BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Petunjuk-petunjuk agama mengenai
berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya,
Al-qur’an dan Hadits tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan
yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material
dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu,
bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan,
anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak
mulia dan bersikap positif lainnya.
Dewasa ini kehadiran agama semakin
dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang
dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang
kesalehan atau berhenti sekadar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara
konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan
masalah.
Tuntutan terhadap agama yang
demikian itu dapat dijawab mana kala pemahaman agama yang selama ini banyak
menggunakan pendekatan teologis
dilengkapi dengan pemahaman agama yang
menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, dapat
memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Dalam memahami agama banyak
pendekatan yang dilakukan. Hal demikian perlu dilakukan, karena pendekatan
tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan
teologis, normative, antropologis, sosiologis, psikologis, historis dan
pendekatan filosofis, serta pendekatan-pendekatan lainnya. Adapun yang dimaksud
dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam
suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
B. Rumusan dan
Batasan Masalah
1. Rmusan
Maslaah
a.
Bagaimana pendekatan teologis ?
b.
Bagaimana pendekatan sosiologis ?
c.
Bagaimana pendekatan filosofis ?
d.
Bagaimana pendekatan antropologis ?
e.
Bagaimana pendekatan fenomenologis ?
f.
Bagaimana pendekatan psikologis?
2.
Batasan
Masalah
a.
Pndekatan teologis ?
b.
Pendekatan sosiologis ?
c.
Pendekatan filosofis ?
d.
Pendekatan antropologis ?
e.
Pendekatan fenomenologis ?
f.
Pendekatan psikologis dalam ?
BAB II
PEMBAHASAN
ANEKA PENDEKATAN DALAM STUDI AGAMA
A.
Pendekatan Teologis
Teologi dari segi etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu theologia. Yang terdiri dari kata theos yang berarti tuhan atau dewa, dan
logos yang artinya ilmu. Sehingga teologi adalah pengetahuan ketuhanan .
sedangkan pendekatan teologis adalah suatu pendekatan yang normatif dan
subjective terhadap agama. Pada umumnya, pendekatan ini dilakukan dari dan oleh
penganut agama dalam usahanya menyelidiki agama lain. Secara harfiah,
pendekatan teologis normatif dalam memahami agama dapat diartikan sebagai
upayamemahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak
dari suatu keyakinan bahwa wujud empiris dari suatu keagamaan dianggap sebagai
yang paling benar dubandungkan dengan yang lainnya.[1]
Suatu pendekatang yang normatif dan sunjektif terhadap agama adalah
pendekatan teologis. Pada umumnya, pendekatan ini dilakukan dari dan oleh
penganut suatu agama dalam usahanya menyelidiki agama lain. Dengan demikian,
pendekatan ini bisa juga disebut pendekatan atau metode tekstual, atau
pendekatan kitabi maka ia selalu menampakkan sifatnya yang apologis dan
dseduktif.[2]
Berkenan dengan pendekatan teologi tersebut, Amin Abdullah
mengatakan bahwa pedekatan teologi semata-mata tidak dapat memecahkan masalah
esensial pluralitas agama saat sekarang ini. Terlebih-lebih lagi, kenyataan
demikian harus ditambahkan dengan doktrin teologi, pada dasarnya memang tidak
pernah berdiri sendiri, terlepas dari jaringan institusimatau kelembagaan
sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya.
Perbedaan dalam bentuk forma teologis yang erjadi diberbagi mazhab
dan airan teologi keagamaan meruakan realitas dan telah menyerah, namun
pluralitas dalam perbedaan tersebut seharusnya tidak membawa mereka pada sikap
saling bermusuhan dan selalu mennjolkan segi-segi perbedaan masing-asing secara
arogan, tetapi sebaliknya dicari persamaannya untuk menuju subtansi dan misi
agama yag paling suci. Salah satunya adalah dengan mewuudkan rahmat bagi
seluruh alam yang dilandasi pada perinsip keadilan, kemanusiaan, kebersamaan,
kemitraan, saling menolong, saling mewujudkan kedamaian, dan seterusnya. Jika
misi tersebut dapat dirasakan, fungsi agama bagi kehidupan manusia segera dapat
dirasakan.[3]
Teologi adalah
B.
