BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Suatu
masyarakat atau bangsa menjadikan filsafat sebagai suatu pandangan hidup yaitu
merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan
bangsa tersebut, tanpa terkecuali aspek pendidikan. Filsafat yang dikembangkan
harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu bangsa, sedangkan pendidikan
merupakan suatu cara atau mekanisme dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai
filsafat tersebut.
Filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum
mengenai pendidikan. Hubungan filsafat dan pendidikan menjadi sangat penting,
sebab filsafat menjadi dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan.
Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat
sebagai media untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan
mengharmoniskan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Filsafat menetapkan
ide-ide dan idealisme sedangkan pendidikan merupakan usaha dalam merealisasikan
ide-ide tersebut menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku dan membina
kepribadian manusia.
Bruner dan Burns dalam bukunya Problem in Education and Philosophy
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah merupakan tujuan filsafat, yaitu
untuk membimbing ke arah kebijaksanaan. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa pendidikan
merupakan realisasi dari ide-ide filsafat, filsafat memberi asas kepastian bagi
peranan pendidikan sebagai wadah pembinaan manusia yang telah melahirkan ilmu
pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas pendidikan.
Dari uraian tersebut di atas diperoleh hubungan fungsional antara filsafat
dengan teori pendidikan . Filsafat dalam arti filosofis
merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika
pendidikan dan menyusun teori pendidikan dan memberi arah bagi teori pendidikan
yang telah ada menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan
kehidupan yang nyata serta memberi petunjuk dan arah dalam pengembangan
teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan.
B.
Rumusan dan
Batasan Masalah
1.
Rumusan
Masalah
a.
Apa yang disebut dengan Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan
Nasional?
b.
Bagaimana Hubungan Pancasila Dengan Sistem Pendidikan?
c.
Seperti apa Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Filsafat
Pendidikan?
2.
Batasan
Masalah
a.
Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional
b.
Hubungan Pancasila Dengan Sistem Pendidikan
c.
Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Filsafat Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT PENDIDIKAN NASIONAL: TUJUAN ANTOLOGI,
EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI
A.
Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat
penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa.
Indonesia adalah negara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalamnya diatur bahwa pendidikan diusahakan dan
diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem pengajaran nasional.
Aristoteles mengatakan, bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya
suatu negara (Rapar; 1988).
Demikian juga dengan Indonesia, pendidikan
selain sebagai sarana transfer ilmu
pengetahuan, sosial budaya juga merupakan sarana untuk mewariskan ideologi
bangsa kepada generasi selanjutnya. Suatu bangsa menjadi kuat serta menguasai
bangsa-bangsa lainnya dengan sistem pendidikannya yang kuat demikian juga
sebaliknya sistem pendidikan yang lemah akan menjadikan suatu bangsa tidak berdaya (Tadjab; 1994).
Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi suatu bangsa
yang dianutnya.[1]
Filsafat
adalah berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran,
filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang pendidikan
berdasarkan filsafat, apabila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem
pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, bahwa Pancasila pandangan hidup
bangsa yang menjiwai dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya sistem pendidikan nasional Indonesia wajar apabila dijiwai,
didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Cita dan karsa bangsa Indonesia
diusahakan secara melembaga dalam sistem pendidikan. nasional yang bertumpu dan dijiwai
oleh suatu keyakinan, pandangan hidup dan folosofi tertentu, inilah dasar
pikiran mengapa filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasioanl dan
sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah sub sistem dari sistem negara
Pancasila.
Dengan memperhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi bangsa,
khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang ada pada
akhirnya menentukan eksistensi dan martabat bangsa, maka sistem pendidikan
nasional dan filsafat pendidikan pancasila seyogyanya terbina secara optimal supaya terjamin tegaknya martabat dan kepribadian bangsa. Filsafat
pendidikan Pancasila merupakan aspek rohaniah atau spiritual sistem pendidikan
nasional, tiada sistem pendidikan nasioanal tanpa filsafat pendidikan.
Sistem pendidikan yang dialami sekarang merupakan hasil
perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa di masa
lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri, tapi selalu dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Menteri Pengajaran
dan Kebudayaan (PM), mengeluarkan instruksi yang dikenal dengan nama
“Sapta Usaha Tama dan Pancawadharna” yang isinya antara lain bahwa
Pancasila merupakan asas Pendidikan nasional. Pendidikan suatu bangsa akan
secara otomatis mengikuti ideology bangsa yang dianut. Karena system pendidikan
nasional Indonesia dijiwai, disadari dan mencerminkan identitas Pancasila.
