BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penelitian agama
telah dilakukan beberapa abad yang lalu namun hasil penelitiannya masih dalam
bentuk aktual atau perbuatan saja dan belum dijadikan sebagai sebuah ilmu.
Setelah bertambahnya gejala-gejala agama yang berbentuk sosial dan budaya,
ternyata penelitian dapat dijadikan sebagai ilmu yang khusus dalam rangka
menyelidiki gejala-gejala agama tersebut.
Dewasa ini, penelitian agama diisi dengan penjelasan
mengenai kedudukan penelitian agama dalam konteks penelitian pada umumnya,
elaborasi mengenai penelitian agama dan penelitian keagamaan serta konstruksi
teori penelitian keagamaan, dari beberapa penjelasan singkat tersebut maka
pemakalah perlu mengkaji secara rinci terhadap penjelasan tersebut.
Secara garis
besar, pembahasan penelitian agama dan model-modelnya dibagi dua; pertama,
penelitian agama; kedua, model-model penelitian agama. Penelitian agama
diisi dengan penjelasan mengenai kedudukan penelitian agama dalam kompleks
penelitian pada umumnya; elaborasi mengenai penelitian agama (research on
religious) dan penelitian keagamaan (religious research); dan
konstruksi teori penelitian keagamaan.
Penelitian sebagai kegiatan ilmiah karena menggunakan
metode keilmuan. Sedangkan metode ilmiah sendiri adalah usaha untuk mencari
jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan kesangsian sistematis.
Sedangkan penelitian agama sendiri menjadikan agama
sebagai objek penelitian yang sudah lama diperdebatkan. Harun nasution
menunjukkan pendapat yang menyatakan bahwa agama, karena merupakan wahyu, tidak
dapat menjadi sasaran penelitian ilmu sosial, dan kalaupun dapat dilakukan,
harus menggunakan metode khusus yang berbeda dengan metode ilmu sosial.
B.
Rumusan dan Batasan Masalah
1.
Rumusan Masalah
a.
Apa Arti penelitian Agama?
b.
Bagaimana Penelitian Agama dan Keagamaan?
c.
Apa Konstruksi Penelitian Agama?
d.
Sperti Apa Model-model Penelitian Agama?
2.
Batasan Masalah
a.
Arti penelitian Agama
b.
Penelitian Agama dan Keagamaan
c.
Konstruksi Penelitian Agama
d.
Model-model Penelitian Agama
C.
Tujuan Penulisan
BAB II
PENELITIAN AGAMA DAN KEAGAMAAN
A.
Arti penelitian Agama
Penelitian berarti pemeriksaan, penyelidikan yang dilakukan dengan
berbagai cara secara seksama dengan tujuan mencari kebenaran-kebenaran objektif
yang diperoleh tersebut kemudian digunakan sebagai dasar atau landasan untuk
pembaharuan, pengembangan atau perbaikan dalam masalah-masalah teoritis dan
praktis dalam bidang-bidang pengetahuan yang bersangkutan.[1]
Adapun pengertian agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan,
ditulis dalam kitab suci, dan diwariskan oleh suatu generasi ke generasi
berikutnya dengan tujuan memberikan tuntunan hidup bagi manusia agar tercapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.[2]
Menurut Harun Nasution, agama mengandung dua kelompok ajaran, yaitu:
1.
Ajaran dasar yang diwahyukan Tuhan melalui rasul-Nya kepada masyarakat
manusia. Ajaran dasar yang demikian terdapat dalam kitab-kitab suci.
Ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab suci itu memerlukan penjelasan
tentang arti dan cara pelaksanaannya. Penjelasan-penjelasan para pemuka atau
pakar agama membentuk ajaran agama kelompok.
2.