Pendekatan Sosiologis
Kata sosiologi pertama kali dipakai oleh Auguste Comte, seorang
filsuf Prancis, tahun 1843. Sebagai suatu disiplin ilmu, sosiologi lahir
sebagai bagian dari tradisi intelektual yang bertumpu pada kerangka pemikiran
Eropa Barat dan Amerika. Sosiologi menurut Pitirim Sorokin adalah ilmu yang
memepelajari: (a) hubungan dan pengaruh timbal balik antara beragam gejala
sosial; (b) hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan
gejala nonsosial; (c) ciri-ciri umum semua jenis gejala sosial.[4]
Ilmu sosial dapat digunakan
sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal ini dapat dimengerti
karena banyak bidang kajian agama yang baru dipahami secara imporsional dan
tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosila. Pentingnya pendekatan sosial
dalam agama sebagaimana disebutkan diatas, dapat dipahami, karena banyak sekali
ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama
terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu
sosial sebagai alat untuk memahami agamanya.
Maksud pendekatan ilmu sosial ini
adalah implementasi ajaran Islam oleh manusia dalam kehidupannya. Pendekatan
ini mencoba memahami keagamaan seseorang pada suatu masyarakat.
Fenomena-fenomena keislaman yang bersifat lahir diteliti dengan menggunakan
ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi dan lain sebagainya. Pendekatan
sosial ini seperti apa perilaku keagamaan seseorang didalam masyarakat apakah
perilakunya singkron dengan ajaran agamanya atau tidak. Pendekatan ilmu sosial
ini digunakan untuk memahami keberagamaan seseorang dalam suatu masyarakat.
C.
Pendekatan Filosofis
Filsafat
merupakan ilmu pengetahuan yang mempersoalkan hakikat dari segala yang ada, Berbicara
tentang filsafat, berarti kita sedang membicarakan sesuatu yang sangat
mendasar. Sebab, filsafat membahas tentang hakikat segala sesuatu. filsafat
secara etimologi berasal dari bahasa Yunani philosophia yang merupakan
kata majemuk dari dua kata, philo yang berarti cinta, dan sophia yang
berarti kebijaksanaan.[5] Kemudian, Filsafat merupakan hasil proses
berfikir dalam mencari hakikat sesuatu secara sistematis, menyeluruh, dan
mendasar.[6]
Filsafat dalam bahasa Arab diistilahkan dengnan Al-Hikmah bermakna
mengetahui mengenai hakikat sesuatu secara bijaksana.[7]
Berpikir secara
filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memenuhi ajaran agama,
dengan maksud agar hikmah, hakikat, atau inti dari ajarran agama dapat
dimengerti dan dipahami secara seksama.[8]
Pendekatan secara filosofis sebenarnya sudah banyak dilakukan para ahli.
Melalui
pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama
formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah, tetapi tidak memiliki
makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengalaman agama
tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji, sudah menunaikan
rukun islam yang ke lima dan berhenti sampai di situ. Mereka tidak dapat
merasakan nilai-nilai spritual yang terkandung di dalamnya.[9]
Dengan menggunakan pendekatan filosofis seseorang akan
dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula menangkap
hikmah dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan cara demikian ketika
seseorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual
yang dapat menimbulkan kebosanan. Semakin mampu menggali makna filosofis dari
suatu ajaran agama, maka semakin meningkat pula sikap, penghayatan, dan daya
spiritualitas yang dimiliki seseorang.
Melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan
terjebak pada pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan
agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti.
Yang didapatkan dari pengamalan agama hanyalah pengakuan formalistik, misalnya
sudah haji, sudah menunaikan rukun Islam kelima dan berhenti sampai disitu
saja. Tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.
Namun demikian pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau
menyepelekan bentuk pengamalan agama yang bersifat formal. Filsafat mempelajari
segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (forma) memfokuskan segi
lahiriah yang bersifat eksoterik. Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya
mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan
filosofis dalam memahami ajaran agamanya.
D.
Pendekatan Antropologi
Pendekatan antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah
satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui ini pendekatan agama tampak
akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya
menjelaskan dan memberikan jawabannya.
