafat
Jiwa
|
Jiwa adalah Jauhar rohani yang
tidak hancur dengan sebab kematian jasad. Ia adalah satu kesatuan yang tidak
terbagi-bagi. Ia akan hidup selalu. Ia tidak dapat diraba dengan pacaindra
karena ia bukan jisim dan bagian dari jisim. Jiwa dapat menangkap keberadaan
zat-Nya dan ia mengetahui ketuhanan dan keaktivitasannya. Jiwa dapat
menangkap bentuk sesuatu yang berlawanan dalam waktu yang bersamaan, seperti
warna hitam dan putih, sedangkan badan tidak dapat demikian.
|
|
|
Filsafat
akhlak
|
Konsep akhlak yan dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih yakni:
tujuan pendidikan, materi pendidikan, pendidikan dan anak, lingkungan
pendidikan, dan metodologi pendidikan. Ibnu Maskawaih memberikan pengertian
sebagai khuluq sebagai keadaan jiwa
yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan dan
diperhitungkan sebelumnya. Dengan kata lain khuluq merupakan keadaan jiwa yang mendorong timbulnya perbuatan
secara spontan
|
|
|
Ketuhanan
|
Allah adalah zat yang tidak
berjisim azali dan pencipta. Tuah Esa dalam segala aspek. Ia tidak
terbagi-bagi dan tidak mengandung kejamakan dan tidak satupun yang serta
dengan-Nya. Ia ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak bergantung kepada yang
lain..
|
|
|
Emanasi
|
Ibunu Maskawaih juga menganut faham emanasi, yakni Allah
menciptakan alam secara pancaran, akan tetapi emanasinya bertenntangan dengan
emanasi al-farabi, menurutnya identits pertama yang memancarkan dari Allah “aql fa’al (akal aktif)”. Akal aktif
ini tanpa perantara sesuatupun.
|
3.
|
Ibnu Thufail
|
Theosentris
|
Dari hasil pemikiran dan pengamatan tentang alam
semesta serta pengalaman hidupnya, Hayy sampai pada suatu kepastian bahwa ala
mini diciptakan oleh Allah. Dengan akalnya ia telah mengetahui adanya Allah.
Dalam membuktikan adanya Allah Ibnu Thufail mengemukakan tiga argument
sebagai berikut:
a. Argument Gerak (al-harakat)
gerak alam ini menjadi bukti adanya Allah, baik bagi orang yang meyakini alam
baharu maupun yang meyakini ala mini qadim
b. Argument Meteri (al-madat)
dan bentuk (al-surat) argument ini berdasarkan ilmu fisika dan masih ada
korelasinya dengan dalil yang pertama (al-harakat).
c. Argument Al-Ghaiyyat dan al-Inayat al-Ilahiyyat. Argument ini
berdasarkan pada kenyataan bahwa segala yang ada di ala mini mempunyai tujuan
tertentu. Menurut Ibnu Thufail, alam ini tersusun sangat rapi dan sangat
teratur.
|
|
|
Antrosentris
|
Jiwa : adalah mahluk
yang tinggi martabatnya. Manusia sendiri terdiri dari dua unsur yakni jasad
dan roh. Badan tersusun dari unsur-unsur sedangkan jiwa tidak tersusun. Jiwa
bukan pula suatu daya ang ada di dalam jisim. Setelah badan hancur atau
mengalami kematian, jiwa lepas dari badan, selanjutnya jiwa yang pernah
mengenal Allah selam dalam jasad akan hidup dan kekal
|
|
|
Cosmosentris
|
Alam ini qadim dan juga baharu. Alam qadim karena Allah
menciptakan sejak azali, tanpa didahului oleh zaman. Dilihat dari esensinya,
alam adalah baharu karena terwujudnya alam bergantung pada Zat Allah.
