KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT,karna dengan rahmat dan karunia-Nyakami
masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.Tidak lupa kami uapkan
kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dala
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari dan meyakini bahwa makalah
ini masih jauhdari kata sempurna.Masih banyak kekurangan dan kesalahan yang
kami sadari atau pun yang tidak kami sadari.Oleh karna itu kami mengharapkan
kritik dan saran dari makalah ini,agar dimasa yang akan datang kami bisa
memmbuat makalah yang lebih baik lagi.Namun begitu,meskipun makalah ini jauh
dari kata kesempurnaan kami berharap agar makalah ini sedikit banyaknya dapat
bermanfaat bagi yang membacanya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan mendukung dalam pembuatan makalah ini.Demikian
sedikit kata pengantar dari kami atas perhatian para pembaca kami mengucapkan
terima kasih.
STAI YAPTIP 13 Desemmber 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa
ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktiv didalam
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia.Agama tidak boleh hanya
sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam
khutbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling
efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntutan
terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang
selama ini banyak menggunakan penekatan lain yang secara operasional konseptual
dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Berkenaan
dengan pemikiran tersebut diatas, maka pada bab ini pembaca akan diajak untuk mengkaji berbagai pendekatan yang dapat
digunakan dalam memahami agama. Berbagai pendekatan tersebut meliputi
pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologis, filosofis, historis, kebudayaan,
dan psikologis. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara
pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya
digunakan dalam memahami agama.
Dalam
hubungan ini, Jalaluddir Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan
menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai
nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya.
B.
Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang di atas, maka rumusan masalahnya dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan pendekatan teologis normatif?
2.
Apakah yang dimaksud dengan pendekatan antropologis?
3.
Apakah yang dimaksud dengan pendekatan sosiologis?
4.
Apakah yang dimaksud dengan pendekatan filosofis?
5.
Apakah yang dimaksud dengan pendekatan historis?
6.
Apakah yang dimaksud dengan pendekatan kebudayaan?
7.
Apakah yang dimaksud dengan pendekatan psikologis?
C.
Tujuan Penulisan
Dari beberapa rumusan masalah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
penulisan makalah ini diantaranya adalah:
1. Untuk
memperkaya keilmuan bagi mahasiswa.
2. Sebagai
pelengkap tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam(MSI).
BAB
II
PEMBAHASAN
PENDEKATAN
DALAM MEMAHAMI AGAMA
A.
Pendekatan Teologis Normatif
Pendekatan teologi normatif dalam
memahami agama secara harfiyah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama
dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan
bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar
dibandingkan dengan yang lainnya.Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi tidak
bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu, layolitas terhadap kelompok
sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang
bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah
merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis.
Karna
sifat dasarnya yang partikularistik, maka mudah sekali kita temukan
bermacam-macam aliran teologi. Dalam islam, secara tradisional dapat dijumpai
teologi mu’tazilah, teologi asy’ariyah dan maturidiyah. Dan sebelumnya terdapat
pula teologi yang bernama khawarij dan murji’ah. Aliran teologi yang satu
begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham lainnya
adalah paham yang salah, sesat, bahkan memandang penganut yang lain kafir.
Fenomena ini, sebenarnya, yang disebut dengan mengklaim kebenaran(truth claim).
Perbedaan
dalam bentuk forma teologis yang terjadi diantara berbagai mazhab dan aliran
teologi keagamaan adalah merupakan realitas dan telah menyejarah. Perbedaan
tersebut seharusnya tidak membawa mereka saling bermusuhan dan selalu
menonjolkan segi-segi perbedaannya masing-masing secara arogan, sebaiknya dicarikan
titik persamaannya untuk menuju pada substansi dan misi agama yang paling suci
antara lain mewujudkan rahmat bagi seluruh alam yang dilandasi pada prinsip
keadilan, kemanusiaan, kebersamaan, saling menolong, dan saling mewujudkan
kedamaian.
Pendekatan
teologis dalam memahami agama menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu cara
berfikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya yang
selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.
Pendekatan
teologis ini erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan
yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang
didalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan
teologis ini agama dilihat suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada
kekurangan sedikitpun dan nampak bersiat ideal.[1]
B.
