BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berbicara mengenai hadits yang sudah tersebar luas di seluruh
sentereo jagad raya ini, tentu hal tersebut tidak lepas dari peran penting para
aktor di belakangnya. Para aktor tersebut adalah perawi hadits dan tokoh-tokoh yang mendalami ilmu hadits yang tentu hebat karena
mereka memiliki potensi diri yang baik, baik dari segi intelektual, tetapi juga
emosional dan spiritual. Untuk melakukan hal ini, tentu tidak sembarang orang
bisa melakukannya. Sebab, tidak mudah untuk dan dalam
melaksanakan tugas ini
atau tentu banyak rintangan dan perjuangan, namun hal ini juga tidak menutup
kemungkinan kita bisa menjadi seperti merka. Untuk itu, kita perlu mengetahui
lebih jauh bagaimana aktor-aktor hebat tersebut. Dengan harapan kita bisa
menjadikan mereka sebagai tauladan atau motivasi bagi kita untuk menjadi orang
besar dan hebat.
B.
Rumusan dan Batasan Masalah
1.
Rumusan Masalah
a.
Biografi Perawi hadis Sahih al-Bukhori
b.
Biografi Perawi hadis Sahih Muslim
c.
Biografi Perawi hadis Sunan Abu Dud
d.
Biografi Perawi hadis Sunan Turmizi
e.
Biografi Perawi hadis Sunan Nasa’i
f.
Biografi Perawi hadis Sunan Ibn Majah
2.
Batasan Masalah
a.
Sahih al-Bukhori
b.
Sahih Muslim
c.
Sunan Abu Dud
d.
Sunan Turmizi
e.
Sunan Nasa’i
f.
Sunan Ibn Majah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Al-Bukhari (194
H – 256 H = 810 M - 870M)
Nama lengkap Imam al-Bukhari adalah Muhamad bin Isma’il bin Ibrahim
bin al-Mughirah bin Bardizbah, tetapi Barduzbah yang merupakan bahasa daerah
Bukhara yang berarti petani. Sedangkan panggilan Imam al-Bukhari adalah Abu
Abdillah. Imam al-Bukhari lahir pada hari Jum’at, 13 Syawal 194 H/21 Juli 810
M, di kota Bukhara yang sekarang termasuk daerah Uzbekistan, Rusia.
Ayah Imam al-Bukhari, yang mempunyai panggilan Abul Hasan, adalah
seorang ulama besar dalam bidang hadits. Imam al-Bukhari menulis biografi
ayahnya di kitab karyanya yang berjudul At-Târikh Al-Kabîr, 1/342-343.[1]
Guru-guru Imam al-Bukhari terdapat 1080 orang. Sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Muhammad bin Abi Hatim dari Imam al-Bukhari, dia berkata yang
artinya, “Aku telah menulis hadits dari 1080 orang guru. Mereka adalah ulama
ahli hadits yang telah menghafalkan hadits.” Diantara mereka adalah Muhammad bin Abdillah al-Anshari, Ada bin Abi
Iyas, Qutaibah bin Sa’id, Abu Hatim ar-Razi, dan Husain bin Muhammad al-Qabani.
Berangkat dari banyak guru Imam al-Bukhari, maka tidak heran jika
ia menjadi sosok imam yang kaya akan ilmu dan pengetahuan. Tidak hanya itu,
murid Imam al-Bukhari pun berjumlah sangat banyak, dan murid-muridnya menjadi
tokoh terkemuka di bidang hadits pada masa berikutnya. Sebagaimana yang
dikatakan oleh salah satu muridnya yaitu Imam al-Farbari, mengatakan bahwa
“Sesungguhnya murid Imam al-Bukhari yang meriwayatkan Shahih Al-Bukhari berjumlah
90.000 orang.” Diantaranya seperti Muslim bin Hajjaj, at-Tirmidzi, An-Nasa’i
dan Ad-Darimi.
Beberapa karya imam al-Bukhari, yaitu: Al-Jami’ Ash-Sahih,
At-Tarikh Al-Kabir, At-Tarikh Al-Ausath, At-Tarikh Ash-Saghir, Khalqu Af’al
Al-‘Ibad, Adh-Dhu’afa’ Ash-Shaghir, Al-Adab Al-Mufrad, Juz’u Ruf’u Al-Yadain,
Juz’u Al-Qira’ah Khalfa Al-imam, Kitab Al-Kuna.
Beliau juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq,
“Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke
dalam kitab yang engkau susun (maksudnya : kitab Shahih Bukhari, pent.)?”
Beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya
susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”.
Anugerah Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di bidang
hadits telah mencapai puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para
imam yang hidup sezaman dengannya memberikan pujian (rekomendasi) terhadap
beliau. Berikut ini adalah sederet pujian (rekomendasi) termaksud:
Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Saya mendengar Ibrahim bin Khalid
Al Marwazi berkata, “Saya melihat Abu Ammar Al Husein bin Harits memuji Abu
Abdillah Al Bukhari, lalu beliau berkata, “Saya tidak pernah melihat orang
seperti dia. Seolah-olah dia diciptakan oleh Allah hanya untuk hadits”.
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata, “Saya tidak
pernah meliahat di kolong langit seseorang yang lebih mengetahui dan lebih kuat
hafalannya tentang hadits Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dari pada
Muhammad bin Ismail (Al Bukhari).
Sejak kecil, Imam al-Bukhari
menunjukan bakat cemerlang yang sangat luar biasa. Terutama
mengenai ketajaman ingatan dan hafalan yag melebihi manusia biasa.[2]
Imam Bukhari
menetapkan bahwa Hadits Shahih adalah hadits yang keshahihannya disepakati oleh
rawi tsiqah yang meriwayatkan dari seorang shahabat yang masyhur, yang tidak
terjadi perselisihan pendapat diantara para tsiqah itu sendiri. Selain itu,
mata rantai sanad hadits itu harus bersambung, tidak terputus. Syarat yang
ditetapkan oleh Imam al-Bukhari ini hamper tidak pernah diterapkan oleh ulama’
lain.[3]
B.
Imam Muslim ( 204 – 261 H = 820 – 875 M )
Nama lengkapnya adalah Abu Al-Husain Muslim ibn Al-Hajjâj
Al-Qusyairy. Beliau dinisbatkan kepada Naisabury karena beliau adalah
putera kelahiran naisabur, yakni kota kecil di Iran bagian timur laut. Ia
adalah seorang muhadditsin, hafidz lagi terpercaya. Ia terkenal sebagai ulama
yang gemar bepergian mencari hadits.
Guru-guru
Imam Muslim diantaranya adalah Yahya ibn Yahya, Abu Hasan, Ibn Hambal, yazid
ibn Mansur, ‘Amir ibn Sawad dan lain sebagainya. Sedangkan
murid-muridnya diantaranya adalah Ibrahim bin Abi Thalib, Al-Husain bin
Muhammad, Al-Qubbani, Ibnu Khuzaimah dan lain sebagainya. Karya-karya
Imam Muslim antara lain Al-Jâmi’ Al-Kabîr, kitab sahih Muslim, Al-Musnad
Al-Kabir, kitab Al-Thabaqât Al-Tâbi’in, kitâb Muhadlramîn dan lain sebagainya.
Apabila Imam
Bukhari sebagai ahli hadits nomor satu, ahli tentang ilat--ilat (cacat) hadits
dan seluk beluk hadits, dan daya kritiknya sangat tajam, maka Muslim adalah
orang kedua setelah Bukhari, baik dalam ilmu, keistimewaan dan kedudukannya.
Hal ini tidak mengherankan, karena Muslim adalah salah satu dari muridnya.
Al-Khatib al-Bagdadi berkata: "Muslim telah mengikuti jejak Bukhari,
mengembangkan ilmunya dan mengikuti jalannya." Pernyataan ini bukanlah menunjukkan
bahwa Muslim hanya seorang pengikut saja. Sebab ia mempunyai ciri khas
tersendiri dalam menyusun kitab, serta memperkenalkan metode baru yang belum
ada sebelumnya.
Imam Muslim
mendapat pujian dari ulama hadis dan ulama lainnya. Al--Khatib al-Baghdadi
meriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, katanya "Saya melihat Abu Zur'ah dan
Abu Hatim selalu mengutamakan Muslim bin al-Hajjaj dari pada guru- guru hadits
lainnya. Ishak bin Mansur al-Kausaj berkata kepada Muslim: "Kami tidak
akan kehilangan kebaikan selama Allah menetapkan engkau bagi kaum
muslimin." Ishak bin
Rahawaih pernah mengatakan: "Adakah orang lain seperti Muslim?". Ibnu
Abi Hatim mengatakan: "Muslim adalah penghafal hadits. Saya menulis hadits
dari dia di Ray." Abu Quraisy berkata: "Di dunia ini, orang yang
benar-benar ahli hadits hanya empat orang. Di antaranya adalah Muslim."
