BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan sangat
diperlukan sebagai proses yang mampu membangun potensi manusia menuju kemajuan
dalam segala aspek. Pendidikan menurut Islam atau Pendidikan Islami, yakni
pendidikan yang dipahami dan yang dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai
fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-qur’an dan
Al-Sunnah.
Kemajuan ilmu dan
teknologi yang makin canggih dewasa ini
telah menimbulkan berbagai macam
perubahan dalam kehidupan manusia, termasuk perubahan dalam tatanan sosial dan
moral. Dibalik kemajuan yang demikian pesat itu, mulai terasa pengaruh yang
kurang menggembirakan, yaitu mulai tampak dan terasa nilai-nilai luhur agama,
adat dan norma sosial yang selama ini sangat diagungkan bangsa indonesia mulai
menurun bahkan kadangkala diabaikan, karena ingin meraih kesuksesan dalam
karier dan kehidupan. Untuk menangkal kesemuanya ini salah satu upaya yang
dianggap ampuh adalah melalui jalur pendidikan, terutama pendidikan agama
khususnya pendidikan agama Islam. Sebab pendidikan agama Islam berorientasi
pada pembekalan kemampuan intelektual tinggi yang memiliki akhlaqul karimah
yang baik.
Pendidikan haruslah
dilihat sebagai bagian yang utuh, yang memposisikan guru, materi pelajaran yang
diberikan, proses pendidikan, lingkungan rumah, sosial atau masyarakat,
ekonomi, dan budaya lingkungan siswa sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam
proses pembentukan karakter (building) siswa menjadi anak yang sholh
B.
Rumusan dan
Batasan Masalah
1.
Rumusan
Masalah
a.
Bagaimana
Metode Studi Kalam
b.
Bagaimana
Maetode Studi Tasawuf
c.
Bagaimana
Metode Studi Tarbiyah
2.
Batasan
Masalah
a.
Maetode
Studi Kalam
b.
Maetode
Studi Tasawuf
c.
Maetode
Studi Tarbiyah
C.
Tujuan
Penulisan
1. Agar memperoleh
tentang berbagai hal menyangkut metode-metode studi Islam, terutama di bidang
kalam, Tasawuf, dan studi tarbiyah
2. Untuk
mengembankan wawasan tentang Metodologi studi Islam, sesuai konsep pendidikan
dan Pendiidkan.
3. Untuk
melengkapi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan semester dua prodi S1.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Metodologi
Studi Kalam
1.
Pengertian Ilmu Kalam
Menurut Syekh Muhammad Abduh, ilmu kalam
memiliki nama lain yaitu ilmu Tauhid, yang
membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap bagi-Nya.
Sifat-sifat yang jaiz disifatkan kepada-Nya adn tentang sifat-sifatayang sama
sekali wajib ditidakadakan dari pada-Nya. Juga membahas tentang rasu-rasul
Allah untuk menetapkan kebenaran risalahnya, apa yang wajib pada dirinya,
hal-hal yang jaiz dihubungkan (dinisabatkan)pada dari mereka dan hal-hal yang
terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.
Ilmu kalam menurut Ibnu Khaldun (1333-1406) yaitu ilmu yang berisi alasan-alasan
mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman[1], denagn menggunakan
dalil-dalil fikiran dan berisi bantahan-bantahan terhadap orang-orang yang
menyeleweng dari kepercayaaan salaf dan ahli sunnah.
Selain itu juga ada pula yang mengatakan bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang
membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagaman dengan
bukti-bukti yang meyakinkan. Dalam ilmu ini juga dijelaskan tentang cara
ma’rifat(mengetahui secara dalam) tentang sifat-sifat Allah dan para RasulNya
dengan menggunakan dalil yang pasti guna untuk mencapai kebahagiaan hidup
abadi. Ilmu ini juga termasuk induk ilmu agamadan paling utama bahkan paling
mulia, karena berkaitan dengan zat Allah, zat para RasulNya.[2]
Berdasarkan batasan tersebut terlihat bahwa teologi adalah ilmu yang padan
intinya berhubungan denagn masalah ketuhanan. Hal ini tidaklah salah, karena
secara harfiayahteologi berasal dari kata teo
yang berarti Tuhan dan logi yang
berarti ilmu.
Namun dalam perkembangan selanjutnya Ilmu teologi juga berbicara tentang
berbagai masalah yang berkaitan denagn keimanan serta akibat-akibatnya, seperti
masalah iman, kufr, musyrik, murtad, masalah kehidupan ahirat denngan berbagai
kenikmatan atau penderitaannya. Hal-hal yang berkaitan dengan kallamullah orang-orang yang tidak
beriman dan sebagainya, sejalan dengan perkembangan ruang lingkup pembahasan ilmu ini, maka teologi terkadang
dinamai pula ilmu tauhid, ilmu Ushuluddin, ilmu ‘aqaid, dan ilmu ketuhanan.