|
|
|
Ketuhanan
|
Ketuhanan: Dia menjadikan
gerak alam ini menjadikan bukti adanya Allah, baik bagi orang yang meakii
bahwa alam ini baharu atau kadim. Pengerak ini berfungsi sebagai mengubah
materi di dalam potensial ke aktual, arti kata alam dari tiada menjadi ada,
sebagai bukti alam kadim dan baharu belum pernah dikemukakan oleh filosof
mana pun sebelumnya. Bahwa tanpa wahyu akan dapat mengetahui adanya allah
|
4.
|
Al-Ghazali
|
Alam
|
Bahwa alam sebelum wujud
mereupakan suatu yang mungkin. Kemungkinan ini tidak ada awalnya, dengan kata
lain selalu abadi. Dan alam ini kadim, artinya wujud ini akan bersamaan
dengan wujud Allah. Keterdahuluan qadimnya Allah dari alam adalah dari segi
zat. Dan tidak dari segi zaman, seperti keterdahuluan sebab akibat dan cahaya
matahari. Keterdahuluan wujud Allah dari alam hanya dari segi esensi,
sedangkan dari segi zaman antara keduana adalah sama.
|
|
|
Ketuhanan
|
Al-Ghazali berpendapat bahwa Allah Hanya mengetahui
zat-Nya dan tidak mengetahui salain-Nya. Ibnu Sina mengatakan bahwa Allah
mengetahui segala sesuatu dengan
ilmu-Nya yang Kulli. Al-Ghazali mengatakan bahwa perubahan pada ilmu. Karena
ilmu merupakan idhafah (suatu
rangkaian yang berhubungan dengan zat). Jika ilmu nerubah tidak membawa
perubahan pada zat, dengan arti keadaan orang yang mempunyai ilmu tidak
berubah.
|
|
|
Jiwa
manusia
|
Pada dasarnya al-ghazali tidak menolak adanya
bermacam-macam kelezatan di akhirat yang lebih tinggi dari kelezatan di
dunia empiris atau indrawi. Ia juga
tidak menolak kekekalan roh setelah berpisah dari jasad, semua itu dapt
diketahui berdasarkan otoritas jasad. Akan tetapi ia membantah bahwa akal
saja dapat memberikan pengetahuan final dalam masalah metafisika. Menurut
al-Ghazali tidak ala an untuk menolak terjadinya kebahagiaan atau
kesengsaraan fisik dan rohani secara bersamaan.
|
5.
|
Al-Kindi
|
Agama dan Filsafat
|
Agama adalah kebenaran yang datang dari Allah SWT kemudian
di berikan kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umatnya. Sedangakan
filsafat adalah mencari kebenaran Allah dengan jalan berpikir secara
universal, mendalam, dan sisitematis.
Al-Kindi berusaha memadukan antara filsafat dan agama dengan jalan
memperkenalkan filsafat ini apa adanya dengan mengambil sumber aslinya
kemudian memberikan ulasan dan menyempurnakannya. Al-Kindi membuat batasan
bahwa filsafat sebagai suatu pengetahuan tentang realitas, benda-benda sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Sedangkan filsafat metafisika
(agama) lebih dalam lagi yakni sebagai pengetahuan tentang realitas pertama
yang menjadi sebab semua realitas. Menurut al-Kindi filsafat dan agama adalah
dua buah ilmu pengetahuan yang sejalan dan tidak bertentangan di dalamnya.
