A. Definisi Pengembangan Kurikulum
Dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan, kurikulum tidaklah bersifat statis. Kurikulum dapat diubah maupun dimodifikasi secara
dinamis mengikuti arah perkembangan zaman. Proses mengubah dan memodifikasi ini
dinamakan proses pengembangan. Dalam kajian ini dipahami bahwa kegiatan
pengembangan adalah penyusunan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan
kurikulum. Istilah pengembangan menunjukkan pada suatu kegiatan
menghasilkan suatu alat atau cara yang baru. Selama kegiatan tersebut, penilaian dan penyempurnaan terhadap
alat atau cara tersebut terus
dilakukan. Apabila setelah mengalami penyempurnaan- penyempurnaan, akhirnya
alat atau cara tersebut dipandang cukup mantap untuk digunakan seterusnya, maka berakhirlah kegiatan
pengembangan tersebut.[4]
Pengembangan
kurikulum oleh Oemar Hamalik, didefinisikan sebagai perencanaan
kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah
perubahan- perubahan yang diinginkan dan menilai sampai di mana perubahan-perubahan itu telah terjadi
pada diri siswa.[5] Sedangkan Dakir menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum ialah proses mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan
pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai
pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam
sendiri, dengan harapan
agar peserta didik dapat
menghadapi masa depannya dengan baik.[6]
Istilah
pengembangan kurikulum sebagaimana disebut di atas mencakup dimensi yang luas. Pengembangan kurikulum merupakan istilah
yang komprehensif, yang meliputi perencanaan, implementasi, dan
evaluasi. Perencanaan kurikulum yaitu langkah terdepan dalam membangun
kurikulum ketika pekerja
kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan
untuk menghasilkan rencana
yang akan dipakai oleh guru dan siswa. Penerapan kurikulum
atau yang biasa disebut implementasi kurikulum berupaya memindahkan
perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum adalah
tahap akhir pengembangan kurikulum untuk
melihat sejauh mana hasil pembelajaran, tingkat pencapaian program yang
direncanakan, dan hasil dari kurikulum tersebut. Pengembangan kurikulum bukan
hanya melibatkan orang-orang yang berhubungan langsung
dengan dunia pendidikan, tetapi juga melibatkan banyak
individu, seperti politisi, wirausahawan, orang tua siswa, dan elemen
masyarakat lainnya yang merasa tertarik dengan pendidikan. Prinsip-prinsip yang
akan digunakan dalam
kegiatan pengembangan kurikulum pada intinya adalah aturan
atau undang-undang yang
akan menginspirasi kurikulum.[7]
Curriculum development is as planned, a purposeful, progressive, and systematic process to create positive improvements in the educational system. Every time there are changes or developments happening around the world, the school curricula are affected. There is a need to update them to address the society’s needs.[8] (Pengembangan kurikulum merupakan proses yang terencana, bertujuan, progresif, dan sistematis untuk menciptakan perbaikan yang positif dalam sistem pendidikan. Setiap kali ada perubahan atau perkembangan yang terjadi di seluruh dunia, kurikulum sekolah terpengaruh. Ada kebutuhan untuk memperbaruinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.).
Jika ingin mendapatkan file yang dilengkapi dengan pemformatan Artikel Ilmiah, dilengkapi Pendahuluan, Daftar Isi, Footnote, dan Daftar Pustaka, dapat di download DI SINI
B. Sumber-sumber Prinsip Pengembangan
Kurikulum
Dalam
kajian tentang sumber-sumber prinsip pengembangan kurikulum, Peter F. Oliva mengemukakan bahwa pada prinsip
pengembangan kurikulum paling tidak ada 4 (empat) sumber yang
menjadi acuan sebuah pengembangan kurikulum yaitu data
empiris (empirical
data), data hasil
penelitian (experimental data), kisah rakyat (folkfore curriculum) yang
menyangkut tentang keyakinan masyarakat dan nilai-nilai yang ada di dalamnya,
serta pemahaman bersama
atau pengertian umum yang ada dalam
suatu masyarakat (common sense).[9]
Menurut
Archer, pengembangan kurikulum ini meliputi berbagai kategori, “of various categories
such” seperti mata kuliah dan silabus yang ditentukan serta kegiatan
ekstrakurikuler dan materi tambahan.[10]
Berdasarkan
sumber-sumber pengembangan yang dikemukakan Oliva tersebut, dapat dikategorikan bahwa
hanya ada 2 (dua) sumber
yang menjadi prinsip pengembangan kurikulum yaitu
sumber ilmiah dan sumber non ilmiah. Sumber ilmiah didapat dari data-data dari
kegiatan yang bersifat ilmiah seperti halnya penelitian, data-data empiris
tentang kelemahan dan kekurangan kurikulum sebelumnya, informasi faktual dan
sebagainya. Sedangkan sumber
non ilmiah didapat dari hal-hal yang bersifat non
ilmiah seperti cerita rakyat, legenda, mitos dan sebagainya yang
telah menjadi keyakinan umum oleh suatu
masyarakat dan memiliki nilai-nilai tertentu di dalamnya.