Ajaran dasar agama, karena merupakan wahyu dari tuhan, bersifat absolut,
mutlak benar, kekal, tidak berubah dan tidak bisa diubah. Sedangkan penjelasan
ahli agama terhadap ajaran dasar agama, karena hanya merupakan penjelasan dan
hasil pemikiran, tidak absolut, tidak mutlak benar, dan tidak kekal. Bentuk
ajaran agama yang kedua ini bersifat relatif, nisbi, berubah, dan dapat diubah
sesuai dengan perkembangan zaman.[3]
Para ilmuwan sendiri beranggapan bahwa agama juga merupakan objek kajian
atau penelitian, karena agama merupakan bagian dari kehidupan sosial kultural.
Jadi, penelitian agama bukanlah meneliti hakikat agama dalam arti wahyu,
melainkan meneliti manusia yang menghayati, meyakini, dan memperoleh pengaruh
dari agama. Dengan kata lain, penelitian agama bukan meneliti kebenaran teologi
atau filosofi tetapi bagaimana agama itu ada dalam kebudayaan dan sistem sosial
berdasarkan fakta atau realitas sosial-kultural. Jadi, Ahmad Syafi’i Mufid
dalam Mochtar menyatakan bahwa kita tidak mempertentangkan antara penelitian
agama dengan penelitian sosial terhadap agama.[4]
Dengan demikian kedudukan penelitian agama adalah sejajar dengan
penelitian-penelitian lainnya, yang membedakannya hanyalah objek kajian yang
ditelitinya. Dengan demikian, agama dalam pengertian yang kedua menurut Harun
Nasution dapat dijadikan sebagai objek penelitian tanpa harus menggunakan
metode khusus yang berbeda dengan metode yang lain.[5]
Jadi pendapat Harun Nasution mengenai penjelasan-penjelasan tentang
ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab suci oleh para pemuka atau pakar
agama membetuk ajaran agama kelompok kedua bersifat nisbi, relatif dan dapat
dirubah sesuai perkembangan zaman tidak sesuai dengan ajaran islam, sebagai
contohnya Rasulullah menjelaskan tata cara shalat, sedangkan didalam kitab suci
tidak diterangkan tata cara shalat, dan tata cara shalat ini sendiri bersifat
qhat’i / tidak bisa dirubah. Kalau menurut Harun Nasution berarti
penjelasan-penjelasan Rasulallah tentang tata cara shalat berarti bersifat
nisbi dan dapat dirubah.[6]
Jadi
menurut Taufik Abdullah “penelitian agama” sebagai upaya akademis berarti
menjadikan agama sebagai sasaran penelitian. Dengan demikian, secara umum dapat
dikatakan bahwa penelitian agama berarti menjadikan agama sebagai subyek
penelitian yang di dalamnya diterapkan metode-metode ilmiah.
B.
Penelitian Agama dan Keagamaan
Lingkup penelitian agama, khususnya agama Islam menurut Juhaya S.
Praja dapat diabstraksikan sebagai berikut:
a.
Penelitian sumber-sumber
ajaran agama yang meliputi penelitian terhadap al-Qur’an dan sunnah.
b.
Penelitian pemikiran umat Islam, yaitu penelitian terhadap upaya
umat Islam dalam memahami sumber-sumber utama ajaran Islam.
c.
Penelitian sejarah umat Islam dan aplikasi ajaran-ajaran dan
pemikirannya dalam kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat.
d.
Penelitian tentang bagaimana sumber ajaran agama dan pemikiran atau
penafsiran dari sumber-sumber ajaran agama itu disebarkan dan dikomunikasikan
kepada umat.
e.
Penelitian bahasa Arab atau bahasa lain yang dominan dalam sejarah
perkembangan Islam, sehingga dapat membantu pengembangan ilmu-ilmu agama secara
umum.
Penelitian ajaran-ajaran Islam dan aplikasinya dalam masyarakat
tertentu yang hingga kini masih “hidup”.