Dinamai ilmu tauhid, karena ilmu ini mengajak orang agar meyakini adn
mempercayai hanya pada satu tuhan, yaitu Allah Swt, selanjutnya dinamai
Usshuluddin, karena ilmu ini membahas pokok-pokok keagamaan yaitu keyakinan dan kepercayaan kepada tuhan
dinamai pula ilmu ‘aqaid, karena denagn ilmu ini seseorang diharapkanagar
meyakini dalam hatinya secara mendalam dan mengikatkan dirinya hanya pada Allah
sebagai Tuhan.
Dilihat dari segi ruang lingkup pembahasannya yang demikian itu, teologi
tidak pasti tidak bisa tidak, pasti
mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen
dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni
bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang
melekat pada bentuk pemikiran teologis. Karena sifat dasarnya yang
pertikularistik, maka dengan mudah kita dapat mengemukakan teologi islam,
teologi kristen katolik, teologi kristen protestan, dan begitu seterusnya.
Dari beberapa pendapat diatas dapat diketahui bahwa
teologi adalah ilmu yang secara khusus membahas tentang masalah ketuhanan serta
berbagai masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil yang meyakinkan.
Dengan demikian, seseorang yang mempelajarinya dapat mengetahhui bagaimana
cara-cara untuk memilki keimanan dan bagaiman pula cara menjaga keimanan
tersebut agar tidak hilang dan tidak rusak.
2.
Metode Studi Kalam
Kalam pada
umumnya berkaitan dengan upaya untuk men- justifikasi kepercayaan keagamaan
melalui akal, atau dengan mempergunakan akal guna menghasilkan kesimpulan dan
aki- bat-akibat baru dari kepercayaan-kepercayaan tersebut. Doktrin- doktrin
kalam meliputi tiga komponen besar: artikulasi tentang apa yang dipandang oleh
suatu mazhab pemikiran sebagai kepercayaan-kepercayaan fundamental; konstruksi
kerangka spe- kulatif di mana kepercayaan-kepercayaan tersebut harus dipa-
hami; dan upaya merasionalisasi pandangan-pandangan ini di dalam kerangka
spekulatif yang diterima.
Berbagai mazhab
kalam sepakat dengan para muhadisun dalam menerima otoritas teks sebagai basis
untuk komponen pertama. Namun, mereka tidak sepakat tentang sejauh mana
teks-teks ini mesti tunduk di bawah analisis rasional. Para muhadisun selalu
menyangka bahwa rasio merujuk pada intelek yang dituduh melakukan bidah;
mengapa pula seorang beriman hendak menggali persoalan-persoalan iman di
hadapan pengadilan rasio manusia yang bisa salah dan terbatas itu? Kecurigaan
para muhadisun terhadap pengaruh dari luar Islam di balik setiap ”bidah” yang
dilakukan oleh kaum kalam telah direproduksi oleh para peneliti modern, yang
berusaha mencari unsur asing bagi setiap gagasan yang dikemukakan dalam kalam
(Haleem, 1996). Pengaruh non-Islam atas evolusi mazhab- mazhab kalam, meskipun
tak dapat ditolak, mudah menjadi berlebih-lebihan. Banyak tema kalam masa awal,
seperti status orang berdosa atau persoalan legitimasi politik, muncul dari
konteks Islam sendiri.[3]
Berkaitan
dengan komponen kedua –kerangka spekulatif–, kelompok-kelompok kalam awal tidak
menghasilkan sistem yang mapan. Kemunculan Mu`tazilah merupakan upaya awal
untuk mengkonstruk sistem tersebut berdasarkan pada lima prinsip (keesaan
Tuhan, keadilan Tuhan, peringatan Tuhan, manzilah bayn manzilatayn, dan amar
ma`ruf nahy munkar). Mu`tazilah juga membawa pengaruh keyakinan penuh pada rasio
manusia dan akibatnya kurang merujuk pada otoritas teks yang sering mereka
tentang. Komponen ketiga rasionalisasi
atau keselarasan pandang- an dengan kerangka spekulatif, juga memperoleh tampat
de- ngan munculnya Mu`tazilah yang mencoba mensistematisasi kerangka
kepercayaan keagamaan dan mengharmonikan kom ponen-komponennya, yang
memprovokasi kontroversi men- dalam karena mereka berusaha menafsirkan kembali
unsur- unsur kunci ortodoksi dalam rangka mencapai tujuan tersebut.