Pendekatan Antropologis
Pendekatan antropologis dalam memahami
agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara
melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Melalui pendekatan ini agama agama tampak akrab dan dekat dengan
masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya dan menjelaskan dan memberikan
jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara digunakandalam disiplin ilmu ilmu
antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.
Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam Rahardjo, lebih
mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini
timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan
deduktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologi.
Sebab
banyak berbagai hal yang dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas
melalui pendekatan antropologis. Dalam AL-Qur’an, sebagai sumber ajaran islam
misalnya kita memperoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung Arafat,
kisah Ashabul Kahfi yang dapat bertahan hidup dalam gua lebih dari tiga ratus
tahun lamanya. Dimana kira-kira bangkai kapal Nabi Nuh itu, dimana kira-kira
gua itu, dan bagaimana pula bisa terjadi hal yang menakjubkan itu, ataukah
demikian itu merupakan kisah fiktif.
Dengan
demikian, pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama,
karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat
dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi.[2]
C.
Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup
bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang
menguasai hidupnya itu. Sosiologi mengerti sifat dan maksud hidup bersama.
Sementara itu, Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Di dalam ilmu ini
juga dibahas tentang proses-proses sosial mengingat bahwa pengetahuan perihal
struktur masyarakat saja cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai
kehidupan bersama dari manusia.
Selanjutnya, sosiologi dapat
digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama,karena banyak bidang
kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila
menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agama islam dapat dijumpai
peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa di
Mesir. Tanpa ilmu sosial peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula
dipahami maksudnya.Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya
perhatian agama yang dalam hal ini islam terhadap masalah sosial, dengan
mengajukan lima alasan sebagai berikut:
1.Dalam AL-Qur’an
atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum islam itu
berkenaan dengan urusan muamalah. Menurut Ayatullah Khomaeni dalam bukunya AL-Hukumah
AL-Islamiyah yang dikutip Jalaluddin Rahmat, bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan
ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus untuk
satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah (masalah sosial). Ciri-ciri orang
mukmin sebagai mana disebutkan dalam surat AL-Mukminun ayat 1-9 yang berbunyi
قَدۡ
أَفۡلَحَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ١ٱلَّذِينَ هُمۡ فِي صَلَاتِهِمۡ خَٰشِعُونَ ٢ وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنِ ٱللَّغۡوِ مُعۡرِضُونَ ٣
وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِلزَّكَوٰةِ فَٰعِلُونَ ٤
وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِفُرُوجِهِمۡ حَٰفِظُونَ ٥ إِلَّا عَلَىٰٓ أَزۡوَٰجِهِمۡ
أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُمۡ فَإِنَّهُمۡ غَيۡرُ مَلُومِينَ ٦ فَمَنِ
ٱبۡتَغَىٰ وَرَآءَ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡعَادُونَ ٧ وَٱلَّذِينَ هُمۡ
لِأَمَٰنَٰتِهِمۡ وَعَهۡدِهِمۡ رَٰعُونَ ٨ وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَلَىٰ صَلَوَٰتِهِمۡ
يُحَافِظُونَ ٩
1)
Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman
2)
(yaitu) orang-orang yang khusyu´ dalam
sembahyangnya
3)
dan orang-orang yang menjauhkan diri
dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna
4)
dan orang-orang yang menunaikan
zakat
5)
dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya
6)
kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini
tiada tercela
7)
Barangsiapa mencari yang di balik
itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas
8)
Dan orang-orang yang memelihara
amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya
9)
dan orang-orang yang memelihara
sembahyangnya
2.
Bahwa ditekankannya masalah muamalah (sosial) dalam islam ialah
adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan
muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu
bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
3.
Bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran
lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Karna itu shalat yang
dilakukan secara berjamaah dinilainya daripada shalat yang dikerjakan
sendirian,dengan ukuran satu berbanding dua puluh derajat.
4.
Dalam islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak
sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya
adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Bila puasa
tidak mampu dilakukan misalnya, dengan membayar fidyah dalam bentuk memberi
makan bagi orang miskin. Dalam hadis qudsi dinyatakan bahwa salah satu tanda
yang diterima shalatnya ialah orang yang menyantuni orang-orang yang lemah,
menyayangi orang miskin, anak yatim, janda, dan yang mendapat musibah.