Sedangkan menurut
Sukmadinata dalam bukunya
Pengembangan Kurikulum Teori
dan Praktik[11]
menyebutkan beberapa sumber pengembangan kurikulum
di antaranya ialah:
1. Kehidupan
dan pekerjaan orang
dewasa, di mana
isi kurikulum disesuaikan sebagai persiapan anak untuk
menjalani kehidupan dan pekerjaan orang dewasa.
2. Budaya masyarakat, termasuk di dalamnya
semua disiplin ilmu yang ada sebagai pengetahuan ilmiah,
nilai-nilai, perilaku, benda
material dan unsur kebudayaan lainnya.
3. Anak, sebagai pusat atau sumber
kegiatan pembelajaran. Perhatian dalam menyusun pengembangan kurikulum bukan sesuatu yang akan
diberikan pada anak tapi bagaimana potensi
yang ada pada
anak dapat dikembangkan secara optimal.
4. Pengalaman penyusunan kurikulum sebelumnya, baik sesuatu yang
negatif maupun hasil evaluasi positif atas pelaksanaan kurikulum sebelumnya.
5. Tata nilai di masyarakat, termasuk nilai-nilai apa saja yang akan
diajarkan di sekolah atau
dalam pelaksanaan kurikulum.
6. Kekuasaan sosial-politik tertentu termasuk
lembaga, arah kebijakan dan produk- produk politik berupa peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
C. Prinsip-prinsip
Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum menggunakan
prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru
menciptakan prinsip-prinsip baru. Oleh karena
itu, dalam implementasi kurikulum di lembaga
pendidikan sangat dimungkinkan
untuk menggunakan prinsip yang berbeda dari kurikulum yang digunakan di lembaga
pendidikan lain, sehingga akan ada banyak prinsip yang digunakan dalam
pengembangan kurikulum.[12]
Hamalik,
sebagaimana dikutip oleh Syafaruddin dan Amiruddin menyebutkan delapan prinsip dalam
pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip tersebut antara lain; prinsip berorientasi pada tujuan,
relevansi, efisiensi, fleksibilitas, kontinuitas, keseimbangan, keterpaduan, dan mutu. Sedangkan Sukmadinata, membagi prinsip pengembangan kurikulum menjadi dua
kelompok, yakni prinsip umum dan prinsip
khusus.[13]
Prinsip umum dimaknai sebagai prinsip yang
harus diperhatikan untuk dimiliki oleh kurikulum
sebagai totalitas dari gabungan komponen-komponen yang membangunnya. Adapun penjabaran prinsip-prinsip umum ialah
sebagai berikut:
1.
Prinsip
Relevansi
Relevansi memiliki makna sesuai atau serasi.
Jika mengacu pada prinsip relevansi, setidaknya kurikulum harus memperhatikan
aspek internal dan eksternal. Secara internal, kurikulum memiliki relevansi
antara komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi, dan evaluasi).
Sedangkan secara eksternal komponen itu memiliki relevansi dengan tuntutan
sains dan teknologi (relevansi epistemologis), tuntutan dan potensi siswa
(relevansi psikologis), serta tuntutan dan kebutuhan pengembangan masyarakat
(relevansi sosiologis).[14] Artinya, kurikulum dan
pengajaran harus disusun sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan kehidupan peserta
didik.[15]
Oleh sebab itu, dalam membuat kurikulum harus
memperhatikan kebutuhan lingkungan masyarakat dan siswa di sekitarnya, sehingga nantinya akan bermanfaat bagi siswa untuk berkompetisi di dunia
kerja yang akan datang. Dalam realitasnya prinsip di atas memang harus
betul-betul diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap
mutu pendidikan. Dan yang
tidak kalah penting harus sesuai dengan perkembangan teknologi sehingga mereka
selaras dalam upaya membangun negara.[16]
Ada
dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu:
a.