Sementara cita dan karsa bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat
Indonesia, tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai
Pancasila. Cita dan karsa ini dilembagakan dalam system pendidikan nasional
yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup Pancasila.
Dengan kata lain, sistem Negara pancasila tercermin dan dilaksanakan didalam
berbagai subsistem kehidupan bangsa dan masyarakat.[2]
B.
Hubungan Pancasila Dengan Sistem Pendidikan
Pancasila adalah dasar Negara Indonesia yang merupakan
fungsi utamanyadan dari segi materinya digali dari pandangan hidup dan
kepribadian bangsa (Dardodiharjo, 1988. 17). Pancasila merupakan dasar Negara
yang membedakan dengan bansa lain. Filsafat adalah cara berpikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara
filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan
berdasarkan filsafat. Bila kita hubungkan fungsi pancasila dengan sistem
pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan maka dapat kita jabarkan bahwa
pancasila adalah pandangan hidup bengsa yang menjiwai sila-silanya dalam
kehidupan sehari-hari. Dan untuk menerapkan sila-sila pancasila, diperlukan
pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai pancasila itu
dapat dilaksanankan. Dalam hal ini tentunya pendidikanlah yang berperan utama.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang
menjiwai dalam sstem pendidikan nasional, dengan perkataan lain bila
dihubungkan Pancasila dengan kanyataan yang ada dalam system pendidikan
nasional tidak dapat dipisahkan, karena pendidikan nasional itu dasarnya adalah
pancasiladan UUD 1945. Jadi ini merupakan kesatuan yang utuh.[3]
C.
Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Filsafat Pendidikan
1.
Ontologi
Ontologis adalah bagian dari filsafat yang menyelidiki
tentang hakikat yang ada. Hamper sama dengan aristoteles yang mengungkap bahwa
ontologism adalah ilmu yang meyelidiki hakikat sesuatu atau tentang
ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika.
Menurut Noor Syam ontology kadang-kadang disamakan dengan
metafisika, sebelum manusia menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengerti
hakikat sesuatu. Manusia dalam interaksinya dengan semesta alam, melahirkan
pertanyaan-pertanyaan filosofis. Apakah sesungguhnya realita yang ada itu. Jadi
Ontologi itu adalah cabang dari filsafat yang persoalan pokoknya apakah
kenyataan atau realita itu.
Demikian pula halnya dengan Pancasila Pancasila sebagai
filsafat mempunyai sisi yang abstra, umum, dan universal. Disini yangn dimaksud
abstrak bukannya Pancasila sebagai filsafat yang secara operasional telah
diwujudkan kedalam kehidupan sehari-hari, melainkan sebagai pengertian pokok
yang dipergunakan untuk merumuskan masing-masing sila, itulah yang mengandung
isi yang abstrak umum dan universal.
Pancasila terdiri dari 5 sila yang mempunyai awalan dan
akhiran yang dalam tata bahasa membuat abstrak dari kata dasarnya.
2.
Epistemologi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari yang
mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan scope pengetahuan,
pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta oertanggungjawaban atas oernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W. hamlyan mendefrinisikan
epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, dasar dang pengandaian-pengandaiannya serta secara umum hal itu
dapat diandalkan sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.[4]
Menurut Titus (1984 : 20) terdapat tiga
persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
o
Tentang sumber pengetahuan manusia
o
Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia
o
Tentang watak pengetahuan manusia
Secara epistemologis Pancasila sebagai
filsafat yaitu sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu
sistem pengetahuan. Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada
pada bangsa Indonesia sendiri. Sedangkan susunan Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan yaitu Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis,
baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila
Pancasila itu.
Sebagai suatu paham epistemologi, maka
Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas
nilai dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak
dalam hidup manusia.
Epistemologi menyelidiki sumber, proses,
syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu. Epistemologi Pancasila secara
mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas:
Mahasumber ialah Tuhan, yang menciptakan
kepribadian manusia dengan martabat dan potensi unik yang tinggi, menghayati
kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian manusia sebagai subyek
diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta, karya
dan budi nurani.[5]
3.