Antropologi adalah sebuah ilmu yang didasarkan atas observasi gartisipasi
yang luas tentang kebudayaan, menggunakan data yang terkumpul, dengan
menetralkan nilai, analisa yang tenang (tidak memihak) menggunakan metode
komgeratifi. Tugas utama
antropologi, studi tentang manusia adalah untuk memungkinkan kita memahami diri
kita dengan memahami kebudayaan lain. Antropologi menyadarkan kita tentang
kesatuan manusia secara esensil, dan karenanya membuat kita saling menghargai
antara satu dengan yang lainnya.
Sedangkan Humaniora atau Humaniteis adalah bidang-bidang studi yang
berusaha menafsirkan makna kehidupan manusia dan berusaha menambah martabat
kepada penghidupan dan eksitensis manusia menurut Elwood mendefinisikan
”Humaniora” sebagai seperangkat dari perilaku moral manusia terhadap sesamanya,
beliau juga mengisyaratkan pengakuan bahwa manusia adalah makhluk yang
mempunyai kedudukan amung (unique) dalam ekosistem, namun sekaligus juga amat
tergantung pada ekosistem itu dan ia sendiri bahkan merupakan bagian
bidang-bidang yang termasuk humaniora meliputi agama, filsafat, sejarah,
bahasa, sastra, dan lain-lain. Manfaat pendidikan humaniora adalah memberikan
pengertian yang lebih mendalam mengenai segi manusiawi.
Jadi antara antropologi dan humaniora hubungannya sangat erat yang
kesemuanya memberikan sumbangan kepada antropologi sebagai kajian umum mengenai
manusia. Bagi para humanis bahan antropologis juga sangat penting. Dalam deskripsi
biasa mengenai kebudayaan primitif, ahli etnografi tradisional biasanya merekam
sebagai macam mite dan folktale, menguraikan artifak, musik dan bentuk-bentuk
karya seni, barangkali juga menjadi subjek analisa bagi para humanis dengan
menggunakan alat-alat konseptual mereka sendiri.
E.
Pendekatan Fenomenologis
Fenomenologi diartikan sebagai ilmu tentang perkembangan kesadaran
dan pengenalan diri manusia sebagai ilmu yg mendahului ilmu filsafat atau
bagian dari filsafat.[10] Penyelidikan
ilmiah terhadap fenomena agama ini dilakuka oleh berbagai disiplin ilmu.
Meskipun membawa pokok pembicaraan yang sama, berbagai disiplin tersebut
memeriksanya dari aspek-aspek khusus yang sesuai dengan jangkauan dan
tujuannya.[11]
Untuk memahami paling fakta agama beserta pengungkapannya,
fenomenologi berusaha menyelidikinya. Pendekatan atau metode yang paling dekat
dan ada hubungannya dengan pendekatan feomenologi adalah pendekatan historis.
Hal ini dikarenakan fenomeologis dan sejarah saling melengkapi. Fenomenologi
tidak dapat berbuat tanpa etnologi, filologi, dan disiplin kesejarahan lainya.
Sebaliknya fenomenologi memberikan disiplin kesejarahan untuk memberi arti
keagamaan yang tidak bisa mereka pahami. Oleh sebab itu, memahami agama dalam
kajian fenomenologi adlaah memahami agama dari sejarah; memahami sejarah dalam
arti menurut dimensi keagamaanya.
F.
Pendekatan Psikologis
Psikologi berasal dari perkataan Yunani ”Psyche” yang artinya jiwa, dan ”Logos”
yang artinya ilmu pengetahuan.[12]
Psikologi menurut bahasa dirtikan sebagai “Ilmu yang berkaitan dengan proses
mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada prilaku: ilmu
pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa”.[13]
Secara etimologi psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik
mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakang nya.[14]
Kondisi psikologi adalah kondisi yang dapat diamati, dicatat dan diukur.
Dalam ajaran agama, banyak kita jumpai istilah-istilah yang
menggambarkan sikap batin seseorang. Misalnya, sikap beriman dan bertaqwa
kepada Allah, sebagai seorang yang saleh, orang yang berbuat baik, orang yang
jujur, dan sebagainya. Semua itu adalah gejala-gejala kejiwaan yang berkaitang
dengan agama.[15]
Dengan ilmu jiwa ini, selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang
dihayati, dipahami, dan diamalkan seseorag, juga digunakan sebagai alat untuk
memasukkan agama kedala jiwa seseorang sesuai dengantigkat usianya. Dengan ilmu
ini, agama akan menemukan cara yang tepat untuk menanamkannya.