Bahkan filsafat dapat menjadi alat yang kuat untuk menunjang pembinaan dan
perkembangan kemajuan agama, terutama dalam memberikan
argumentasi-argumentasi yang bisa diterima oleh akal. Filsafat merupakan
pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu, maka di dalam hal ilmu
pengetahuan yang bermanfaat.
|
|
|
Ketuhanan
|
Allah menurut al-Kindi adalah
wujud yang sebenarnya, bukan berasal dari tiada kemudian ada, Allah adalah
wujud yang sempurna, dan tidak di dahului oleh wujud lain. Tujuan akhir dalam
filsafat islam adalah untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan tentang
Allah SWT. Allah bagi Al-Kindi adalah pencipta alam semesta dan mengaturnya,
yang disebut dengan ibda’. Dalam
pembuktian adanya Allah SWT, Al-Kindi mengemukakan tiga dalil, yakni:
baharunya alam, kerapian alam, dan keanekaragaman dalam wujud. Al-Kindi membuktikan
keesaan tersebut dengan mengatakan bahwa “bahwa ia bukan benda (huluya,
maddah), bukan form (shurah), tidak mempunyai kualitas, tidak mempunyai
luantitas, tidak berhubungan dengan yang lain, tidak bisa disifati dengan apa
yang ada dalam pikiran, tidak ada lain kecuali keesaan itu semata”. Karena
itu pula Tuhan bersifat Azali, yaitu zat yang sama sekali tidak bisa
dikatakan pernah ada, atau pada mulanya ada, melainkan zat dan wujud-Nya
tidak tergantung pada lain-Nya atau tergantung kepada “sebab”.
|
|
|
Filsafat Jiwa (Nafs)
|
Sebagaimana jiwa dalam filsafat Yunani, Al-Kindi juga
mengatakan bahwa jiwa adalaah jauhar basith (tunggal, tidak tersusun, tidak
panjang, dalam, dan lebar). Jiwa mempunyai arti penting, sempurna dan mulia.
Subtansi (jauhar)-nya berasal dari Allah. Hubungannya dengan Alllah sama
dengan hubungan cahaya dengan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri,
terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani dan
Ilahiyah, sementara jisim mempunyai hawa nafsu dan amarah. Al--Kindi juga
menjelaskan bahwa jiwa manusia terdapat tiga daya, yakni: daya nafsu (al-quwwat al-syahwaniyyat), yang
terdapat pada perut, daya marah (al-quwwat-al-Ghadabiyyat)
yang terdapat di dada, dan daya pikir (al-quwwat
al-Aqliyyyat) yang terdapat di kepala
|
|
|
Filsafat Alam
|
Alam: Bahwa benda dialam ini dapat dikatakan
bahwa wujud yang aktual apabila terhimpun
kepda empat macam yaitu: al-Unsyuriyah, ( materi benda) al-Syuriyyat (
bentuk benda)., al-Fa’ilat ( pembentuk bendaagent), al-Tammaiyat ( Menfaat benda). Dan alam ini
disebekan oleh yang jauh yakni Allah. Yang mencptakan dri yang tiada menjadi
ada. .
|
|
|
Cosmosentris
|
Alam ini qadim dan juga baharu. Alam qadim karena Allah
menciptakan sejak azali, tanpa didahului oleh zaman. Dilihat dari esensinya,
alam adalah baharu karena terwujudnya alam bergantung pada Zat Allah.
|
|
|
Agama
dan Filsafat
|
Allah tidak akan dapat diketahui hanya dengan wahyu tetapi
juga dapat diketahuidengan akal.
|
6.
|
Al-Ghazali
|
Alam
|
Qadim mengandung arti tidak bermula, tidak pernah tidak
ada pada masa lampau dan oleh Karena itu dia membawa pada pengertian tidak
diciptakan.. para filosof berpendapat bahwa alam ini qadim. Artinya wujud
alam bersamaan dengan wujud Allah. Keterdahuluan Allah dari alam hanya dari
segi zat dan tidak dari segi zaman, seperti keterdahuluan sebab akibat
seperti cahaya dari matahari.
|
|
|
Ketuhanan
|
Al-Ghazali berpendapat bahwa Allah Hanya mengetahui
zat-Nya dan tidak mengetahui salain-Nya. Ibnu Sina mengatakan bahwa Allah
mengetahui segala sesuatu dengan
ilmu-Nya yang Kulli. Al-Ghazali mengatakan bahwa perubahan pada ilmu. Karena
ilmu merupakan idhafah (suatu
rangkaian yang berhubungan dengan zat). Jika ilmu nerubah tidak membawa
perubahan pada zat, dengan arti keadaan orang yang mempunyai ilmu tidak
berubah.