Maksudnya, ahli hadits terkemuka di masa Abu Quraisy. Sebab ahli hadits itu
cukup banyak jumlahnya.
C. Imam Abu Daud (
202 H – 275 H = 817 M – 889 M )
Nama lengkapnya adalah Imam Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’ats bin
Syidad bin Amr bin Amir. Ia adalah seorang imam terkemuka dan pioner di masanya
selain wira’i ia juga merupakan salah satu ulama yang telah menelurkan karya
dalam bidang hadits yang tanpa ada sebelumnya.
Ia adalah seorang Imam terkemuka dan
pioneer dimasanya. Selain wira’i, ia merupakan salah satu ulama yang telah
menelurkan karya dalam bidang ilmu hadits tanpa ada sebelumnya.[4]
Guru-gurunya: Abu Salamah
at-Tabudzaki, Abul Walid ath-Thayalasi, Muhammad bin Katsir al-Abdi, dsb.
Murid-muridnya:Abu Ali Muhammad bin Amr
al-Lu’lu’, Abul Hasan Ali bin al-Hasan
bin al-Abd al-Anshari, dst.[5] Karya: As-Sunan, Az-Zuhd,
al-Marasil, ar-Rijal, dst.[6]
Kriteria Syarat: Istilah hasan
adalah hadits yang ia diamkan ketika meriwayatkan hadits tanpa diiringi
penjelasan. Sedangkan hadits dha’if adalah terdapat sanad hadits yang wahn syadid maka ia dalam kitabnya berusaha
secara maksimal menjelaskan hadits menurut kemampuan ijtihadnya. Sedangkan
hadits yang menurut beliau shahih adalah sebagaimana hadits yang telah
dikeluarkan oleh imam bukhari dan muslim.
D. Imam at-Turmudzi (200 H – 279 H = 824 M – 892 M)
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin
Isa bin Muhammad bin Dahhaq. Ia lahir di Bugh yang termasuk daerah pinggiran tirmdz
timur laut propinsi Khurasan, Iran. Sejak kecil ia memiliki daya ingat yang
kuat dan tsiqah. para ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan bahwa Imam
at-Tirmidzi lahir dalam keadaan buta. Sedangkan berita yang benar adalah dia
menjadi buta ketika sudah besar, tepatnya setelah melakukan perjalanan mencari
Ilmu dan menulis kitabnya. [7]
Imam
al-Tirmidzi merupakan sosok manusia yang shalih, taqwa, wara', zuhud, dan yang
tak kalah pentingnya, kekuatan hafalannya diakui oleh para ulama. Abdurrahman
bin Muhammad al-Idrisi menuturkan, “Muhammad bin Isa bin Saurah al-Tirmidzi
al-Dharir adalah seorang imam dalam ilmu hadits yang pendapatnya banyak dirujuk
para ulama. Beliau mengarang kitab al-Jami', al-Tawarikh (sejarah), dan
al-UIlal. Sosok yang alim lagi brilian (cemerlang) ini diakui kekuatan
hafalannya.”
Perhatian
beliau sangat besar terhadan ilmu hadits sangat besar beliau menyusun kitab At
Turmudzi. Selain itu hasil-hasil
karya beliau sangat banyak. Sehingga
pujian para ulama terhadap Imam Al-Tirmidzi dalam usahanya mengembangkan hadits
dan fiqih dan ilmu-ilmu agama sangat banyak, diantaranya adalah:
a. Pernyataan Imam
Bukhari terhadap Imam At Turmudzi bahwa posisi beliau dalam ilmu hadits adalah
sangat tinggi. Imam Bukhari
berkata "Apa yang aku ambil manfaat dari padaku”.
b. Al Hafizh Al
Alim Al Idrisi berkata "ia (Imam Al-Tirmidzi) seorang dari para imam yang
memberi tuntunan kepada mereka dalam ilmu hadits, mengarang Al Jami 'Tanggal,
sebagai seorang penulis yang alim yang meyakinkan, ia seorang contoh dalam
hafalan".
c. Al Mizzi
mengatakan bahwa Imam Al-Tirmidzi salah seorang imam hafizh yang memiliki
kelebihan yang telah dimanfaatkan kaum muslimin.
d. Mubarak Ibn
Atsir mengatakan bahwa Imam Al-Tirmidzi adalah seorang ulama hafizh yang
terkenal, padanya telah terjadi pengembangan fiqih.
e. Imam
Al-Tirmidzi termasuk ahli hadits yang kuat daya hafalnya, teliti dan
terpercaya. Ibnu Hibban Al Busti
mengakui kemampuan Imam Al-Tirmidzi dalam hal menghafal, menghimpun, dan
meneliti hadits sehingga ia menjadi sumber pengambilan hadit banyak ulama
terkenal diantaranya Imam Bukhari.