Relevansi
Keluar (Relevansi Eksternal), maksudnya antara tujuan, isi, dan proses belajar
yang tercakup dalam kurikulum hendaknya
relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan
masyarakat. Apa yang tertuang dalam kurikulum hendaknya mempersiapkan siswa
untuk bisa hidup
dan bekerja dalam masyarakat. Dan
tidak hanya menyiapkan
anak untuk kehidupan
sekarang tetapi juga yang akan datang.[17]
b.
Relevansi
di Dalam (Relevansi Internal), yaitu
ada kesesuaian atau
konsistensi antara komponen-komponen kurikulum sendiri yang meliputi
tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan
kurikulum.[18]
Beralih
dari kedua jenis
relevansi tersebut, Nik
Haryati dan Sholeh
Hidayat merumuskan
relevansi pendidikan dengan
kehidupan ditinjau dari
tiga aspek, yaitu:[19]
a.
Relevansi
pendidikan dengan lingkungan hidup siswa (anak didik)
Relevansi ini memiliki arti bahwa dalam pengembangan kurikulum,
termasuk dalam menentukan
bahan pelajaran(subject matters)hendaknya disesuaikan dengan
kehidupan nyata anak
didik. Misalnya, sekolah
yang berada di perkotaan, anak didiknya ditawarkan hal yang aktual
seperti polusi pabrik, arus perdagangan
yang ramai, dan
kemacetan lalu lintas,
dan lain sebagainya.[20]
b.
Relevansi pendidikan
dengan perkembangan kehidupan
Relevansi pendidikan
dengan perkembangan kehidupan
masa sekarang dan masa yang akan datang. Materi atau bahan
yang di ajarkan kepada anak didik hendaklah
memberi manfaat untuk
persiapan masa depan
anak didik. Oleh karena
itu, keberadaan kurikulum
di sini bersifat
antisipasi yang memiliki nilai prediksi secara tajam dan
penuh perhitungan.[21]
Jika ingin mendapatkan file yang dilengkapi dengan pemformatan Artikel Ilmiah, dilengkapi Pendahuluan, Daftar Isi, Footnote, dan Daftar Pustaka, dapat di download DI SINI
c.
Relevansi
pendidikan dengan tuntutan dalam dunia pekerjaan
Semua orang tua
mengharapkan anaknya dapat
bekerja sesuai dengan pengalaman pendidikan yang
dimilikinya. Demikian pula dengan anak didik, ia berharap
untuk mandiri dan
memiliki sumber daya
yang pantas dengan modal
ilmu pengetahuannya. Oleh
karena itu, kurikulum
dan proses pendidikan sebisa
mungkin dapat diorientasikan ke
dunia kerja sesuai dengan jenis
pendidikannya, sehingga nantinya
pengetahuan teoritik dari sekolah dapat diaplikasikan dengan baik
ke dalam dunia kerja.[22]
2.
Prinsip
Fleksibilitas
Fleksibilitas dalam bahasa inggris berakar dari
flexible berarti able to change or be change to suit new condition or
situation.[23] Dalam pengembangan kurikulum berupaya agar hasilnya
fleksibel, fleksibel, dan fleksibel dalam implementasinya, memungkinkan
penyesuaian berdasarkan situasi dan
kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar belakang
siswa, peran kurikulum di sini sangat penting terhadap perkembangan siswa untuk
itu prinsip fleksibel ini harus benar-benar
diperhatikan sebagai penunjang untuk peningkatan mutu
pendidikan.
Dalam prinsip fleksibilitas ini dimaksudkan
bahwa, kurikulum harus memiliki fleksibilitas. Kurikulum yang baik adalah
kurikulum yang berisi
hal- hal yang solid, tetapi dalam implementasinya dimungkinkan untuk
menyesuaikan penyesuaian berdasarkan kondisi regional. Waktu dan kemampuan serta latar belakang
anak. Kurikulum ini mempersiapkan anak- anak untuk saat ini dan masa depan. Kurikulum tetap fleksibel di mana saja, bahkan untuk anak-anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda, pengembangan kurikulum masih
bisa dilakukan.
Kurikulum harus menyediakan ruang untuk memberikan kebebasan bagi
pendidik untuk mengembangkan program pembelajaran. Pendidik
dalam hal ini memiliki
kewenangan dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan minat,
kebutuhan siswa dan
kebutuhan bidang lingkungan mereka.[24]
Fleksibilitas yang cukup dalam kurikulum untuk
memungkinkan perbedaan dan penyesuaian individu dengan kebutuhan dan minat
individu. Menyesuaikan dan mengadaptasi strategi untuk mengakomodasi keadaan
baru. Kemampuan untuk mengadopsi — seperti beralih ke cara yang sama sekali
baru dalam memandang masalah yang dihadapi untuk menemukan solusi kreatif dan
inovasi sejati.[25]
3.