|
|
|
Jiwa
manusia
|
Pada dasarnya al-ghazali tidak menolak adanya
bermacam-macam kelezatan di akhirat yang lebih tinggi dari kelezatan di
dunia empiris atau indrawi. Ia juga
tidak menolak kekekalan roh setelah berpisah dari jasad, semua itu dapt
diketahui berdasarkan otoritas jasad. Akan tetapi ia membantah bahwa akal
saja dapat memberikan pengetahuan final dalam masalah metafisika. Menurut
al-Ghazali tidak ala an untuk menolak terjadinya kebahagiaan atau
kesengsaraan fisik dan rohani secara bersamaan.
|
7.
|
Ibnu Rusyd
|
Agama
dan Filsafat
|
Kegiatan filsafat tidak lain adalah mempelajari segala
wujud , dan merenungkannya sebagai bukti adanya penciptaan. Disisi lain,
syara’ menurutnya telah memerinthkan dan mendorong kita untuk mempelajari
segala yang ada. Pengertian demikian menunjukkan bahwa mempelajari filsafat
itu adalah wajib dan perintah anjuran. Karena syara’ ini benar dan ia menyeru
untuk mempelajari sesuatu kearah yang benar, maka pembahasan rohani tidak
akan membawa pertentangan dan apa yang diajarkan oleh syara’.
|
|
|
Qadimnya
Alam
|
Tentang qadimnya alam atau dalam bahasa filsafat azalinya
alam, menuurut Ibnu Rusyd itu hanya perselisihan mengenai penamaan saja.
Sebab kita sepakat tentang ada tiga wujud, yaitu: wujud yang terjadi dari
sesuatu dari selain dirinya, dan oleh sesuatu yang lain serta dari sesuatu
bahan tertentu dan wujud ini didahului oleh waktu, wujud kedua wujud yang
tidak berasal dari, maupun disebabkan oleh sesuatu yang lain serta tidak pula
didahului oleh waktu, inilah wujud al-qadim. Dan wujud yang ketiga yakni
wujud yang tidak terjadi berasal dari
sesuatu serta tidak pula didahului oleh waktu, tetapi terwujud oleh sesuatu,
yakni oleh al-qadim.
|
|
|
Ketuhanan
|
Menurut Ibnu Rusyd, para filosof tidak mempersoalkan
apakah Tuhan mengetahui hal-hal yang bersifat juz’i yang terdapat di alam
semesta ini atau tidak mengetahuinya. Persoalannya adalah bagaimana TUhan
mengetahui yang bersifat juz’i tersebut. Cara Tuhan berbeda mengetahui yang
juz’iyat dengan cara manusia mengetahuinya, pengetahuan manusia tercipta
bersamaan dengan terciptanya objek tersebut serta berubah bersama
perubahannya. Sedangkan pengetahuan Tuhan merupakan kebalikannya,
pengetahuan-Nya merupakan sebab bagi objek yang diketahui-Nya. Artinya karena
pengetahuan Tuhan bersifat qadim yakni semenjak azali Tuhan mengetahui yang
juz’i tersebut, bahkan sejak sebelum yang juz’i berwujud seperti wujud saat
ini.
|
|
|
Kehidupan
Akhirat
|
Menurut Ibnu Rusyd, filosof mengakui tentang adanya
kebangkitan di akhirat, tetapi mereka berbeda interprestasi mengenai
bentuknya. Ada yang mengatakan bahwa yang akan dibangkitkan hanya rohani saja
dan ada yang mengatakan jasmani dan rohani. Namun yang pasti, kehidupan di
akhirat tidak sama dengan kehidupan di dunia ini.
|