Upaya
sistematisasi tak terelakkan membawa pada munculnya persoalan-persoalan
filosofis. Pemikir Mu`tazilah belakangan, seperti al-`Allaf dan Ibrahim
al-Nazzam (w. 846), merefleksikan dalam tesis-tesis mereka pengaruh teks-teks
dan pandangan du- nia filsafati Yunani yang dipengaruhi oleh spekulasi
Hellenistik. Mazhab Asyariyah khususnya al-Juwayni dan al-Ghazali, secara
formal memperkenalkan alat-alat logika Aristotelian dalam me- todologi kalam
(Pavlin, 1996). [4]
Pengenalan
tema-tema dan metode-metode filsafati serta penggunaan logika formal dalam
tradisi Aristotelian menyajikan perkembangan signifikan dalam kalam. Sebelum
itu, argumen- argumen kalam mempergunakan analisis teks dan linguistik sebagai
alat utama. Meskipun ada pengaruh spekulasi filsafati dan penggunaan logika
Aristotelian, kalam tetap kokoh bersandar dalam kerangka Islam khususnya.
Teks-teks
otoritatif secara rutin dikutip untuk memperkuat argumen, sementara tuduhan
bidah dipandang sebagai cara menolak argumen apa pun (Watt, 1962). Meski tanpa
bantuan filsafat, Asy’ariyah memperkenalkan dalam kalam skeptisisme yang tajam
sehingga berdampak pada bidang argumen rasional. Skeptisisme ini diperkenalkan
secara panjang lebar oleh al-Ghazali (1985) yang menggunakannya untuk menggusur
Neoplatonisme dari para filosof yang telah dipengaruhi Hellenisme. Pendekatan
ini berpotensi memberi- kan kontribusi jauh lebih banyak pada kemajuan
pengetahuan daripada replikasi dogmatis dari tesis-tesis filsafati, sayangnya
potensi ini tidak terwujud karena para praktisi kalam lebih ber minat pada
upaya menghancurkan arugumen-argumen lawan mereka daripada membangun alternatif-alternatif
yang mungkin.[5]
B.
Metode Studi
Tasawuf
1.
Pengertian Tasawuf
Dari
sejumlah bahas terdapat sejumlah bahasa/istilah yang dihubungkan para ahli
untuk menjelaskan tentang tasawuf. Harun Nasution misalnya, ia menyebutkan lima
istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu Al-Suffah (orang yang ikut pindah
dengan nabi dari Mekkah ke Madinah). Saf (barisan), Sufi (suci), Sophos (bahasa
Yunani: hikmah) dan Suf (kain wol).[6]
Keseluruhan kata ini bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Yakni kata al-Suffah
(orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah) misalnya
menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa raganya/harta benda
semata-mata karena Allah. Mereka rela meninggalkan semuanya di Mekkah untuk
hijrah bersama Nabi ke Madinah. Selanjutnya kata Saf (menggambarkan orang yang
selalu berada di barisan depan dalam beribadah dan melakukan kebajikan)
demikian pula kata Sufi (suci) menggambarkan orang yang selalu memelihara
dirinya dari berbuat dosa dan kata Sophos (hikmah) menggambarkan keadaan jiwa
yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.[7]
Dari
segi bahas dapat segera dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu
memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk
kebahagiaan dan selalu bersikap bijaksana, sikap jiwa yang demikian itu pada
hakikatnya adalah Ahlak yang mulia.
Adapun
pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung
kepada sudut pandang yang digunakan masing-masing. Selama ini ada tiga sudut
pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf yakni sudut
pandang manusia sebagai mahluk terbatas, manusia seabgai mahluk yang harus
berjuang dan manusia sebagai mahluk bertuhan.[8]
Pada
intinya tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat
membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin ahlak
yang mulia dan dekat dengan Allah Swt. Inilah esensi atau hakikat tasawuf itu
sendiri.
2. Sumber Tasawuf
a.
Unsur Islam
Secara ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah atau
jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang
bersifat batiniah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini
mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, al-Qur'an, dan
al-Sunnah serta praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Misalnya al-Sunnah
banyak berbicara tentang kehidupan rohaniyah. Berikut ini terdapat teks Hadits
yang dapat dipahami dengan pendekatan tasawuf.
