BAB I
PENDAHULUAN
A.
Rumusan Masalah
Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses
pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri,
pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia
yang berkualitas dan pembangunan sektor ekonomi, yang satu dengan yang lainnya
saling berkaitan dan berlangsung dengan berbarengan.
Dalam dunia pendidikan, kurikulum berperan aktif untuk membentuk
karakter bangsa, melalui materi-materi hingga kegiatan-kegiatan belajar yang
dilakukan di Sekolah ataupun di luar sekolah. Menurut sejarah, kurikulum
berkembang mulai dari dipublikasikannya buku The Curiculum yang ditulis
oleh Franklin Bobbit pada tahun 1918. Di Indonesia, kurikulum juga sudah
dikenal sejak lama, yang terakhir kita dengar adalah kurikulum KTSP, KBK, dan
sekarang di perbaiki lagi menjadi kurikulum 2013. Itu semua dilakukan adalah
dengan dalih alasan kebutuhan masyarakat dan bangsa yang selalu berubah-ubah sesuai
dengan zaman dan teknologi yang diganakan pada saat itu.
Inovasi kurikulum adalah sebuah kegiatan yang dilakukan untuk
memperbaharui kurikulum itu, guna menjawab kebutuhan tadi. Maka, karena itu lah
tulisan ini sengaja dibuat untuk menjadi bahan bahasan dan perbandingan untuk
calon-calon pendidik, terutama kawan-kawan yang duduk disemster VI Tarbiyah,
Jurusan PAI STAI YAPTIP.
B.
Batasan Masalah
Masalah
Inovasi kurikulum sangat banyak sekali dan bahasannya sungguh sangat kompleks
dan mencakup berbagai priode perkembangan kurikulum. Namun dalam tulisan ini,
penulis membatasi diri hanya membahas poin-poin tertentu, mengingat betapa
singkatnya waktu, dan minimnya biaya. Maka dengan sengaja, penulis hanya
membahas hal-hal yang berkaitan dengan kurikulum dan masa depan bangsa
BAB II
PEMBAHASAN
KURIKULUM DAN MASA DEPAN BANGSA
A.
Pengaertian
Secara
harfiyah kurikulum berasal dari bahasa latin, curriculum yang berarti
bahan pengajaran.[1]
Kata kurikulum selanjutnya menjadi suat istilah yang digunakan untuk
menunjukkan pada sejumlah mata pelajaran yang ditempuh untuk mencapai suat
gelar atau ijazah. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow and Crow yang
mengatkan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isinya sejumlah mata
pelajaran yang disusun secara sistematis, sebagai syarat untuk menyelesaikan
suat program pendidikan tertentu.[2]
Kurikulum
menurut para ahli yang lain:
ü Oemar Hamalik (2013: 17) kurikulum adalah suatu
perogram pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program
itu siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan
perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan
pembelajaran.[3]
ü Zakiyah Darajat (1992: 121) kurikulum sebagai
suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk
mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.[4]
ü Dr. Addamardhasyi Sarhan dan Munir Kamil yang
disitir oleh Syaibani dalam Ramayulis (2012: 231) kurikulum adalah sejumlah
pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah taga, dan Kesenian yang
disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di luar sekolah dengan
maksud menolong untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah
laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.[5]
B. Landasan Perubahan Kurikulum
Secara jelas tujuan pendidiakn Nasional yang
bersumber dari sistem nilai Pancasila dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 khususnya pasal 3 “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.[6]
Oleh sebab itulah, maka perlu disusun
sebuah sistem kurikulum yang basisnya adalah
kompetensi seluruh peserta didik (KBK). Makna yang terkandung
dan tersirat dalam KBK terdiri dua hal, yaitu: pertama KBK mengharapkan adanya
hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui
serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan kedua KBK memberikan peluang
pada siswa sesuai dengan keberagaman yang dimiliki masing-masing.
Setelah kurikulum KBK dijalankan sekitar kurang lebih sembilan tahun,
kementertian pendidikan kembali merumuskan adanya kurikulum baru demi menjawab
kebutuhan peserta didik dan bangsa yan g sesuai den gan perkembangan zaman
yuang ada, setelah perum usan itu ada, maka munculllah kurikulum baru yang disebut dengan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP)
Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan mengubah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
menjadi Kurikulum 2013. Hal ini dilandasi beberapa alasan, antara lain:
1.
Guru yang
selama ini bertugas menjadi pendidik ternyata tidak mampu membuat kurikulum
sendiri sehingga KTSP tidak berjalan sempurna.
2.
Sejak tahun
1984 aspek pembelajaran di sekolah lebih didominasi oleh aspek kognitif.
Sedangkan aspek afektif dan psikomotorik dilupakan.
3.
Pendidikan
yang dijalankan di Indonesia selama ini lebih ditekankan pada ilmu
(study) bukan belajar (learn). Oleh karena itu, pendidikan karakter kebangsaan
menjadi terabaikan.[7]
Pada
kurikulum 2013 ini nantinya akan memunculkan 3 jenjang kurikulum, yakni:
1.
Kurikulum
tingkat nasional yang disosialisasikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
2.
Kurikulum
daerah yang disosialisasikan oleh setiap daerah. Dalam hal ini pendidikan
muatan local tetap dijalankan.
3.
Kurikulum
yayasan, misalnya yayasan PGRI, Muhamadiyah, Tamansiswa dan lain-lain.