M. Atho Mudzhar
mengatakan bahwa perbedaan antara penelitian agama dengan penelitian keagamaan
perlu disadari karena perbedaan tersebut membedakan jenis metode penelitian
yang diperlukan. Untuk penelitian agama yang sasarannya adalah agama
sebagai doktrin, pintu bagi pengembangan suatu metodologi penelitian tersendiri
sudah terbuka, bahkan sudah ada yang merintisnya. Adanya ilmu ushul fiqh
sebagai metode istinbath hukum dalam agama Islam dan ilmu musthalahul
hadist sebagai metode untuk menilai akurasi sabda Nabi Muhammad saw
merupakan bukti bahwa keinginan untuk mengembangkan metodologi penelitian
tersendiri bagi bidang pengetahuan agama ini pernah muncul. Persoalan
berikutnya ialah, apakah kita hendak menyempurnakannya atau meniadakannya sama
sekali dan menggantinya dengan yang baru, atau tidak menggantinya sama sekali
dan membiarkannya tidak ada.[7]
Sedangkan untuk
penelitian keagamaan yang sasarannya agama sebagai gejala sosial, kita tidak
perlu membuat metodologi penelitian tersendiri. Ia cukup meminjam metodologi
penelitian sosial yang telah ada.[8]
Dengan kata
lain bahwa pendapat M. Atho Mudzhar sama dengan pendapat yang dikemukakan Harun
Nasution, kalau penelitian agama sama dengan ajaran agama kelompok pertama dan
penelitian keagamaan sama dengan ajaran agama kelompok kedua menurut Harun
Nasution.
C.
Konstruksi Penelitian Agama
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta mengartikan
konstruksi adalah cara membuat (menyusun) bangunan-bangunan (jembatan dan
sebagainya); dan dapat pula berarti susunan dan hubungan kata di kalimat atau
di kelompok kata. Sedangkan teori berarti pendapat yang dikemukakan sebagai
suatu keterangan mengenai suatu peristiwa (kejadian); dan berarti pula
asas-asas dan hukum-hukum umum yang dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan.
Selain itu, teori dapat pula berarti pendapat, cara-cara, dan aturan-aturan
untuk melakukan sesuatu.[9]
Selanjutnya, dalam ilmu penelitian teori-teori itu pada hakikatnya
merupakan pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan
positif antara gejala yang diteliti dari satu atau beberapa faktor tertentu
dalam masyarakat, misalnya kita ingin meneliti gejala bunuh diri. sudah
mengetahui tentang teori integrasi atau kohesi sosial dari Emile Durkheim
(seorang ahli sosiologi Perancis kenamaan), yang mengatakan adanya hubungan
positif antara lemah dan kuatnya integrasi sosial dan gejala bunuh diri dari
pengertian – pengertian tersebut, kita dapat memperroleh suatu kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan Ksnstruksi teori adalah susunan atau bangunan dari suatu
pendapat, asas-asas atau hukum – hukum mengenai sesuatu yang antara suatu dan
lainnya saling berkaitan, sehuingga membentuk suatu banunan.
Adapun penelitian berasal dari kata teliti yang artinya cermat, seksama,
pemeriksaan yang dilakukan secara saksama dan teliti, dan dapat pula berarti
penyelidikan, tujuan pokok dari kegiatan penelitian ini adalah mencari
kebenaran-kebenaran objektif yang disimpulkan melalui data-data yang terkumpul.
Kebenaran – kebenaran objektif yang diperoleh tersebut kemudian digunakan
sebagai dasar atau landasan untuk pembaruan, perkembangan atau perbaikan dalam
masalah-masalah teoritis dan praktis bidang-bidang pengetahuan yang
bersangkutan.
Dengan demikian, penelitian mengandung arti upaya menemukan jawaban atas
sejumlah masalah berdasarkan data-data yang terkumpul. Berikutnya, sampailah
kita kepada pengertian agama. Telah banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan seperti
antropologi, psikologi, sosiologi, dan lain-lain yang mencoba mendefinikan
agama. R.R. Maret salah seorang ahli antropologi Inggris, menyatakan bahwa
agama adalah yang paling sulit dari semua perkataan untuk didefinisikan karena
agama adalah menyangkut lebih daripada hanya pikiran, yaitu perasaan dan
kemauan juga, dan dapat memanifestasikan dari menurut segi-segi emosionalnya
walaupun idenya kabur.[10]
Dari definisi-definisi tersebut, Harun Nasution selannjutnya menyebutkan
adanya empat unsur penting yang terdapat dalam agama, yaitu:
1. Unsur kekuatan gaib yang dapat rnengambil bentuk dewa,
atau Tuhan, dan sebagainya.