Prinsip
Kontinuitas
Kontinuitas dalam Bahasa Inggris disebut dengan
continuous yang merupakan adjecyive dari continue yang berarti going
on wihtout stopping. [26]Yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal,
maupun secara horizontal. Pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus
memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang
pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dan jenis pekerjaan.
Makna kontinuitas di sini adalah berhubungan,
yaitu adanya nilai keterkaitan antara kurikulum dari berbagai tingkat
pendidikan. Sehingga tidak terjadi pengulangan atau diharmonisasi bahan pembelajaran yang berakibat
jenuh atau membosankan baik yang
mengajarkan (guru) maupun
yang belajar (peserta
didik). Selain berhubungan dengan tingkat pendidikan, kurikulum juga diharuskan
berhubungan dengan berbagai studi, agar antara satu studi dapat melengkapi
studi lainnya.[27]
Sedangkan fleksibilitas adalah kurikulum yang
dikembangkan tidak kaku dan memberikan kebebasan kepada guru maupun peserta
didik dalam memilih program atau bahan pembelajaran, sehingga tidak
ada unsur paksaan
dalam menempuh program
pembelajaran.[28]
Prinsip kontinuitas artinya kurikulum
dikembangkan secara berkesinambungan,
yang meliputi sinambung
antar mata pelajaran,
antar kelas maupun antar
jenjang pendidikan.[29] Untuk itu perlu adanya kerja
sama antar pengembang kurikulum dari berbagai kelas dan jenjang pendidikan.
Implikasinya adalah memastikan bahwa setiap kegiatan kurikuler bersambung
dengan kegiatan kurikuler lainnya, baik secara vertikal (bertahap), berjenjang)
maupun horizontal.[30]
Menurut Sholeh Hidayat, agar dalam pengembangan
kurikulum ada kesinambungan maka dalam penyusunan kurikulum perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a.
Bahan ajar
yang dibutuhkan untuk studi lanjut di jenjang berikutnya seharusnya sudah
diajarkan di jenjang sekolah atau madrasah sebelumnya
b.
Bahan ajar
yang telah diajarkan di jenjang sekolah atau madrasah sebelumnya tidak perlu
lagi diajarkan di jenjang sekolah berikutnya, kecuali atas dasar pertimbangan
tertentu (ruang lingkup dan urutan kurikulum).[31]
4.
Prinsip
Efisiensi
Peran kurikulum dalam ranah pendidikan adalah
sangat penting dan bahkan vital dalam proses pembelajaran, ia mencakup segala
hal dalam perencanaan pembelajaran agar lebih optimal
dan efektif. Dewasa ini, dunia revolusi industri menawarkan
berbagai macam perkembangan kurikulum yang dilahirkan oleh para ahli dari dunia barat. Salah satu pengembangan kurikulum yang dipakai oleh
pemerintah Indonesia untuk mencapai sebuah cita-cita
bangsa yaitu mengoptimalkan kecerdasan anak-anak generasi penerus bangsa
untuk memiliki akhlak mulia dan berbudi pekerti yang luhur.
Efisiensi adalah salah satu prinsip yang perlu
diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum, sehingga apa yang telah
direncanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Jika sebuah program
pembelajaran dapat diadakan satu bulan pada satu waktu dan memenuhi semua
tujuan yang ditetapkan, itu bukan
halangan. Sehingga siswa
dapat mengimplementasikan
program pembelajaran lain karena upaya itu diperlukan agar dalam pengembangan kurikulum dapat memanfaatkan sumber
daya pendidikan yang ada secara optimal,
cermat, dan tepat sehingga hasilnya
memadai.[32]
Peran kurikulum dalam bidang pendidikan sangat
penting bahkan vital dalam proses pembelajaran, hal itu mencakup segala sesuatu
dalam perencanaan pembelajaran agar lebih efektif dan efektif. Saat ini,
Revolusi Industri memperkenalkan berbagai jenis perkembangan kurikuler yang
diprakarsai oleh para ahli dari dunia Barat. Salah satu pengembangan kurikulum
yang digunakan pemerintah Indonesia untuk mencapai cita-cita bangsa adalah
dengan meningkatkan kecerdasan anak-anak generasi penerus bangsa agar berakhlak
mulia dan berakhlak mulia.
Kompetensi merupakan salah satu prinsip yang
harus diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum, agar yang direncanakan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Jika program pendidikan dapat diadakan selama
satu bulan pada satu waktu dan memenuhi semua tujuan yang ditetapkan, maka ini
bukan halangan. Agar siswa dapat melaksanakan program pendidikan lainnya karena
upaya tersebut diperlukan agar dalam pengembangan kurikulum dapat menggunakan
sumber daya pendidikan yang ada secara optimal, cermat, dan tepat sehingga
hasilnya mencukupi.[33]
5.
Prinsip
Efektivitas
Mengembangkan kurikulum pendidikan perlu
mempertimbangkan prinsip efektivitas, yang dimaksud dengan efektivitas di sini
adalah sejauh mana rencana program
pembelajaran dicapai atau
diimplementasikan. Dalam
prinsip ini ada dua aspek
yang perlu diperhatikan, yaitu: efektivitas mengajar guru dan efektivitas belajar
siswa.[34] Dalam aspek mengajar
guru, jika masih kurang
efektif dalam mengajar bahan ajar atau program, maka itu menjadi bahan dalam
mengembangkan kurikulum di masa depan, yaitu dengan mengadakan pelatihan,
workshop dan lain-lain. Sedangkan pada aspek efektivitas belajar siswa, perlu
dikembangkan kurikulum yang
terkait dengan metodologi
pembelajaran sehingga apa yang sudah direncanakan dapat tercapai dengan metode
yang relevan dengan materi atau materi pembelajaran.
Sedangkan prinsip khusus, sebagaimana
dikemukakan oleh Sukmadinata[35] mencakup
lima hal, yakni; prinsip penentuan tujuan pendidikan, pemilihan isi pendidikan, pemilihan proses belajar mengajar, pemilihan media dan
alat pengajaran, serta berkenaan dengan penilaian. Adapun
penjabarannya adalah sebagai
berikut:
1. Prinsip penentuan tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat
umum dan khusus. Dalam perumusan tujuan pendidikan, didasarkan pada sumber-sumber,
seperti; ketentuan dan kebijakan pemerintah, survei mengenai persepsi
masyarakat tentang kebutuhan mereka, survei tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, survei tentang
kualitas sumber daya manusia,
serta pengalaman negara
lain dalam menghadapi masalah yang sama.
2. Prinsip pemilihan isi pendidikan/kurikulum
Dalam menentukan isi kurikulum, beberapa
pertimbangan yang dapat dijadikan dasar acuan ialah; diperlukan penjabaran
tujuan pendidikan ke dalam perbuatan hasil
belajar yang khusus
dan sederhana, isi
bahan pelajaran harus
meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan, serta unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis, maksudnya ketiga ranah belajar tersebut
diberikan secara simultan dalam urutan situasi belajar.
3. Prinsip pemilihan proses belajar mengajar
Dalam proses belajar mengajar, hendaknya
memperhatikan hal-hal berikut ini; kecocokan metode/teknik belajar mengajar
untuk mengajarkan bahan pelajaran, variasi metode/teknik dalam proses belajar
mengajar terhadap perbedaan individu siswa, serta keefektifan metode/teknik
dalam mengaktifkan siswa dan mendorong berkembangnya kemampuan baru.
4. Prinsip pemilihan media dan alat pengajaran
Dalam proses pemilihan media dan alat
pengajaran, hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini; kegiatan perencanaan
dan inventaris terhadap alat/media apa
saja yang tersedia, serta pengorganisasian alat
dalam bahan pembelajaran, baik dalam bentuk modul atau buku paket.
5. Prinsip berkenaan dengan penilaian
Penilaian merupakan proses akhir dalam kegiatan
belajar mengajar. Dalam proses penilaian belajar, setidaknya mencakup tiga hal
dasar yang harus diperhatikan, yakni; pertama,
merencanakan alat penilaian. Hal yang harus diperhatikan dalam fase ini ialah
penentuan karakteristik kelas
dan usia, bentuk tes/ujian, dan banyaknya butir
tes yang disusun. Kedua, menyusun alat penilaian.
Langkah-langkahnya adalah dengan merumuskan tujuan pendidikan pada ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik, mendeskripsikan dalam bentuk
tingkah laku siswa yang dapat diamati, menghubungkan dengan bahan pelajaran, serta
menuliskan butir-butir tes.
Ketiga, mengelola hasil penilaian. Prinsip yang perlu diperhatikan ialah norma penilaian yang digunakan dalam pengelolaan hasil tes serta
penggunaan skor standar.
Jika ingin mendapatkan file yang dilengkapi dengan pemformatan Artikel Ilmiah, dilengkapi Pendahuluan, Daftar Isi, Footnote, dan Daftar Pustaka, dapat di download DI SINI