BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan bahwa janji Allah pasti
terlaksana. Hal ini dibuktikan dengan kemenangan Bangsa Romawi atas Bangsa
Persia yang dijanjikan Allah, setelah sebelumnya mereka dikalahkan oleh seterunya
itu. Diterangkan pula keingkaran orang-orang musyrikMekkah terhadap adanya hari
akhirat.Pada ayat berikut ini, Allah memerintahkan agar manusia memperhatikan
tanda-tanda kekuasaan Allah dan kebesaranNYA, sebagai bukti adanya Allah dan
hari kebangkitan serta kebenaran Nabi Muhammad SAW sebagai rasul yang
diutusNYA.Tanda-tanda itu dapat dilihat
pada kejadian langit dan bumi, kejadian diri sendiri, dsb.Kemudian mereka diperintahkan pula memperhatikan peninggalan umat dahulu yang lebih kuat dan perkasa dari mereka serta telah memakmurkan dan mengolah tanah lebih banyak dari yang mereka kerjakan.Akan tetapi semuanya hancur dan tidak ada satupun di antara mereka yang sanggup mengelakkan diri dari malapetaka yang dilimpahkan kepada mereka.
pada kejadian langit dan bumi, kejadian diri sendiri, dsb.Kemudian mereka diperintahkan pula memperhatikan peninggalan umat dahulu yang lebih kuat dan perkasa dari mereka serta telah memakmurkan dan mengolah tanah lebih banyak dari yang mereka kerjakan.Akan tetapi semuanya hancur dan tidak ada satupun di antara mereka yang sanggup mengelakkan diri dari malapetaka yang dilimpahkan kepada mereka.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah terjemahan
suratAr-Rum ayat 8?
2.
Bagaimanakah pengertian
secara umum suratAr-Rum ayat 8?
3.
Bagaimanakah analisis
suratAr-Rum ayat 8?
4.
Bagaimana
Penafsiran Surah Yunus ayat 5?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui
terjemahan surat Ar-Rum ayat 8
2.
Memahami pengertian
sevara umum suratAr-Rum ayat 8.
3.
Memahami analisis
suratAr-rum ayat 8.
4.
Penafsiran
Surah Yunus ayat 5
BAB II
PEMBAHASAN
TAFSIR AYAT
TENTANG ALLAH SWT
A. Pencipta Alam Dengan Haq (Ar-Rum 30 : 8)
أَوَ
لَمۡ يَتَفَكَّرُواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۗ مَّا خَلَقَ ٱللَّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ
وَمَا بَيۡنَهُمَآ إِلَّا بِٱلۡحَقِّ وَأَجَلٖ مُّسَمّٗىۗ وَإِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ
ٱلنَّاسِ بِلِقَآيِٕ رَبِّهِمۡ لَكَٰفِرُونَ ٨
Artinya: Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?
Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya
melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan
sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan
dengan Tuhannya.
1.
Pengertian Secara Umum
Dan apakah orang yang tidak percaya dengan adanya
hari berbangkit dari kalangan kaummu tidak memikirkan tentang Allah yang
menciptakan mereka, sedangkan mereka sebelum itu bukan apa-apa, kemudian
mengantarkan mereka melalui beberapa fase dan keadaan sehingga jadilah mereka
manusia yang sempurna bentuk dan akalnya. Maka karena itu mereka seharusnya
mengetahui, bahwa Tuhan yang telah mengerjakan semua itu mampu mengembalikan
mereka sesudah mereka mati untuk menjadi makhluk yang baru.Setelah itu Dia akan
memberikan pembalasanNya yang baik bagi siapa yang telah berbuat baik di antara
mereka dan yang buruk kepada siapa yang telah berbuat keburukan di antara
mereka. Dia sekali-kali tidak akan berbuat aniaya barang sedikit pun yang
karenanya Dia menghukum seseorang tanpa dosa. Dan Dia tidak akan menghambat
hukum seseorang dari mereka akan pahala amalnya. Karena Dia adalah Tuhan yang
Maha Adil dan selamanya tidak pernah zalim.
Tidak
sekali-kali Dia menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya
melainkan dengan adil dan untuk menegakkan perkara yang haq hingga waktu yang
telah ditentukan (hari kiamat). Maka apabila waktu yang ditentukan itu telah
tiba saatnya, Dia melenyapkan semua itu. Lalu Dia mengganti bumi ini dengan
bumi yang lain dan pada saat itu semua makhluk dihadapkan kepadanya untuk
menjalani hisab.
Kemudian Allah
SWT menyebutkan, bahwa kebanyakan manusia lupa terhadap hari akhirat dan
hal-hal yang terjadi di dalamnya, yaitu menyangkut masalah hisab dan
pembalasan. Untuk itu Dia berfirman:
Artinya: Dan sesungguhnya kebanyakan manusia ingkar kepada hari pertemuan mereka
dengan Tuhan mereka, karena mereka tidak akan memikirkan tentang kejadian diri
mereka sendiri. Seandainya mereka memikirkan tentang kejadian diri mereka
dan mempelajari keajaiban-keajaibannya, niscaya mereka yakin dan percaya kepada
hari pertemuan dengan Tuhannya dan mereka percaya bahwa sesudah mereka mati,
mereka pasti kembali kepadanya.[1]
2.
Analisis Surat Ar-Rum
Ayat 8
Ayat ini
ditujukan kepada kaum musyrikin[2]. Dan
merupakan ancaman kepada mereka dengan mengajukan pertanyaan yang mengandung
kecaman dan keheranan atas sikap mereka. Seakan-akan ayat di atas menyatakan:
sungguh ajaib keadaan kaum musyrikin itu. Apakah mata dan kalbu mereka telah
demikian lemah dan bejat sehingga tidak melihat bukti-bukti kebesaran Allah
yang terbentang demikian jelas di alam raya. Dan apakah mereka tidak
memikirkan tentang kejadian dan keadaan diri mereka, dari mana asalnya dan ke
mana kesudahannya? Allah tidak akan menciptakan langit dan bumi dan demikian
pula apa yang ada di antara keduanya, yaitu semua makhluk di dalam wujud
ini termasuk manusia, melainkan dengan tujuan yang Haq dan batas
waktu yang akan berakhir yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Tidak ada
yang sia-sia dan tidak ada juga yang kekal di alam raya ini. Dan
sesungguhnya kebanyakan di antara manusia yaitu yang tidak beriman menyangkut
pertemuan dengan Tuhannya benar-benar kafir yaitu ingkar, kendati
keniscayaannya sangat jelas.
Kata ( في
انفسهم) fi anfusihim dapat dipahami
berkedudukan sebagai objek terhadap kata (يتفكروا)
yatafakkaru/berfikir, sehingga ayat di atas bermakna apakah mereka tidak
berfikir tentang diri mereka. misalnya, dari mana mereka datang dan ke mana
mereka akan dibawa oleh pergantian malam dan siang? Suatu ketika pernah mereka
tidak berada di pentas bumi ini, lalu wujud, ini pasti ada yang mewujudkan
mereka.Apakah mereka tidak berfikir tentang anatomi tubuh serta jiwa dan
pikiran mereka yang demikian serasi, atau berfikir tentang masa tua dan akhir
perjalanan hidup mereka, dan lain sebagainya, karena sungguh banyak yang dapat
dipikirkan manusia tentang dirinya.Hingga kini masih terdapat sekian banyak
pertanyaan yang diajukan oleh para ahli tentang manusia yang belum mendapat
jawaban memuaskan.Sungguh hingga kini manusia masih merupakan “makhluk yang tak
dikenal”.Setelah kecaman itu, barulah ayat di atas melanjutkan dengan menyebut
tujuan penciptaan langit dan bumi, yakni bahwa itu bukan permainan atau sia-sia
tetapi untuk tujuan yang benar. Pendapat ini menjadikan ayat di atas serupa
dengan firmanNya.
“Dan di bumi
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga)
pada diri kamu sendiri.Maka kamu tiada memperhatikan?”
Lanjutan ayat
yang ditafsirkan ini yang menyatakan (ماخلق السموات والارض)
sebagai pengganti (substitute) atau dalam kaidah Bahasa Arab disebut badal
isytimal dari kata (انفسهم). Seakan-akan ayat tersebut menyatakan “apakah
kamu tidak memikirkan diri kamu? Sesungguhnya pada diri kamu ada petunjuk yang
mengantar pada pembuktian bahwa Allah tidak menciptakan langit dan bumi tanpa
tujuan yang benar.”QS. Adz-Dzariyat (50) : 20-21). Ini, karena diri setiap
insan merupakan bagian dari penciptaan langit dan bumi dengan segala isinya.