Kurikulum yayasan ini sifatnya tidak memaksa, artinya boleh dijalankan boleh
tidak.[8]
Dalam
kurikulum 2013 ini pendidikan karakter kebangsaan yang selama ini terbaikan
akan dimunculkan kembali di setiap matapelajaran. Sehingga semua guru harus
mampu mengintegrasikan pendidikan karakter kebangsaan ini pada mata pelajaran
yang diampunya. Kurikulum 2013 “memaksa” guru untuk memiliki kompetensi
pedagogic berbasis TIK sehingga pembelajaran di sekolah menjadi lebih
menyenangkan.
Para ahli
menyampaikan bahwa “Melalui kurikulum
2013 semua potensi peserta didik akan dikembangkan.” Misalnya kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, sosial maupun kecerdasan spiritual. Dengan
kurikulum baru ini peserta didik tidak hanya mendapatkan pendidikan dari aspek
kognitif saja, namun juga akan mendapatkan aspek afektif dan psikomotorik.
Pengembangan
kurikulum 2013 yang bertemakan dapat menghasilkan insan Indonesia yang
produktif, kreatif, inovatif dan afektif melalui penguatan sikap (tahu
mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang
terintegrasi, menjadi motivasi perubahan kurikulum tersebut. Inti dari kurikulum
2013, ada upaya penyederhanaan dan tematik-integratif.[9]
C. Kurikulum dan Masa Depan Bangsa
Pendidikan merupakan
suatu proses bimbingan yang tidak akan berakhir dan mengikuti denyut kehidupan
manusia. Proses bimbingan itu tentu selalu dilakukan secara sadar dan terencana
oleh seseorang dan atau sekelompok orang terhadap orang lain agar dapat berubah
menjadi lebih baik. Al-Syaibani, Suhairini menjelaskan bahwa dalam proses pendidikan itu harus
menumbuhkan tiga potensi yang ada pada diri manusia yaitu
potensi jasmaniyah, potensi akliyah
(akal) dan potensi akhlakiyah (akhlak).[10]
Perubahan ke hal yang lebih baik dalam makna pendidikan itu adalah jasmani
dapat sehat dan kuat, akal dapat mengetahui dan dapat beramal dengan akhlak
yang mulia. Karena itulah maka Ki Mohammad Said R. (Dr. M. Sukardjo,2009)
mengemukakan hakekat pendidikan yang sesungguhnya yaitu seseorang mampu
mengembangkan seluruh kemampuan (potensi) yang dimilikinya, sikap-sikap dan
bentuk-bentuk prilaku yang bernilai positif di masyarakat.[11]
Berbicara masalah
kurikulum bila dikaitkan dengan berbagai persoalan yang ada dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dewasa ini, sudahkah kita memahaminya secara tepat ?
Dalam Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 1:19 menjelaskan bahwa kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum dalam
pengertian tersebut hanya merupakan seperangkat rencana dan peraturan yang berakaitan dengan masalah tujuan, isi serta bahan pelajaran. Rencana dan pengaturan
tersebut selanjutnya hanya digunakan
sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran. Makna kurikulum seperti ini terlalu
sempit bahkan mungkin dipahami oleh guru dan kepala sekolah dalam pengertian
yang sempit pula bahwa kurikulum itu hanya berupa rencana atau aturan yang
telah disusun oleh guru seperti menyusun KTSP, membuat silabus, membuat program
tahunan dan program smester, membuat SAP/RPP, melaksanakan kegiatan
pembelajaran sesuai program semester yang telah dibuat, membuat soal ujian,
melaksanakan ujian, memeriksa bahan ujian dan menganalisis hasil ujian,
menyususn program pengayaan dan melaksanakannya dan pada akhirnya guru dan pihak
sekolah terlalu terfokus pada pencapaian tujuan dari pendidikan yang dimaksud
dalam pengertian kurikulum tersebut adalah siswa dapat memperoleh nilai yang
baik dan dapat berpindah ke kelas yang lebih tinggi dan atau dapat lulus pada
Ujian nasional.
Makna kurikulum yang
dipahami oleh seluruh komponen sekolah seperti ini tentu telah mengaburkan
konsep taksonomi pendidikan seperti yang disebutkan oleh Bloom bahwa pendidikan
itu setidak-tidaknya harus menyentuh pada tiga ranah yakni ranah kognitif,
afektif dan psikomotor atau oleh Al-Syaibany bahwa pendidikan harus menumbuhkan potensi jasmani,
akal dan akhlak. Pemahaman guru dalam konteks melaksanakan kegiatan
pembelajaran seperti dijelaskan diatas telah memaksa daya dan kemampuan untuk
berusaha menyelesaikan seluruh bahan/materi pembelajaran yang telah disusun
sesuai program semester yang lebih cendrung pada aspek kognitif sehingga aspek
afektif dan psikomotor pasti terabaikan. Dan bahkan masalah moral dan akhlak
tidak dipedulikan lagi oleh sang guru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara jelas tujuan pendidiakn Nasional yang bersumber dari sistem nilai
Pancasila dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 khususnya pasal 3
“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Kurikulum dalam
pengertian tersebut hanya merupakan seperangkat rencana dan peraturan yang berakaitan dengan masalah tujuan, isi serta bahan pelajaran. Rencana dan pengaturan
tersebut selanjutnya hanya digunakan
sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran. Makna kurikulum seperti ini terlalu
sempit bahkan mungkin dipahami oleh guru dan kepala sekolah dalam pengertian yang
sempit pula bahwa kurikulum itu hanya berupa rencana atau aturan yang telah
disusun oleh guru
B. Saran
Demi
khasanah keilmuan, dan kesempurnaan tulisan ini, kritikan, saran dan masukan
dari saudara/i sangat dibutuhkan, buat kebaikan pemahaman kita di hari yang
akan datang.