كُنْتُ
مَنْزًا مُخْفِيًّا فَلَحْبَيْتُ اَنْ اُعْرَفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَبِى عَرَ
فُوْنِيْ
Hadits tersebut memberikan petunjuk bahwa alam raya, termasuk kita ini
adalah merupakan cermin Tuhan, atau bayangan Tuhan. Tuhan ingin mengenal
dirinya melalui penciptaan alam ini. Dengan demikian dalam alam raya ini
terdapat potensi ketuhanan yang dapat didayagunakan untuk mengenal-Nya. Dan apa
yang ada di alam raya ini pada akhirnya akan kembali kepada Tuhan.
b. Unsur Luar Islam
1) Unsur Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara pendekatan, khususnya dalam hal latihan
jiwa dan ibadah, unsur-unsur tasawuf yang diduga mempengaruhi tasawuf Islam
adalah sikap fakir. Menurut keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah
seorang yang fakir dan Injil juga disampaikan kepada orang fakir, Isa berkata:
“Beruntunglah kamu orang-orang miskin, karena bagi kamulah kerjaan Allah.
Beruntunglah kamu orang yang lapar karena kamu akan kenyang”. Selanjutnya
adalah sikap tawakkal kepada Allah dalam soal penghidupan.
2) Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia di mana
perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayyah dan puncaknya pada Daulah
Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi
pola berpikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau
pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam taraf amaliah
(akhlak) dalam pengaruhi filsafat Yunani ini, maka uraian-uraian tentang
tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf filsafat.
3) Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama,
yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra.
Tasawuf itu bersumber dari ajaran Islam itu sendiri mengingat yang dipraktekkan
Nabi dan para sahabat. Semuanya berlandasan kepada al-Qur'an dan al-Sunnah.
Akan tetapi tidak dipungkiri bahwa setelah tasawuf itu, berkembang menjadi
pemikiran mendapat pengaruh dari filsafat Yunani, Persia, dan lain sebagainya.
D.
Metode Studi
Tarbiyah
Kata tarbiyah yaitu kata yang berasal dari bahasa Arab. Dalam Islam,
istilah pendidikan disebut dengan tarbiyah. Menurut ilmu bahasa, tarbiyah
berasal dari tiga pengetian kata, robbaba-robba-yarobbii yang artinya
memperbaiki sesuatu dan meluruskan. Sedang arti tarbiyah secara istilah adalah
menyampaikan sesuatu untuk mencapai kesempurnaan, dimana bentuk penyampaian
satu dengan yang lain akan berbeda sesuai dengan apa yang menjadi tujuanya. Dan
tarbiyah ini adalah suatu proses dalam pelaksanaannya, yang di dalamnya ada
proses memberi atau menyampaikan, mengembangkan, menyempurnakan yang dilakukan
secara berkelanjutan.
Menurut para ahli pendidikan, metode pendidikan yang
dipakai dalam dunia pendidikan sangat banyak. Hal ini tidak terlepas dari
tujuan yang ingin dicapai dalam dunia pendidikan, yaitu membentuk anak didik
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dan berikut ini akan beberapa metode
pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu:
1.
Metode
Ceramah, yaitu: Metode ceramah
adalah metode yang dipergunakan
sebagai alat komunikasi lisan antra guru dengan anak didik dalam proses
belajar mengajar.[9]
2.
Metode
Proyek yaitu: Metode proyek atau unit adalah cara penyajian pelajaran
yang bertitik tolak dari suatu masalah,
kemudian
dibahas dari berbagai segi yang
berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna. Penggunaan metode ini bertolak dari
anggapan bahwa pemecahan masalah tidak akan tuntas bila tidak
ditinjau dari berbagai segi. Dengan
perkataan lain,
pemecahan
setiap masalah perlu melibatkan bukan hanya satu mata pelajaran
atau bidang
studi
saja,
kecuali hendaknya melibatkan
berbagai mata pelajaran yang ada kaitnya dan sumbangannya bagi pemecahan
masalah tersebut, sehingga setiap masalah dapat dipecahkan secara keseluruhan yang berarti.[10]
3.
Metode
Eksperimen yaitu: Metode eksperimen (percobaan)
adalah cara pengajaran di mana guru dan murid bersama-sama
melakukan suatu latihan atau
percobaan untuk mengetahui pengaruh atau akibat dari suatu aksi
dalam proses belajar mengajar dengan metode percobaan
ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami
sendiri
atau melakukan sendiri, mengikuti
suatu proses, mengamati suatu objek,
menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri
mengenai suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu. Dengna
demikian siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau
mencoba
mencari suatu
hokum atau dalil,
dan
menarik kesimpulan atau proses yang dialaminya itu.
4.
