A. Pengertian Penelitian Kualitatif
Penelitian dalah terjemahan dari kata
Inggris, yaitu research. Dari itu, ada juga ahli yang menerjemahkan research
dengan riset. Reasearch itu sendiri berasal dari kara re yang
berarti ”kembali” dan to search yang berarti mencari, dengan demikian,
arti sebenarnya dari Reasearch atau riset adalah ”mencari kembali”.[1]
Kualitatif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) diartikan dengan ”bedasarkan mutu”.[2] Dalam bahasa
Inggris Qualitative disebut sebagai concerned with how good something
is.[3] Secara sederhana
dapat disebut sebagai kualitas, mutu, atau melihat seberaba baik sesuati itu.
Penelitian kualitatif, menurut beberapa ahli,
dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. John W. Creswell menyebut penelitian kualitatif dengan: is a means for exploring and understanding the meaning individuals or groups ascribe to a social or human problem.[4] (Penelitian Kualitatif merupakan metode-metode untuk mengekplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap dari masalah sosial atau kemanusiaan).[5]
2. Patricia Leavi memberikan pendapat bahwa penelitian kualitatif adalah Generally characterized by inductive approaches to knowledge building aimed at generating meaning. Researchers use this approach to explore; to robustly investigate and learn about social phenomenon.[6] (secara umum dicirikan oleh pendekatan induktif untuk membangun pengetahuan yang bertujuan menghasilkan makna. Peneliti menggunakan pendekatan ini untuk mengeksplorasi, menyelidiki dan mempelajari fenomena sosial dengan kuat.)
3. Lexi J. Moleong: Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa.[7]
4. Sugiyono: metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiyah, dmana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, analisis data bersifat induktif, dan hasilnya lebih menekankan makna daripada generalisasi.[8]
Pendekatan kualitatif berdasarkan
fenomenologis, menuntut pendekatan yang holistik, artinya menyeluruh
mendudukkan suatu kajian dalam suatu konstruksi ganda melihat suatu objek dalam
satu kontak natural alamiah apa adanya bukan parsial.[9] Penelitian
kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,
berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka
tentang dunia sekitarnya.[10]
Dari berbagai definisi yang telh dikemukakan
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak menggunakan
model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai
dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam
penelitian. Penelitian kualitatif merupakan penelitiian yang dalam kegiatannya
peneliti tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan
penafsiran terhadap hasilnya.
B.
Dasar Teoritis Pendekatan Kualitatif
1. Pendekatan Fenemenologis
Fenomenologi merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam penelitian kualitatif. Metode kualitatif hadir sebagi respons terhadap keberadaan metode kuantitatif yang dianggap tidak mampu lagi menjawab berbagai persoalan kehidupan yang ada. Metode ini memposisikan manusia sebagai subjek penelitian bukan sebagai objek penelitian (metode kuantitatif) yang mendapat sedikit porsi di dalamnya. Metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi berupaya untuk menangkap berbagai persoalan yang ada di masyarakat dan mengungkap makna yang terkandung di dalamnya.
Sophie Laws mengungkapkan phenomenology sebagai:
Phenomenology a major
school of philosophy based on the view that humans are active creators of their
own rules. It underpins an important branch of qualitative research, with the
primary task of achieving a more essential understanding of the social and
personal world. A study of life as it is experienced by self and others.[11]
(Fenomenologi merupakan aliran utama filsafat yang
didasarkan pada pandangan bahwa manusia adalah pencipta aktif dari aturannya
sendiri. Ini mendukung cabang penting penelitian kualitatif, dengan tugas utama
mencapai pemahaman yang lebih penting tentang dunia sosial dan pribadi. Sebuah
studi tentang kehidupan seperti yang dialami oleh diri sendiri dan orang lain).
Paradigma ini muncul karena timbulnya pemikiran manusia terhadap subjektivitas. Yang dimaksud dengan subjektivitas di sini bukanlah antonim dari kata objektivitas. Subjek yang dimaksud merupakan makna “aku” yang ada dalam diri manusia yang menghendaki, bertindak, dan mengerti.
Ada hal yang harus diperhatikan dalam penelitian kualitatif, khususnya yang menggunakan pendekatan fenomenologi. Banyak peneliti kontemporer yang mengklaim menggunakan pendekatan fenomenologi tetapi mereka jarang menghubungkan metode tersebut dengan prinsip dari filosofi fenomenologi. Hal ini perlu digarisbawahi agar kualitas penelitian fenomenologi yang dihasilkan memiliki nilai dan hasil standar yang tinggi. Untuk menuju ke hasil tersebut, penelitian fenomenologi harus memperhatikan ciri-ciri yang melingkupinya, yaitu: (1) mengacu pada kenyataan, (2) memahami arti peristiwa dan keterkaitannya dengan orang-orang yang berada dalam situasi tertentu, dan (3) memulai dengan diam.
Tujuan dari fenomenologi adalah untuk mempelajari fenomena manusia tanpa mempertanyakan penyebabnya, realitas yang sebenarnya, dan penampilannya
2. Pendekatan Interaksi Simbolik
Selaras dengan pandangan fenomenologis, sifat yang paling mendasar bagi pendekatan interaksionisme simbolik ialah asumsi yang menyatakan bahwa pengalaman manusia itu diperoleh dengan perantara interpretasi. Benda (objek), orang, situasi, peristiwa atau fenomena itu sendiri tidak akan memiliki maknanya sendiri tapa diberikan pemaknaan kepada hal-hal tersebut. Makna yang diberikan itu bukan kebetulan. Dalam pandangan interaksionisme simbolik orang berbuat sesuatu selalu diiringi dengan menginterpretasikan, mendefinisikan, bersifat simbolis yang tingkah lakunya hanya dapat dipahami peneliti dengan jalan masuk ke dalam proses mendefinisikan melalui pengobservasian terlibat (participant observation).[12]
Orang dapat memiliki pemahaman atau pemaknaan yang sama dengan orang lain melalui interaksi mereka, dan makna itu menjadi realitas. Seperti pendekatan-pendekatan lain, bagi interaksionisme simbolik, realitas hakikatnya adalah hasil konstruksi melalui pemaknaan.
