BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan
umat islam masyarakat meyakini dan mengetahui bahwa shalat merupakan perintah yang
harus di lakukan atau di anjurkan oleh ummat islam itu sendiri. Didalam
pelaksanaan sjolat ada beberapa hal yang harus di lakukan seseorang yang hendak
melaksanakan sholat seperti mempunyai wudu’ suci tempatnya atau pekayannya
karna kedua hal tersebuit merupakan salah satu dari syarat shalat sehingga
ketika seseorang melakukan shalat dan keduanya ditinggalkan maka hal tersebut
dapat membatalkan shalat seseorang karena ketika salah syarat shahnya shalat di
tinggalkan maka secara langsung shalatnya itu tidak di terima oleh Tuhan, baik
itu shalat yang wajib ataupun shalat sunnah, yang keduanya itu pernah di
lakukan/dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW sehingga sampai sekarang hal itu
dilakukan secara berkesinambungan.
Shalat merupakan salah satu bentuk
interaksi langsung antara manusia dengan tuhannya, maka dari itu ketika kita
melakukan atau melaksanakan shalat kita di anjurkan untuk khususk dalam shalat
yang dia lakukan supaya shalat tersebut bisa di terima oleh tuhan Yang Maha
Esa, selain dari itu shalat memiliki berbagai macam keistimewaan.
Didalam
pelaksanaan shalat Allah tidak memberatkan ummatnya, artinya shalat dapat di
tinggalkan ketika seseorang ersebut mempunyai halangan seperti haid bagi wanita
dan masih banyak contoh yang lain, dan Allah juga memberikan keringanan
terhadap pelaksanaan shalat seperti memperpendek sholat.
B.
Rumusan dan batasan masalah
1.
Rumusan Masalah
a. Apasaja yang
membathalkan sholat?
2.
Batasan Masalah
a. hal-hal yang
menbatalakan sholat
C.
Tujuan penulisan
Dari latar
belakang, rumusa, dan batasan masalah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Agar memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yan g membathalkan
sholat, agar dapat menjauhinya
2.
Untuk mengembankan wawasan tentang fiqih ibadah, sesuai konsep
fiqih islam
3.
Untuk melengkapi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan semester
dua prodi S1.
BAB II
PEMBAHASAN
HAL-HAL YANG MEMBATHALKAN SHOLAT
A.
Terjadi sesuatu yang membathalkan wuduk
Wudhu’ adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan
sholat. Sah atau tidak sholat, sangat bergantung pada wudhu’ disamping
syarat-syarat lainnya. Oleh karena itu masalah wudhu’ ini supaya diperhatikan benar, sehingga sholat
yang dikerjakan tidak sia-sia.
Mengenai hal-hal yang membatalkan wudhu’, terdapat perbedaan pendapat
para ulama mujtahid. Berikut adalah hal-hal yang membatalkan wudhu’, dan
ikhtilaf ulama didalamnya:
1.
Keluar Sesuatu Dari Dua Jalan
Keluar sesuatu dari dua jalan (qubul= kemaluan dan dubur= pelepasan),
seperti buang air kecil, buang air
besar, keluar madzi (air kuning encer yang biasanya keluar dari qubul ketika
seseorang merasakan nikmat), wadzi (air kental dan putih, serupa dengan air
mani, biasanya keluar setelah kencing), mani, angin dan lain-lain.[1]
Sebagai dalilnya adalah firman Allah:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَقۡرَبُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمۡ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ
تَعۡلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ
تَغۡتَسِلُواْۚ وَإِن كُنتُم مَّرۡضَىٰٓ أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوۡ جَآءَ أَحَدٞ
مِّنكُم مِّنَ ٱلۡغَآئِطِ أَوۡ لَٰمَسۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمۡ تَجِدُواْ مَآءٗ
فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدٗا طَيِّبٗا فَٱمۡسَحُواْ بِوُجُوهِكُمۡ وَأَيۡدِيكُمۡۗ
إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا ٤٣
Artinya:
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga
kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu
dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan
jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air
atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.[2]
لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةً بِغَيْرِ
طَهُوْرٍ
Artinya:
“Allah tidak menerima sholat seseorang apabila dia
berhadats (keluar sesuatu dari qubul atau dubur), sebelum dia berwudhu’” (HR:
Muttafaq Alaih).[3]
2.
Hilang Akal
Hilang aqal yang dimaksud disini adalah keadaan akal yang
tidak lagi sadar, sebab tidur,[4]
gila, mabuk,[5]
sawan, dan tertidur dalam keadaan bukan duduk.[6]
3.
Bersentuh kulit laki-laki dengan
perempuan yang bukan muhrim[7]
4.
Menyentuh kemaluan manusia atau
kemaluan sendiri dengan perut telapak tangan.[8]
B.
Terkena Najis
Shalat menjadi
batal jika jatuh kepada orang yang sedang melaksanakan sholat, yaitu najis yang
tidak bisa dimaafkan.[9]
C.
Salah satu dari rukun sholat itu tertinggal
D.
Secara sengaja mengucapkan ucapan diluar apa yang dibaca diwaktu
sholat[10]
Dalam
sholat sudah ada ketentuan apa saja yang mesti dibaca (diucapkan) sesuai dengan
keterangn hadist maupun ijma’ ulama, dalam hal ini ada sebuah hikayat yang
diriwayatkan oleh Zaid bin Arqam R.A. “kami berkata-kata dalam sholat, sehingga
turun ayat [berdirilah kepada tuhanmu dengan seksama] kemudian kami
disuruh diam dan kami dilarang berkata-kata. Dan Rasulullah shallallohu
alaihi wasallam bersabda:
ان
هذه الصلاة لا يصلح فيها شيئ من كلام الناس انما هو التسبيح و النكبير و قراءة
القرأن
Sesungguhnya
sholat ini, tidak boleh ada padanya sesuatu perkataan manusia, kecuali hanya
tasbih, takbir, dan bacaan al-Qur’an.[11] [12]
E.
Banyak bergerak[13]
F.
Terbuka aurat
لَا يُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي اَلثَّوْبِ اَلْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى
عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْءٌ
Artinya:
Menurut riwayat Bukhari-Muslim dari hadits Abu Hurairah
Radliyallaahu 'anhu beliau bersabda: Janganlah seseorang di antara kamu sholat
dengan memakai selembar kain yang sebagian dari kain itu tidak dapat ditaruh di
atas bahunya.[14]
G.
Berubah niat
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه
وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ
مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ
إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ
امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْ
Artinya:
Dari
Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya
mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya
setiap perbuatan tergantung
niatnya. Dan
sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang
dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah
dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa
yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya
maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.[15]
H.
Membelakangi kiblat
وَعَنْ عَامِرِ بْنِ
رَبِيعَةَ رضي الله عنه قَالَ : ( كُنَّا مَعَ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي
لَيْلَةٍ مَظْلَمَةٍ فَأَشْكَلَتْ عَلَيْنَا اَلْقِبْلَةُ فَصَلَّيْنَا
. فَلَمَّا طَلَعَتِ اَلشَّمْسُ إِذَا نَحْنُ صَلَّيْنَا إِلَى غَيْرِ
اَلْقِبْلَةِ فَنَزَلَتْ : (فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اَللَّهِ
) ) أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ
Artinya:
Amir
Ibnu Rabi'ah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami pernah bersama Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam dalam suatu malam yang gelap maka kami kesulitan menentukan
arah kiblat lalu kami sholat. Ketika matahari terbit ternyata kami telah sholat
ke arah yang bukan kiblat maka turunlah ayat (Kemana saja kamu menghadap maka
disanalah wajah Allah). Riwayat Tirmidzi. Hadits lemah menurutnya.[16]
I.
Tertawa terbahak-bahak
J.
Murtad
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِي ٱللَّهُ
بِقَوۡمٖ يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ
عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ
لَآئِمٖۚ ذَٰلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ
عَلِيمٌ ٥٤
Artinya:
Hai
orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah,
dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui[17]
حديث ابْنِ
عَبّاس قَالَ إِنَّ وَفْدَ عَبْدِ الْقَيْسِ لَمّا أَتَوُا النَّبِيَّ صلى الله
عليه وسلم قَالَ: مَنِ الْقَوْمُ أَوْ مَنِ الْوَفْدُ قَالُوا: رَبِيعَةَ قَالَ:
مَرْحَبًا بِالْقَوْمِ أَوْ بِالْوَفْدِ غَيْرَ خَزايا وَلاَ نَدَامَى فَقالُوا:
يا رَسُولَ اللهِ إِنَّا لاَ نَسْتَطِيعُ أَنْ نَأْتِيَكَ إِلاَّ في الشَّهْرِ
الْحَرامِ، وَبَيْنَنَا وَبَيْنَكَ هَذا الْحَيُّ مِنْ كُفّارِ مُضَرَ، فَمُرْنَا
بِأَمْرٍ فَصْلٍ نُخْبِرْ بِهِ مَنْ وَرَاءَنا وَنَدْخُلْ بِهِ الْجَنَّةَ
وَسَأَلُوهُ عَنِ الأَشْرِبَةِ فَأَمَرَهُمْ بِأَرْبَعٍ وَنَهاهُمْ عَنْ أَرْبَعٍ:
أَمَرَهُمْ بِالإِيمانِ بِاللهِ وَحْدَهُ، قَالَ: أَتَدْرُونَ مَا الإِيمانُ
بِاللهِ وَحْدَهُ قَالُوا: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: شَهادَةُ أَنْ لاَ
إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَإِقامُ الصَّلاةِ