Al-Hakim Abu Ahmad menukil dari gurunya, Ahmad,
“Ketika Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari meninggal, ia tidak meninggalkan
seorang ulama yang menjadi penggantinya di Khurasan selain Imam al- Tirmidzi
yang dalam pengetahuannya, luhur dalam ke-wara'-an dan kezuhudan. Imam
al-Tirmidzi senantiasa menangis sehingga beliau menjadi buta pada tahun-tahun
terakhir.”
Abu Ya'la al-Khalili pernah menuturkan bahwa
Tirmidzi merupakan figur penghafal dan ahli hadits yang mumpuni dan telah
diakui oleh para ulama. Beliau mempunyai kitab al-Jami' dan al-Jarh wa
al-TaUdil. Ia dikenal sebagai orang yang dapat dipercaya, dan sebagai ulama
yang menjadi panutan, serta berpengetahuan luas. Kitab Jami'-nya al-Tirmidzi
merupakan bukti nyata atas keagungan reputasinya tentang hadits.
Semua ini membuktikan bahwa sosok Tirmidzi
memang pantas mendapat sanjungan. Namun demikian, ternyata ada sementara ulama
yang menganggap bahwa Imam al-Tirmidzi merupakan sosok yang tidak diketahui
asal-muasal dan jatidirinya (majhul al-hal), sehingga --secara otomatis--
periwayatannya ditolak begitu saja. Pandangan seperti inilah yang antara lain
dilontarkan.
Karya-karya at-Tirmidzi paling banyak terpengaruh oleh pemikiran
al-Bukhari dalam pengfokusan bidang yurisprudensi juga menjadikannya standar
dalam menjelaskan ketidakococokan dalam naskah penyebar tradisinya.
Karya-karyanya antara lain Shama’il al-‘Ilal jami’ dan Tasmiya Ashab
Rasul Allah. Guru-gurunya adalah Zayed bin Akhzam, Qutaibah bin Said, Ishaq
bin Rahawaih da lain sebagainya. Murid-muridnya antara lain Abu Bakar Ahmad bin
Ismail As-Samarqandi, Ahmad bin Yusuf An-Nasafi, Abdullah bin Nashr dan lain
sebagainya.
Kriteria Imam at-Turmdzi dalam menshahihkan hadits lunak, tidak mutasyaddid
(ketat) dengan kata lain pernyataan shahih atau hasan terhadap suatu hadits
tidak dapat dijadikan sebagai pegangan ketika pernyataan tersebut tidak
diiringi oleh ulama yang lain. Dalam menyampaikan hadits, beliau memang
terkadang meriwayatkannya dari perawi yang su’ul al-hifzh (kemampuan
hafaannya buruk) dan perawi yang terkadang wahm. Akan tetapi beliau
tidak hanya mendiamkannya tanpa keterangan, melainkan menjelaskannya.[8]
E. Imam An-Nasa’i
Nama lengkapnya adalah Abû Abd
Al-Rahmân Ahmad ibn Syu’aib ibn Ali ibn Sinan ibn Bahr Al-Khurasani Al-Nasâ’i.
Nama beliau dinisbatkan kepada kota tempat beliau dilahirkan yaitu di kota
Nasa’ yang masih termasuk wilayah Khurasan. Ia mulai menjalani pengembaraan
untuk mempelajari hadits ketika beliau berusia lima belas tahun. Sebagian
muhadditsin menilai, bahwa beliau lebih hafidh dan lebih tinggi pengetahuannya
dibanding dengan Imam Muslim dibidang Hadits.[9] Beliau dianggap sebagai
salah satu pemimpin besar dibidang sastra hadits. Dan dia menjadi cendekiawan
dalam semua aspek hadits dan hafal sebagian besar jumlah hadits sehingga ia
dijuluki hafidz-i- hadits (penghafal hadits). [10]
Guru-guru beliau antara lain
Qutaibah ibn Sa’id, Ishaq ibn Ibrahim dan Imam-imam Hadits dari Khurasan,
Hijaz, Irak, dan Mesir. Murid-murid beliau antara lain Abu Nasher Al-Dhalaby,
Abd Al-Qasim Al-Thabary, da Abdul Karim. Karya Al-Nasâ’I diantaranya Al-Sunan
Al-Kubra, Al-Sunan Al-Mujtaba’, Kitâb Tamyiz, dan lain sebagainya. Penilaian
Imam Al-Nasa’I terhadap hadits jauh lebih ketat dibandingkan Imam Bukhari dan
Imam Muslim.[11]
Cukup banyak
karangan beliau kurang lebih 15 buku,yang lebih popular adalah Assunan yang
disusun seperti bab fiqh.Didalamnya tidak ada sang perawi yang disepakati
kritikus untuk di tinggalkannya.Dari segi kualitas hadisnya terdapat hadits
shahih,hasan dan dho’if.