2. Unsur keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di
dunia ini dan hidupnya di akhirat nanti amat bergantung kepada adanya hubungan
baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud.
3. Unsur respons yang bersifat emosional dari manusia
yang dapat mengambil bentuk perasaan takut, cinta dan sebagainya.
4. Unsur paham adanya yang kudus (Sacred) dan suci yang
dapat mengambil bentuk kekuatan gaib, kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama
yang bersangkutan, dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.[11]
D.
Model-model Penelitian Agama
Model-model
penelitian keagamaan disesuaikan dengan perbedaan antara penelitian agama dan
penelitian hidup keagamaan. Djamari, menjelaskan bahwa kajian sosiologi agama
dengan menggunakan metode ilmiah. Pengumpulan data dan metode yang digunakan
antara lain:
1. Analisis Sejarah
Dalam hal ini, sejarah hanya sebagai metode analisis
atas dasar pemikiran bahwa sejarah dapat menyajikan gambaran tentang
unsur-unsur yang mendukung timbulnya suatu lembaga, dan pendekatan sejarah
bertujuan untuk menemukan inti karakter agama dengan meneliti sumber klasik
sebelum dicampuri yang lain.
Seperti halnya agama Islam, sejarah mencatat bahwa ia
adalah agama yang diturunkan melalui Nabinya yaitu Muhammad saw berdasarkan
kitab sucinya yaitu Alquran yang ditulis dalam bahasa arab. Islam diturunkan
bukan untuk satu bangsa saja melainkan untuk seluruh bangsa secara universal.
Sedangkan agama lain ada yang hanya diturunkan untuk satu bangsa saja seperti
yahudi untuk ras yahudi saja.
Pendekatan sejarah dalam memahami agama dapat
membuktikan apakah agama itu masih tetap pada orisinalitasnya seperti ketika ia
baru muncul atau sudah bergeser jauh dari prinsip-prinsip utamanya. Bila hal
itu dihubungkan dengan agama islam maka ia dapat dimasukkan pada kategori agama
yang bertahan konsisten dengan ajaran seperti pada masa awalnya.
Menurut ahli perbandingan agama seperti A. Mukti Ali, apabila kita ingin
memahami sebuah agama maka kita harus mengidentifikasi lima aspek yaitu konsep
ketuhanan, pembawa agama atau nabi, kitab suci, sejarah agama, dan tokoh-tokoh
terkemuka agama tersebut.[12]
2. Analisis lintas
budaya
Analisis lintas budaya bisa diartikan dengan ilmu antropologi, karena
dilihat dari definisi antropologi sendiri secara sederhana dapat dikatakan
bahwa antropologi mengkaji kebudayaan manusia.
Islam sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad saw sampai saatnya kini telah
melalui berbagai dimensi budaya dan adat-istiadat. Masing-masing negeri
memiliki corak budayanya masing-masing dalam mengekspresikan agamanya. Karena
itu dari segi antropologi kita dapat memilah-milah mana bagian islam yang
merupakan ajaran murni dan mana ajaran islam yang bercorak lokal budaya
setempat.
3. Eksperimen.
Penelitian yang menggunakan eksperimen agak sulit dilakukan dalam
penelitian agama. Namun, dalam beberapa hal,eksperimen dapat dilakukan dalam
penelitian agama, misalnya untuk mengevaluasi perbedaan hasil belajar dari beberapa
model pendidikan agama.
4. Observasi
partisipatif.
Dengan partisipasi dalam kelompok, peneliti dapat mengobservasi perilaku
orang-orang dalam konteks religius. Baik diketahui atau tidak oleh orang yang
sedang diobeservasi. Dan diantara kelebihannya yaitu memungkinkannya pengamatan
simbolik antar anggota kelompok secara mendalam. Adapun kelemahannya yaitu
terbatasnya data pada kemampuan observer.