Metode
Resitasi yaitu: Metode resitasi biasa disebut
metode pekerjaan rumah, karena siswa diberi tugas-tugas
khusus di luar jam pelajaran.
Metode ini dilakukan apabila guru mengharapkan pengetahuan yang diterima siswa lebih mantap, dan mengafektifkan mereka dalam mencari atau mempelajari suatu masalah
dengan lebih banyak membaca,
mengerjakan sesuatu secara langsung.[11]
5.
Metode
Diskusi yaitu: Metode diskuis adalah cara penyajian pelajaran,
dimana siswa dan siswa dihadapkan
kepada suatu masalah yang bias berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat
problematic untuk
dibahas dan dipecahkan bersama. Teknik diskusi adalah salah satu
teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh seseorang guru di
sekolah. Di dalam diskusi ini proses belajar mengajar
terjadi, dimana interaksi antara dua atau
lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman,
informasi, memcahkan masalah,
dapat terjadi juga semuanya aktif, tidak ada yang pasif sebagai
pendengar saja.[12]
6.
Metode
Sosiodrama yaitu: Metode sosiodrama dan role playing dapat dikatakan sama artinya, dan
dalam
pemakaiannya sering
disilihgantikan. Sosiodrama adalah
mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungan
dengan masalah social.[13]
Sedangkan menurut Engkoswara metode drama adalah
suatu drama tanpa naskah
yang akan dimainkan oleh sekelompok oran.[14]
7.
Metode
Demontrasi yaitu: Metode demontrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran
dengan meragakan atau mempertunjukan
kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu
yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan,
yang sedang sering isertai dengan penjelasan lisan.[15]
8.
Metode
Latihan yaitu: Metode latihan yang disebut
juga metode training
merupakan
suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan
kebiasaan- kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana untuk memelihara
kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain itu, metode ini dapat juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan,
ketepatan, kesempatan, dan
ketrampilan. Penerapan metode latihan pada Pendidikan agama Islam pendidik mempersiapkan latihan dari mata pelajaran yang sudah disajikan kepada siswa supaya siswa
memperoleh suatu ketangkasan,
ketepatan, kesempatan, dan keterampilan.[16]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teologi juga berbicara tentang
berbagai masalah yang berkaitan denagn keimanan serta akibat-akibatnya, seperti
masalah iman, kufr, musyrik, murtad, masalah kehidupan ahirat denngan berbagai
kenikmatan atau penderitaannya. Hal-hal yang berkaitan dengan kallamullah orang-orang yang tidak
beriman dan sebagainya, sejalan dengan perkembangan ruang lingkup pembahasan ilmu ini, maka teologi terkadang
dinamai pula ilmu tauhid, ilmu Ushuluddin, ilmu ‘aqaid, dan ilmu ketuhanan.
Dinamai ilmu tauhid, karena ilmu ini mengajak orang agar meyakini adn
mempercayai hanya pada satu tuhan, yaitu Allah Swt, selanjutnya dinamai
Usshuluddin, karena ilmu ini membahas pokok-pokok keagamaan yaitu keyakinan dan kepercayaan kepada tuhan
dinamai pula ilmu ‘aqaid, karena denagn ilmu ini seseorang diharapkanagar
meyakini dalam hatinya secara mendalam dan mengikatkan dirinya hanya pada Allah
sebagai Tuhan.
Fiqh secara etimologi berarti
pemahaman yang mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi akal. Sedangkan
secara terminologi fiqh merupakan bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu
pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan
perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat (mukallaf) dan
diambil dari dalil yang terinci. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin
mengatakan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang bersifat amaliah
yang digali dan ditemukan dengan dalil-dalil yang tafsili
B.
Saran
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Banyak kekurangan disana-sini untuk itu mohon kiranya para pembaca
sekalian mau memberikaan masukan kritik dan saran guna perbaikan dimasa yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh. Syaikh Muhammad, 1975, Risalah
Tauhid, Jakarta Bulan Bintang
Bahri Djamarah, Syaiful dan Aswan Zein. Strategi
Belajar-Mengajar,Jakarta:
Renika Cipta, 1996
Baidhawi. Zakiyuddon, 2011, Islamic
Studies, Pendekatan dan Metode, Yokyakarta:
Insan Madani
Daradjat dkk, Zakiah. Metodologi Pengajaran
Agama
Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Khaldun. Ibn, 2012, Mukaddimah, Jakarta Timur: Pustaka
Al-Kautsar
Nasution. Harun, 1983, Falsafat
dan Mistisisme dan Islam Jakarta: Bulan
Bintang
Nata. Abudin, 1996, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Usman, M.Basyiruddin. Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat