وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ
أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ
يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ.
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ
أَنَّىٰ شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُم
مُّلَاقُوهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
A.
Asbabunnuzul
Diriwayatkan oleh Muslim dan Turmizi dari Anas bahwa orang-orang
Yahudi jika salah seorang wanita mereka haid, maka tidak mereka campuri dan
tidak mereka bawa makan bersama dalam rumah. maka sahabat-sahabat nabi SAW.
menanyakan hal itu, hingga Allah pun menurunkan “Mereka bertanya kepadamu
tentang haid”.... hingga akhir ayat.[1] (Q.S. al-Baqoroh: 222).
Dan diketengahkan dari al-Barudi diantara golongan sahabat dari
jalur Ibn Ishaq dari Muhammad bin Abi Muhammad dari Ikrimah atau Sa’id dari Ibn
Abbas, bahwa Sabit dan Dahdah menanyakan hal itu kepada Nabi SAW. maka turunlah
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid”.... hingga akhir ayat.[2] (Q.S. al-Baqoroh: 222).
B.
Keterangan Ayat
Dalam
ayat di atas, Allah menjelaskan tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan haid, dan akan di
jelaskan di bawah ini:
1.
Pengertian Haid
Kalimat Haid
berasal dari bahasa Arab yang berarti “darah kotor”.[3] Dalam kitab fiqh dijelaskan bahwa haid adalah darah kotor yang
keluar dari rahim perempuan yang paling bawah atas jalan sehat dan waktu yang
tertentu.[4] Keterangan yang sama juga ditemukan dalam kitab Tafsir
al-Muyassar.[5]
2.
Hukum yang di kandung Ayat
Dalam ayat
tersebut Allah memfirmankan bahwa kaum muslimin harus menjauhkan diri dari
wanita yang haid, dalam hal ini, yang dimaksudkan Allah adalah Jima’.
Sebagaimana diterangkan dalam tafsir al-Jalalain:
«ولا
تقربوهن» بالجماع “dan jangan kalian dekati mereka dengan jima”.[6]
maka dalam hal ini, ada beberapa pendapat yang ditemukan dalam hukum-hukum yang
telah ditetapkan oleh empat imam mazhab.
Hanafi, Maliki, dan Syafi’i: bersenang-senang dengan istri yang sedang haid
diperbolehkan dari bagian pusar ke atas. tidak boleh mendekati bagian badan
dari pusar ke lutut karena hal itu haram. sementara itu, Hambali dan
sebagian ulama dari Mazhab Maliki dan Syafi’i berpendapat: boleh
bersenang-senang dengannya, kecuali pada kemaluannya.[7]
bersenggama dengan istri yang sedang
haid pada kemaluannya dengan sengaja adalah haram menurut kesepakatan Imam
Mazhab. namun jika terjadi persenggamaan, menurut Hanafi, Maliki, dan Syafi’i
–dalam Qoul Jadidnya dan pendapat paling kuat dalam mazhabnya- serta
Hambali dalam satu riwayatnya: Ia harus memohon ampun kepada Allah azza
wa jalla dan bertobat kepadanya, tetapi tidak dituntut denda.[8]
dalam qoul qodim imam Syafi’i
berpendapat: wajib membayar denda, ataupun tentang kadarnya, ada dua pendapat, Pertama:
wajib membayar satu dinar jika senggama dilakukan pada permulaan keluarnya
darah, dan setengah dinar jika hampir berakhir. Kedua: memerdekakan
budak dalam keadaan apapun senggama itu dilakukan.[9]
Seorang laki-laki wajib menahan diri untuk tidak melakukan jima’ dengan
istrinya hingga istrinya itu suci, artinya sudah selesai dari haidnya.
Kemudian dalam ayat berikutnya Allah
berfirman “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu
bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana
saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan
berilah kabar gembira orang-orang yang beriman”. (Q.S. al-Baqoroh: 223).
Maksud dari ayat tersebut adalah bahwa wanita yang sudah dinikahi, bagaikan
ladang untuk bercocok tanam yang boleh didatangi dari mana saja, kecuali dari
duburnya, sebagaimana diterangkan dalam kitab Tafsir Ibn Katsir, bahwa orang
yang mendatangi istrinya dari duburnya akan dilaknat Allah.Hal ini sepakat
ulama dalam mengharamkannya, karena tidak mungkin tepat keluar dijadikan
sebagai tempat masuk, sebagaimana yang dijelaskan oleh nabi dalam
hadis-hadistnya.
3. Yang diharamkan
Bagi Wanita Haidh
a. Mendirikan
Sholat
b. Thawaf di
Ka’bah
c. Masuk Mesjid
d. Membaca
al-Qur’an
e. Memegang dan
membawa Al-qur’an
C.
Simpulan
Dari beberapa keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa wanita
yang sedang dalam masa haid, haram melakukan jima’ dengannya, kecuali
bersenang-senang pada anggota tubuh dari pusat ke atas. kemudian sesudah mereka
suci, baru suaminya boleh mendatanginya lagi dari mana kehendak suaminya,
kecuali dari duburnya, karena ha itu diharamkan. kemudian ada beberapa hal yang
diharamkan bagi wanita yang sedang haid, sebagaimana telah dijelaskan di atas.
D.
Saran
Kritik dan saran yang dapat membangun dan lebih sesuai sangat
penulis harapkan agar pembahasan ini sesuai dengan maksud allah dalam ayat
tersebut.
[1] Jalaluddin
as-Suyuty, Ababunnuzul Fi Lubabinnuqul, (Bandung: Sinar Baru Algesindo),
h. 197
[2] Jalaluddin
as-Suyuty, Ababunnuzul Fi Lubabinnuqul, Ibid. h. 197
[3] Maulana
Firdaus, Kamus 3 bahasa, (Surabaya: Fajar Mulia), h. 212
[4] Ahmad bin Umar
asy-Syathiri, Nailurroja’, (Lebanon: Dar al-Minhaj), h. 75
[5] Tafsir
al-Muyassar, Aplikasi Qur’an Miracle
[6] Jalaluddin
al-Mahally dan Jalaluddin as-Suyuty, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar
Baru Algesindo).
[7] Muhammad
Abdurrohman ad-Dumasyqy, Fiqh Empat mazhab (Terj.) (Bandung: Hasyimi),
h. 41
[8] Ibid.
[9] Ibid.