Dapat juga kata
(فى) pada firmanNya (فى انفسهم)
dipahami dalam arti wadah bagi perintah berfikir.Ini sebagai isyarat bahwa
perintah berfikir itu hendaknya dilakukan dengan penuh kesungguhan dan
kekosongan wadah pikiran itu dari segala macam yang dapat mengurangi
kesungguhannya. Seorang yang disibukkan oleh sesuatu - misalnya peristiwa
tertentu atau tenggelam dalam kesibukan duniawi - maka ia tidak dapat
berkonsentrasi dalam berfikir. Bila ia ingin sukses mencapai kesimpulan yang
benar, maka ia perlu mengosongkan wadah jiwanya yang merupakan alat dan wadah
pikiran itu. Penganut paham ini menggarisbawahi makna tersebut atas dasar bahwa
berfikir tidak dapat terlaksana tanpa melibatkan nafs/diri manusia.Jika makna
ini anda terima, maka yang dipikirkan itu penciptaan Allah terhadap langit dan
bumi yang mengantar kepada kesimpulan bahwa penciptaan itu tidak mungkin tanpa
tujuan.
Penciptaan
langit dan bumi dengan haq, berarti ia tidak diciptakan secara sia-sia atau
tanpa tujuan. Proses penciptaan bukannyaakan berlanjut tanpa henti. Kini ada yang
mati dan ada yang hidup.Tapi pasti ada tujuan dari kehidupan dan kematian itu.
Tujuan itu akan dicapai kelak setelah tibanya Ajalin musamma[3].
Dengan demikian ayat di atas serupa dengan firmanNya:
“Maka apakah kamu mengira, bahwa
sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada kami?” QS. Al-Mukminun (23) : 115.
Ibnu Asyur
menulis bahwa yang dimaksud dengan al-haq pada ayat di atas adalah “apa
yang mestinya menjadi hikmah dan tujuan penciptaan langit dan bumi”. Yang haq
bagi sesuatu adalah apa yang mestinya dilakukan guna mencapai kesempurnaan
substansinya. Memperhatikan alam raya dan diri manusia mengantar kepada
keyakinan tentang keesaan Allah serta keniscayaan hari kebangkitan.Ini karena penciptaan
serta sistem kerja alam raya tidak dapat terbayangkan terjadi apalagi dengan
demikian hebat dan serasi tanpa wujudnya Pencipta atau penciptanya berbilang.
Di sisi lain manusia adalah satu-satunya makhluk Allah (yang masuk dalam
jangkauan pemikiran) tentang cirinya yang sungguh berbeda dengan
makhluk-makhluk lain. Binatang misalnya, sejak dahulu hingga kini - sepanjang
pengamatan serta informasi - tidak dapat melampaui batas-batas yang telah
dicapainya selama ini dan sejak dahulu. Adapun manusia, maka ia mengalami
perkembangan dan kemajuan.
Apa yang
dicapainya tahun lalu lebih baik daripada apa yang dicapainya tahun sebelumnya,
dan apa yang dicapainya tahun ini lebih maju daripada apa yang dicapainya tahun
yang lalu. Demikian seterusnya karena
itu Allah SWT memerintahkan manusia untuk melakukan apa yang dikehendaki dan
diinginkannya serta melakukan yang benar dan yang salah. Syari’at ditetapkan
Allah agar diikuti manusia dan ini
disambut dengan baik oleh sebagian manusia. Dan diabaikan oleh sebagaian yang
lain. Dengan penyambutan dan pengabaian yang bertingkat dan beraneka ragam.
Pengabaian itu
mengakibatkan kerusakan dan dapat menjadi bencana untuk semua. Sehingga ini
menuntun adanya tindakan untuk mencegah berlanjutnya pelanggaran itu tindakan
tersebut bisa dengan memusnahkan yang durharka dan mencabut akar-akar
kedurharkaan. Bisa juga dengan mengarahkan dan melatih mereka melakukan
aktivitas yang sesuai dengan tuntunan ilahi, sehingga mereka terbawa kearah
kebajikan atas kehendaknya sendiri disamping itu ada hikmah lain yang dikehadaki Allah SWT sehingga alam raya ini berlanjut
ekstensinya hingga waktu tertentu tanpa dipunahkan.
Di sini maka
tindakan pemunahan dan pencabutan akar-akar kedurharkaan tidak merupakan
pilihannya. Dan sebagai gantinya dan sanksi bagi yang durharka seimbang dengan
kedurharkaannya, tetapi itu tidak terjadi di dunia ini. Hal tersebut
disampaikan oleh utusan-utusan-Nya kepada seluruh manusia. Nah, ketika itu ada
yang takut dan mengharap ganjaran itu dari
ada juga yang tidak takut dan tidak mengharap.