5. Riset survei dan
analisis statistik
Penelitian survei dilakukan dengan penyusunan kuesioner, interview dengan
sampel dari suatu populasi. Sampel bisa berupa organisasi keagamaan atau
penduduk suatu kota atau desa. Prosedur penelitian ini dinilai sangat berguna
untuk memperlihatkan korelasi dari karakteristik keagamaan tertentu dengan
sikap sosial atau atribut keagamaan tertentu.
6. Analisis isi
Dengan metode ini, peneliti mencoba mencari keterangan dari tema-tema
agama, baik berupa tulisan, buku-buku khotbah, doktrin maupun deklarasi teks,
dan lainnya. Umpamanya sikap kelompok keagamaan dianalisis dari substansi
ajaran kelompok tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian yang dikemukakan pada pembahasan, dapat dikemukakan beberapa
poin penting sebagai kesimpulan, yaitu:
1.
Penelitian agama bukanlah meneliti hakikat agama dalam arti wahyu, melainkan
meneliti manusia yang menghayati, meyakini, dan memperoleh pengaruh dari agama.
Dengan kata lain, penelitian agama bukan meneliti kebenaran teologi atau
filosofi tetapi bagaimana agama itu ada dalam kebudayaan dan sistem sosial
berdasarkan fakta atau realitas sosial-kultural.
2.
Penelitian agama (research on religious) lebih ditekankan pada aspek
pemikiran (thought) dan interaksi sosial. Pada aspek pemikiran, menggunakan
metode filsafat dan ilmu-ilmu chomaniora. Sedangkan pada aspek interaksi
sosial, yakni penelitian keagamaan sebagai produk interaksi sosial, menggunakan
pendekatan sosiologi, antropologi, historia atau sejarah sosial yang biasa
berlaku dan sebagainya.
3.
Adapun model penelitian yang ditampilkan di sini disesuaikan dengan
perbedaan antara penelitian agama dan penelitian hidup keagamaan. Pengumpulan
data dan metode yang digunakan antara lain: 1) Analisis sejarah, 2) Analisis
lintas budaya, 3) Eksperimen, 4) Observasi partisipatif, 5) Riset survey dan
analisis statistik, dan 6) Analisis isi.
B.
Saran
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Banyak kekurangan disana-sini untuk itu mohon kiranya para pembaca
sekalian mau memberikaan masukan kritik dan saran guna perbaikan dimasa yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Ali. A. Mukti. 1991, Metode
Memahami Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Arifin
. H. M, 1993, Kapita Selekta
Pendidikan (Islam dan Umum), Jakarta: Bumi Aksara
Buchori. Didin
Saefuddin, 2005, Metodologi Studi Islam. Cet. I; Bogor: Granada Sarana
Pustaka
Hakim. Atang Abd. dan
Jaih Mubarok, 2008, Metodologi Studi Islam. Cet. X; Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Mudzhar. M. Atho, 1999,
Pendekatan Studi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Nasution. Harun, 1995, Islam
Rasional. Bandung: Mizan,
Oviyanti. Fitri, 2005, Daras Metodologi Study Islam,
Palembang: IAIN Raden Fatah
Poerwadarminta. W.J.S. 1999,
Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
[1] H. M
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi
Aksara, 1993), cetakan ke-2, hlm 142
[2] Fitri
Oviyanti, Daras Metodologi Study Islam, (Palembang: IAIN Raden Fatah,
2005), hlm 6
[3] Harun
Nasution, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1995), h. 175
[4] Atang
Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam (Cet. X; Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2008), h. 57
[5] Harun
Nasution, op. cit., h. 177.
[6] Ibid.
[7] M. Atho
Mudzhar, Pendekatan Studi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h.
90
[8] Atang
Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, op. cit., h. 50
[9] W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1999), h. 782, 902.
[10] Didin
Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam (Cet. I; Bogor: Granada Sarana
Pustaka, 2005), h. 97
[11] Harun
Nasution, op. cit., h. 72.