وَإِيتاءُ الزَّكاةِ وَصِيامُ رَمَضَانَ وَأَنْ تُعْطُوا مِنَ الْمغنَمِ الْخُمُسَ
وَنَهاهُمْ عَنْ أَرْبَعٍ: عَنِ الْحَنْتَمِ وَالدُّبَّاءِ وَالنَّقِيرِ
وَالمُزَفَّتِ وَرُبَّما قَالَ المُقَيَّرِ وَقالَ: احْفَظُوهُنَّ وَأَخْبِرُوا
بِهِنَّ مَنْ وَراءَكُمْ
Artinya:
Ibn Abbas r.a. berkata:
Ketika utusan dari Abdul-Qays datang kepada Nabi saw. ditanya: Utusan siapakah
kalian? Jawab mereka: Rabi'ah. Maka disambut oleh Nabi saw.: Selamat datang
rombongan utusan yang tidak kecewa dan tidak akan menyesal. Lalu mereka berkata:
Ya Rasulullah, kami tidak dapat datang kepadamu kecuali dalam bulan haram
(Rajab, Dzukja'dah, Dzulhijjah, Muharram), sebab di antara kami dengan kamu ada
suku kafir dari Mudhar (ya'ni yang selalu merampok di jalanan), karena itu
ajarkan pada kami ajaran yang jelas terperinci untiik kami beritakan pada
orang-orang yang di belakang kami, dan dapat memasukkan kami ke sorga, juga
mereka menanykan tentang minuman. Maka Nabi saw. menyuruh mereka empat dan
mencegah dari empat: Menyuruh beriman kepada Allah saja. Lalu ditanya: Apakah
kalian mengerti apakah iman pada Allah saja itu? Jawab mereka: Allah dan
Rasulullah yang lebih mengetahui. Maka sabda Nabi saw.: Percaya bahwa tiada
Tuhan kecuali Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah, dan mendirikan shalat, dan
mengeluarkan zakat dan puasa bulan Ramadhan, dan memberikan seperlima dari
hasil ghanimah, dan melarang mereka membuat minuman dalam genuk, atau dibuat
dalam labu, ataii melobangi batang pohon, atau bejana yang dicat dengan tir.
Kemudian Nabi saw. bersabda: Ingatilah semua itu dan sampaikan pada orang-orang
yang di belakangmu. (Bukhari, Muslim).[18]
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Hal-hal yang membathalkan sholat, ada beberapa hal, di antaranya:
1.
Meniatkan dalam hati untuk menghentikan sholat
2.
Meniatkan dua waktu sholat dalam satu pelaksanaan
3.
Meyakini sholat fardhu sebagai sholat sunnah dan sebaliknya
4.
Berbicara dengan sengaja, selain dari bacaan sholat, walaupun satu
huruf yang dapat memberi pengertian
5.
Sengaja meninggal rukun sholat tanpa suatu uzur
6.
Menambah rukun sholat
7.
Menambah bilangan rakaat dengan sengaja, walaupun satu rakaat
8.
Menambah bilangan rakaat hingga dua kali lipat, walaupun dalam
keadaan lupa
9.
Bergerak lebih dari tiga kali, kecuali gerak ringan
10.
Berhadats, baik hadats kecil ataupun hadats besar. Dapat ditandai
dengan terjadinya hal-hal yang membathalkan wuduk
11.
Terkena najiz yang tidak dimaafkan
12.
Membiarkan aurat terbuka
13.
Membelakangi kiblat, kecuali bagi orang yang sholat di atas
kendaraan
14.
Makan
15.
Minum
16.
Tertawa terbahak-bahak ketika dalam sholat
17.
Mendahului imam dalam sholat berjamaah
18.
Tertinggal hingga dua rukun berturut-turut dalam sholat berjamaah
19.
Murtad
B.
Saran
Penyusun mengakui bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kelemahan dan kekurangan yang semestinya perlu ditambah dan diperbaiki. Uraian
dan contoh yang diambil masih sangat kurang. Oleh sebab itu, segala masukan
yang bersifat positif sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dimasa yang akan datang. Harapan penyusun semoga inti dari permasalahan yang
kita bahas ini dapat dipraktikkan di kehidupan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Abu
Bakr. Imam taqiyuddin,t.th. Kifayatul
Akhyar, Surabaya: nurul Huda
al-Asyfahani.
2011, Abu Suja’, Matn abu Suja’,
Solo: Media Zikir
Al-Hadromy.
Samir bin Salim, Safinah an-Najah, Jakarta: Maktabah Sa’diyah
putra
Asy-Syathiri.
Ahmad Bin Umar, 2007, nailurroja’ Bi Syarhi Safinatunnajah, (Beirut:
Darul Manhaj
Baqi.
Muhammad Fu’ad Abdul, 2006, al-Lu’lu’
Wal Marjan, Surabaya: PT. Bina Ilmu
Depertemen
Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surakarta: CV. Alhanan).
Hasan.
M. Ali, 2002, Perbandingan Mazhab Fiqh, Raja Grafindo Persada. Jakarta
Ibn
Hajar, 2011, Bulughul maram, Surabaya:
bintang Usaha Jaya
Imam
bukhori, 2010, Shohihul Bukhori, Jakarta: Pustaka amani
Syarifuddin.
Amir, 2010, garis-garis Besar Fiqih, (Jakrta:
Kencana Prenada Media Group