Dari uraian tersebut, kita melihat bahwa ternyata studi agama dapat
dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan itu, orang akan sampai
pada agama. Seorang teolog, sosiolog, antropolog, sejarawan, ahli ilmu jiwa,
dan budayawan akan sampai pada pemahaman agama yang benar. Di sini, kita
melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normatif belaka,
melainkan dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan
yang dimilikinya. Dari keadaan demikian, seeorang akan memiliki kepuasan dari
agama karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Dapat diketahui bahwa filsafat pada
intinya adalah upaya atau usaha untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah
mengenai sesuatu yang berada dibalik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu
yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriah. Karena sumber pengetahuan pendekatan filosofis adalah rasio, maka untuk
melakukan kajian dengan pendekatan ini akal mempunyai peranan yang sangat
signifikan.
Metode-metode yang digunakan untuk memahami Islam itu suatu saat mungkin
dipandang tidak cukup lagi, sehingga diperlukan adanya pendekatan baru yang
harus terus digali oleh para pembaharu. Dalam konteks penelitian,
pendekatan-pendekatan (approaches) ini tentu saja mengandung arti satuan dari
teori, metode, dan teknik penelitian. Terdapat banyak pendekatan yang digunakan
dalam memahami agama. Diantaranya adalah pendekatan teologis, normative,
antropologis, sosiologis, psikologis, histories, dan pendekatan filosofis,
serta pendekatan-pendekatan lainnya. Adapun pendekatan yang dimaksud disini
(bukan dalam konteks penelitian), adalah cara pandang atau paradigma yang
terdapat dalam satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami
agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahman mendasarkan bahwa agama dapat
diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang
diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu tidak ada persoalan
apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian filosofi, atau
penelitian legalistik.
B.
SARAN
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari sempurna. Banyak kekurangan disana-sini untuk itu
mohon kiranya para pembaca sekalian mau memberikaan masukan kritik dan saran
guna perbaikan dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Adeng Mukhtar Ghazali, Ilmu Studi Agama, (bandung: Pustaka
setia, 2005), h. 73
Ahmadi, Abu. 2007, Psikologi Sosial Jakarta : PT Rineka
Cipta. http://wardahcheche.blogspot.com/2014/04/pendekatan-dalam-studi-islam.html
Anwar, Rosihon, at. all, 2009, Pengantar studi Islam,
Bandung : Pustaka Setia.
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2001. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Haris. Abd. dan Kiva Aha Putra, 2012. Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta : Amzah.
Mahmud, 2012, Sosiologi Pendidikan, Bandung; Pustaka Setia,
Poerwantana dkk, 1988, Seluk Beluk Filsafat Islam. Bandung :
Rosda Karya,
Zar.
Surojuddin, 2012. Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.
[1]
http://wardahcheche.blogspot.com/2014/04/pendekatan-dalam-studi-islam.html
[2] Zakiyah Drajat
dalam Rosihon Anwar, at. all, Pengantar studi Islam,(Bandung : Pustaka
Setia, 2009), h. 73
[3] Ibid. h.
78
[4] Mahmud, Sosiologi
Pendidikan, (Bandung; Pustaka Setia, 2012) h. 11
[5] Poerwantana
dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam. (Bandung : Rosda Karya, 1988), h. 1
[6] Sirojuddin
Zar, Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya. (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2012), h. 2
[7] Abd. Haris dan
Kiva Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2012), h.3
[8] Rosihon Anwar,
at.all.Op.Cit. h. 87
[9] Rosihon Anwar,
at.all.Ibid. h. 89
[10] Depertemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Balai Pustaka, 2001), h.
[11] Adeng Mukhtar
Ghazali, Ilmu Studi Agama, (bandung: Pustaka setia, 2005), h. 73
[13] Depertemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Balai Pustaka, 2001), Hlm
[14] Abu Ahmadi. Op.
Cit
[15] Rosihon Anwar
94