5.
Dalam islam terdapat acaran bahwa amalbaik dalam dibang
kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah. Dalam
hubungan ini kita misalnya membaca hadis yang artinya sebagai berikut.
“Maukah
aku beritahukan derajat apa yang lebih utama daripada shalat, puasa, dan
sadaqah (sahabat menjawab),tentu.Yaitu mendamaikan dua pihak yang bertengkar.”
(HR Abu Daud, Turmudzi, dan Ibn Hibban).
Melalui pendapat sosiologis agama akan dapat dipahami dengan mudah,
karna agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam AL-Qur’an
misalnya kita jumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia dengan manusia
lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa. Semua
itu elas baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah
sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.[3]
D.
Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti
cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Dapat pula berarti mencari hakikat
sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan
pengalaman-pangalaman manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagainya terhadap segala
yang ada di alam semesta atau pun menjadi kebenaran dan arti “adanya” sesuatu.
Dan pengertian filsaat secara umum digunakan adalah menurut Sdi Gazalba yaitu:
filsafat ialah berfikir secara mendalam, sistematif, radikal dan universal
dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah, atau hakikat menjadi segala
sesuatu yang ada.
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan
inti, hakikat atau hikmah menjadi sesiatu yang berada dibalik formalnya. Ilsaat
mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat dibalik yang
bersifat lahiriah dan untuk menemukan hakikat itu dilakukan secara mendalam.
Louis Kattsof mengatakan bahwa kegiatan filsafat ialah merenung, tetapi
merenunginya bukanlah melamun, juga bukan berfikir secara kebetulan yang
bersifat untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal,
sistematis, dan unuversal.berfikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat
digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud arag hikmah, hakikat atau
inti dari acaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama, dan
pendekatan filosofi ini sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Dengan
menggunakan pendekatan filosofi seorang akan dapat memberi makna terhadap
sesuatu yang dijumpainya.Ketika seseorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak
akan merasa kekeringan yang dapat menimbulkan kebosanan, maka semakin pula
meningkatkan sikap, penghayatan dan daya spritualitas yang dimiliki seseorang.
Seorang sarjana tidak cukup hanya mengabdikan pikirannya saja, melainkan
seluruh hidupnya. Ia menuntut penghayatan total, bukan hanya sebatas study
akademis terhadap persoalan agama bagi aliran ini. Study agama dan agama-agama
adalah aktivitas keagamaan itu sendiri, dan mempunyai makna keagamaan. Sesuatu
study agama hanya bermakna kalau ia memiliki makna keagamaan.[4]
E.
Pendekatan Historis
Historis adalah ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa
dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari
peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan
melihatkapan peristiwa itu terjadi, di mana apa sebabnya, siapa yang terlibat
dalam peristiwa tersebut. Melalui pendekatan searah seseorang diajak menukik
dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Pendekatan
sejarah ini amat dibutuhkan dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi
sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini, Kuntowijoyo telah melakukan study
yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini islam, menurut pendekatan
sejarah. Ketika ia mempelajari AL-Qur’an, ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa
pada dasarnya kandungan AL_Qur’an ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian
pertama berisi konsep-konsep, dan yang kedua, berisi kisah-kisah sejarah.
Dalam bagian pertama yang berisi konsep-konsep, kita mendapat
banyak sekali istilah AL-Qur’an yang merujuk pada pengertian normatif yang
khusus,doktrin etik, aturan legal, dan acaran keagamaan pada umumnya. Maka pada
bagian kedua yang berisi kisah-kisah dan perumpamaan, AL-Qur’an ingin mengajak
dilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah. Melalui kejadian atau
peristiwa historis dan juga melalui kisah-kisah yang berisi hikmah tersembunyi,
manusia diajak merenungkan hakikat dan makna kehidupan. Banyak sekali ayat yang
berisi ajakan semaam ini, tersirat maupun tersurat, baik menyangkut hikmah
histori atau pun simbol-simbol. Misalnya simbol tentang rapuhnya rumah
laba-laba, tentang luruhnyasehelai daun yang tak lepas dari pengamatan Tuhan
atau tentang keganasan samudera yang menyebabkan orang-orang kafir berdoa.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki
keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Maka
seseorang tidak akan mengalami memahami agama keluar dari konteks historinya,
karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya.