Kebanyakan
kitab karangan beliau adalah mengenai fiqh ibadah,dan susunan dalam kitabnya
telah sesuai dengan tata cara ibadah yang kita kerjakan seperti biasanya,yaitu
Bab At-Thaharah diletakkan lebih awal daripada Bab-Bab yang lain.Seyogyanya
sebelum kita melaksanakan ibadah,hendaknya kita harus membersihkan anggota
tubuh kita terlebih dahulu.Setelah itu dilanjutkan dengan Bab-bab yang
lain.Dalam kitab Shahih Sunan Nasa’i,Muhammad Nashiruddin Al-Albani, jilid 1,di
dalamnya terdapat 1815 hadis yang berisikan tentang fiqh ibadah, Diantara kitab
beliau antara lain ialah : Al-Sunanu
Al-Kubra, Al Mujtaba Min Al-Sunani, dan lain sebagainya.
F. Ibnu Majah ( 207 H – 273 H = 824 M – 887 M )
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah
ibn Yazid ibn Majah. Beberapa cendekiawan muslim berpendapat bahwa “Majah”
adalah nama ibunya sehingga ia dipanggil ibn Majah. Semasa mudanya beliau
merupakan pelajar yang luar biasa dalam bidang sastra hadits dan selama 23
tahun beliau mengabdikan seluruh hidupnya untuk belajar hadits dan sastra
hadits. Beliau selalu mencatat hadits dan rangkaian riwayat baru yang kuat
kapan saja beliau mendengarnya dan segera menandatanginya.
Guru-guru Ibnu Majah antara lain Abu
Ishaq Ibrahim Ibnul, Bakar bin Abdul Wahhab, Abu Abdur Rahman dan lain
sebagainya. Sedangkan murid-muridnya antara lain Hafidz Abul Hasan ibn Fatah,
Ibrahim bin Dinar Al-Jabshi, Ahmed Ibrahim al-Kabani dan banyak lagi.
Dalam bukunya beliau tidak
memberikan komentar apapun mengenai keshihan, kehasanan, dan kedha’ifan hadits,
bahkan untuk hadits yang dusta sekalipun. Karya-karyanya antara lain Al-I’lâm
bi Sunanihi ‘Alaihi Al-Sâlam.
Persaksian para
ulama terhadap beliau
a. Al HafizhAl Khalili menuturkan; “(Ibnu Majah)
adalah seorang yang tsiqah kabir, muttafaq ‘alaih, dapat di jadikan sebagai
hujjah, memiliki pengetahuan yang mendalam dalam masalah hadits, dan hafalan.”
b.
Al Hafizh Adz
Dzahabi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh yang agung, hujjah dan
ahli tafsir.”
c.
Al Mizzi
menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh, pemilik kitab as sunan dan
beberapa hasil karya yang bermanfa’at.”
d.Ibnu Katsîr
menuturkan: “Ibnu Majah adalah pemilik kitab as Sunnan yang Masyhur. Ini
menunjukkan ‘amalnya, ‘ilmunya, keluasan pengetahuannya dan kedalamannya dalam
hadits serta ittibâ’nya terhadap Sunnah dalam hal perkara-perakra dasar maupun
cabang.
DAFTAR
PUSTAKA
Suparta. Munzier, 2004. Ilmu
Hadits, Jakarta: PT RAJAGRAFINDO,
Haque. M. Atiqul, 100 pahlawan
Muslim yang Mengubah Dunia, PDF Book
Ahmad. Zainal Abidin, 1975 Imam al-Bukhari Pemuncak Ilmu Hadits,
Jakarta: Bulan Bintang
Amin. Husyan Ahmad, 1995, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam,
Bandung: Remaja Rosyda Karya
Farid.
Syaikh Ahad, 2006, 60 Biografi Ulama Salaf (Terjemahan), Jakarta Timur:
Pustaka Al-Kautsar