Aksiologi
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu
sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Sila-sila Pancasila sebagai
suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan
suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang
filsafat nilai Pancasila.[6]
Dalam filsafat Pancasila, terdapat tiga
tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
o
Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan,
nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
o
Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma
hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme
lembaga-lembaga negara.
o
Nilai praktis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai
instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat. [7]
Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai
etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental
dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbansa, dan
bernegara.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia
merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila),
yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis,
tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara kesemestaan. Aksiologi Pancasila
pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan epistemologinya.
Seluruh kesadaran manusia tentang nilai
tercermin dalam kepribadian dan tindakannya. Sumber nilai dan kebajikan bukan
saja kesadaran akan Ketuhanan yang mahaesa, tetapi juga adanya potensi
intrinsik dalam kepribadian, yakni: potensi cinta kasih sebagai perwujudan akal
budi dan nurani manusia (berupa kebajikan). Azas dan usaha manusia guna semakin
mendekati sifat-sifat kepribadiannya adalah cinta sesama. Nilai cinta inilah
yang menjadi sumber energi bagi darma bakti dan pengabdiannya untuk selalu
berusaha melakukan kebajikan-kebajikan. Azas normatif ini bersifat ontologis
pula, karena sifat dan potensi pribadi manusia berkembang dari potensialitas
menuju aktualitas, dari real-self menuju ideal-self, bahkan dari
kehidupan dunia menuju kehidupan kekal. Garis menuju perkembangan teleologis
ini pada hakikatnya ialah usaha dan dinamika kepribadian yang disadari (tidak
didasarkan atas motivasi cinta, terutama cinta diri).
Nilai instrinsik ajaran filsafat Pancasila
sedemikian mendasar, komprehensif, bahkan luhur dan ideal, meliputi:
multi-eksistensial dalam realitas horisontal; dalam hubungan teleologis;
normatif dengan mahasumber kesemestaan (Tuhan dengan ‘ikatan’ hukum alam dan
hukum moral yang psikologis-religius); kesadaran pribadi yang natural, sosial,
spiritual, supranatural dan suprarasional. Penghayatannya pun
multi-eksistensial, bahkan praeksistensi, eksistensi (real-self dan ideal-self),
bahkan demi tujuan akhir pada periode post-existence (demi kehidupan
abadi), menunjukkan wawasan eksistensial yang normatif-ideal.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bangsa Indonesia mempunyai Pancasila
sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Nilai dan norma yang terkandung di dalamnya merupakan keinginan dari
bangsa Indonesia yang harus diamalkan. Pengamalan Pancasila secara subjektif
akan memperkuat pengamalan Pancasila secara objektif. Pengamalan Pancasila ini
harus di lakukan dalam berbagai bidang kehidupan di negara Indonesia agar
Pancasila benar-benar berperan sebagaimana fungsi dan
kedudukannya agar supaya tujuan serta cita-cita bangsa
Indonesia dapat terwujud.
Filsafat adalah berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk
mencari kebenaran, filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang
pendidikan berdasarkan filsafat, apabila kita hubungkan fungsi Pancasila
dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, bahwa Pancasila
pandangan hidup bangsa yang menjiwai dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya sistem pendidikan nasional
Indonesia wajar apabila dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila.
Cita dan karsa bangsa Indonesia diusahakan secara melembaga dalam sistem
pendidikan. nasional yang
bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, pandangan hidup dan folosofi
tertentu, inilah dasar pikiran mengapa filsafat pendidikan Pancasila merupakan
tuntutan nasioanl dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah sub sistem
dari sistem negara Pancasila.
B.
Saran
Dewasa ini pengamalan pengamalan Pancasila semakin memudar terlebih lagi di
era globalisasi, sehingga mengancam mental dan kepribadian bangsa Indonesia.
Hal ini harus segera ditangani dengan cara meningkatkan penanman pengamalan
Pancasila melalui pendidikan yang seutuhnya, jadi tidak sebatas teori tetapi
juga diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, perlu adanya
kesadaran dari setiap warga negara akan pentingya pengamalan Pancasila dan mempertahankannya
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 1996. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Qomar. Mijammil, t.th, Epistemologi pendidikan Islam, dari Metode
Rasional hingga metode Kritik, (jakarta: Penerbit Erlangga,
Soegito. A.T., 1983, Pancasila Tinjauan dari Aspek
Historis,( Semarang : FPIPS – IKIP,
https://nizaryaseer.wordpress.com/2013/12/22/filsafat-pendidikan-pancasila-dalam-tinjauan-ontologi-epistemologi-dan-aksiologi/