Sebagai dampak
dari alternatif penganti diatas maka tentu saja keberadaan manusia di pentas
bumi harus terbatas agar masing-masing dapat memperoleh ganjaran dan sanksi
yang telah ditetapkan oleh allah bahwa perolehannya tidak disini ,tetapi di
alam sana .ini juga mengharuskan selesainya fungsi penciptaan langit dan bumi
kita ini ., sehingga allah pun memusnahkannya , semua itu sesuai dengan ajal
yang telah ditetapkan oleh allah. Dengan demikian, penciptaan langit dan bumi
serta segala isinya, serta ketentuan ajal atau batas akhir dari wujud sesuatu
merupakan keniscayaan serta sesuatu yang haq dan karena itu keduanya digaris
bawahi oleh ayat di atas dengan firman-Nya “Allah tidak menciptakan langit dan
bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan haq dan batas waktu
yang telah ditentukan”.Demikian bukti keesaan Allah dari keniscayaan hari
kiamat, sangat jelas bagi yang ingin berfikir tentang dirinya dan alam raya
sayang,”kebanyakan diantara manusia menyangkut pertemuan dengan tuhannya
benar-benar kafir”. Demikian secara singkat penulis sadur dari uraian Thahir
ibnu ‘Asyur[4]
B.
Pencipta dan Pengatur Alam
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً
وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ
ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ
يَعْلَمُونَ
Artinya: Dialah yang menjadikan matahari
bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang mengetahui.
1.
Tafsir Ayat Menurut Quraisy Shihab
Tuhan kalianlah
yang menciptakan langit dan bumi, yang menjadikan matahari memancarkan sinar
dan bulan mengirimkan cahaya. Dialah yang menjadikan tempat-tempat beredarnya
bulan, sehingga cahayanya berbeda-beda sesuai dengan tempat edarnya ini, dengan
maksud agar kalian dapat mempergunakannya untuk memperkirakan waktu kalian dan
dapat mengetahui bilangan tahun dan hisab(1). Allah tidak akan menciptakan itu
semua kecuali dengan hikmah. Dialah yang menjelaskan bukti-bukti yang
menunjukkan ketuhanan dan kesempurnaan kekuasaan-Nya di dalam kitab suci-Nya,
agar kalian merenunginya dengan akal kalian dan memenuhi tuntutan ilmu
pengetahuan. (1) Matahari adalah benda langit yang menyala dan memancarkan
sinar dari dirinya sendiri serta sebagai sumber kekuatan bagi bumi, seperti
sinar dan panasnya. Sedangkan bulan tidak memancarkan sinar dari dirinya
sendiri, tetapi memantulkan atau mengembalikan sinar matahari yang jatuh di
permukaannya, sehingga terlihat seolah tampak bercahaya. Tempat-tempat
beredarnya bulan tidak sama jika dilihat dari bumi dan matahari. Hal inilah
yang menghasilkan bentuk-bentuk bulan. Dari sini dimungkinkan untuk menentukan
bulan-bulan kamariah, yaitu tanda-tanda angkasa yang jelas untuk menentukan
bulan. Dalam mengelilingi bumi, bulan memakan waktu selama 29 hari, 12 jam, 44
menit, 2,8 persepuluh detik. [5]
2.
Tafsir
Ayat Menurut Imam Jalaluddin as-Suyuty
(Dialah yang menjadikan
matahari bersinar) mempunyai sinar (dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya bagi
bulan) dalam perjalanannya (manzilah-manzilah) selama dua puluh delapan malam
untuk setiap bulan, setiap malam daripada dua puluh delapan malam itu
memperoleh suatu manzilah, kemudian tidak tampak selama dua malam, jika jumlah
hari bulan yang bersangkutan ada tiga puluh hari. Atau tidak tampak selama satu
malam jika ternyata jumlah hari bulan yang bersangkutan ada dua puluh sembilan
hari (supaya kalian mengetahui) melalui hal tersebut (bilangan tahun dan
perhitungan waktu, Allah tidak menciptakan yang demikian itu) hal-hal yang telah
disebutkan itu (melainkan dengan hak) bukannya main-main, Maha Suci Allah dari
perbuatan tersebut (Dia menjelaskan) dapat dibaca yufashshilu dan nufashshilu,
artinya Dia menerangkan atau Kami menerangkan (tanda-tanda kepada orang-orang
yang mengetahui) yakni orang-orang yang mau berpikir.[6]
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan
As-Suyuthi, Imam Jalaluddin. 2009. Terjemah Tafsir Jalalin. Bandung.
Sinar Baru Algesindo.
Kementerian Agama RI. 2010. Al-Qur’an
dan Tafsirnya. Jakarta Lantera Abadi
Kementerian Agama RI. 2010. Terjemahan
Tafsir Perkata. Bandung : Cv. Insan Kamil.
Sihab, M. Quraish, 2003. Tafsir
Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta : Lantera Hati.