Seseorang yang ingin memahami AL-Qur’an
secara benar misalnya, yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya
AL-Qur’an atau kejadian yang mengiringi turunnya AL-Qur’an yang selanjutnya
disebut sebagai Ilmu Asbab AL-Nuzul (Ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat AL-Qur’an ). Dengan ilmu Asbab un Nuzul
seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang
berkenaan dengan hukum tertentu dan ditunjukkan untuk memelihara syariat dan
kekeliruan memahaminya.[5]
F.
Pendekatan Kebudayaan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebudayaan diartikan
sebagai hasil kegiatan dan menciptakan batin (akal budi) manusia seperti
kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan berarti pula kegiatan (usaha) dan
batin, untuk menciptakan sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan. Sultan Takdir
Alisjahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang
terjadi dari unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan,seni,
hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan lain yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan
mengarahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Selanjutnya dapat pula
digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empiris atau agama
yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Pengalaman agama
yang terdapat di masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber
agama.
Kita misalnya menjumpai kebudayaan berpakaian, bergaul,
bermasyarakat,dan sebagainya.Dalam produk kebudayaan tersebut, unsur agama ikut
berintegrasi. Pakaian model jilbab, kebaya atau lainnya dapat dijumpai dalam
pengalaman agama. Sebaliknya, tanpa adanya unsur budaya, maka akan sulit
dilihat sosoknya secara jelas. [6]
G.
Pendekatan Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa
seseorang melalui gejala prilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiyah
Daradjat bahwa prilaku seseorang yang nampak lahiriyah terjadi karena
dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling
mengucapkan salam, hormat kepada orang tua, kepada guru,menutup aurat, rela
berkorban untuk kebenaran dan sebagainya. Adalah merupakan gejala-gejala agama
yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu agama sebagaimana
dikemukakan Zakiyah Daradjat tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu
agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana
keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam prilaku penganutnya. Dalam
ajaran agama kita banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap
batin seseorang. Misalnya sikap beriman dan bertakwa kepada Allah, sebagai
orang yang saleh, orang yang berbuat baik dan sebagainya.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain mengetahui tingkat keagamaan
yang dihayati, dipahami, dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai
alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan
usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk
menanamkannya. Misalnya kita mengetahui pengaruh dalam shalat, puasa, zakat,
dan ibadah lainnya dengan ilmu jiwa.
Kita melihat ternyata agama dapat dipahami melalui berbagai
pendekatan. Karenanya islam mengajar perdamaian,toleransi, terbuka, adil,
mengutamakan pencegahan daripada penyembuhan dalam bidang kesehatan dengan cara
memperhatikan segi kebersihan badan, pakaian, makanan, tempat tinggal dan
sebagainya.[7]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Maka pada bab ini pembaca akan diajak untuk mengkaji berbagai
pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Berbagai pendekatan
meliputi pendekataan teologis normatif yaitu memahami agama dengan menggunakan
kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik
dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan
yang lainnya.Antropologis memahami agama dengan cara melihat wujud praktik
keagamaan yang tumbuh yang berkembang dalam masyarakat.Sosiologis suatu ilmu
yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengka dengan struktur,serta
berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan.Filosofis berfikir secara
mendalam ,sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari
kebenaraan.Historis ilmu yang membahas tentang peristiwa yang dapat dilacak
dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi,dimana, apa sebabnya, siapa yang
terlibat dalam peristiwa tersebut.Kebudayaan hasil daya cipta manusia dengan
menggunakan dan mengarahkan segenap potensi batin yang dimilikinya.Psikologis
ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat
diamatinya
B.
Saran
Demi
kecintaan ilmu pengetahuan, penulis mangharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun demi perbaikan makalah ini dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Nata,
Abuddin. 2010, Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo.
http://ali_imran.heck,in/2013/09/makalah-pendekatan-sejarah-dalam-kajian-islam.Html.
http://muhammadnurhadi,wordpress.
com/2011/05/makalah-pendekatan-didalam-memahami-islam. Html.