Patton mengajukan tiga premis utama sebagai dasar
interaksionisme simbolik, yaitu:[13]
a.
People act toward
things, including each other, on the basis of the meanings things have for them.
(Tindakan manusia terhadap sesuatu berdasar makna yang diberikan sesuatu itu
kepadanya). Semakin penting sesuatu itu maknanya bagi dirinya semakin kuat pula
dia memeliharanya,
b.
The meanings of
things are derived out of social interaction with others. (Makna
sesuatu itu muncul dari interaksi sosialnya dengan orang lain), sehingga makna
itu bukan sesuatu yang datang dengan tibatiba dan
c.
The meanings of
things are managed and transformed through an interpretive process that people
use to make sense of and handle the objects that constitute their social worlds.
(Makna itu terus berubah melalui proses interpretasi yang dilakukan seseorang
ketika menghadapi sesuatu).
Premis Blumer itu menegaskan bahwa hanya melalui pendekatan kualitatif sebagai satu-satunya cara memperoleh pemahaman bagaimana orang menerima, memahami dan menginterpretasikan dunia. Hanya melalui kontak secara intensif dan mendalam serta berinteraksi secara langsung dengan orang dalam latar alamiah dan wawasan terbuka, dan analisis secara induktif, peneliti interaksionisme simbolik dapat sampai ke pemahaman dunia simbolik orang yang diteliti.
Interaksi simbolik memiliki perspektif teoritik dan orientasi metodologi tertentu. Pada awal perkembangannya interaksi simbolik lebih menekankan studinya tentang perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan masyarakat atau kelompok
Jika ingin mendapatkan file yang dilengkapi dengan pemformatan Artikel Ilmiah, dilengkapi Pendahuluan, Daftar Isi, Footnote, dan Daftar Pustaka, dapat di download DI SINI
3. Pendekatan Etnometodologi
Etnometodologi pertama kali diungkapkan oleh Harold Garfinkel, dia mengatakan bahwa Etnometodologi merupkan practical sosiological reasoning. (Penalaran Sosiologis Praktis).[14] Pendekatan etnometodologi adalah studi tentang bagaimana individu menciptakan dan memehami kehidupannya seheri-hari. Sobyek etnometodologi bukanlah suku-suku yang terasing, melainkan orang-orang dari berbagai macam stuasi dalam masyarakat kita. Etnometodologi berusaha memahami bagaimana orang-orng mulai melihat, menerangkan dan menguraikan keteraturan dunia tempat mereka hidup. Menurut para etnometodolog, penelitian bukanlah merupakan usaha ilmiah yang unik, tetapi lebih merupakan penyelesaian praktis.
Taylor dan Bogdan mengungkapkan bahwa:
Ethnomethodology refers not to research methods but rather to the subject matter of study: how (the methodology by which) people maintain a sense of an external reality. (Etnometodologi tidak mengacu pada metode penelitian tetapi lebih pada subjek studi: bagaimana (metodologi yang digunakan) orang mempertahankan rasa realitas eksternal).[15]
Sementara itu, Patton mengungkapkan “Ethnomethodology focuses on the ordinary, the routine, and the details of everyday life”.[16] (Etnometodologi berfokus pada hal-hal biasa, rutinitas, dan detail kehidupan sehari-hari.)
Harold Garfinkel sebagai pencetus teori Etnometodologi melihat fakta sosial sebagai sesuatu yang fundamental dalam kehidupan sosial. Sehingga dalam penggunaannya Etnometodologi tidak terpaku pada hal-hal yang sifatnya makro maupun mikro, namun memusatkan pengamatannya pada interaksi sosial yang dilakukan manusia dalam kesehariannya, salah satunya melalui pengamatan Etnometodologi atas percakapan sehari-sehari yang dilakukan manusia.
Etnometodologi meletakkan studi mengenai kegiatan manusia sehari-hari atas dasar common sense. Realitas common sense dan eksisitensi sehari-hari manusia merupakan kepentingan praktis dalam kehidupan sosial. kepentingan praktis kemudian dilawankan dengan kepentingan ilmiah (teoritis)
4. Pendekatan Hermeneutik
Filsafat hermeneutik, pertama kali dikembangkan oleh Frederich Schleiermacher (1768–1834) dan diterapkan pada penelitian ilmu manusia oleh Wilhelm Dilthey (1833–1911) dan filsuf Jerman lainnya, berfokus pada masalah interpretasi. Hermeneutika memberikan kerangka teoritis untuk pemahaman interpretatif, atau makna, dengan perhatian khusus pada konteks dan tujuan asli. Istilah hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuein, yang berarti "memahami" atau "menafsirkan".[17]
Masih dari Potton, dia mengatakan:
Qualitative inquiry includes document
analysis. Anything written can be a source of data for qualitative analysis: evaluation
reports, meeting minutes, client case files, political speeches, news accounts
of current events, editorials, blogs, Facebook posts, and on and on. The modern
age is an age of texts. Everything and anything from historical writings to
real-time Twitter posts can be material for qualitative study, seeking meanings,
patterns, and themes that provide insights into how those who wrote what is
being analyzed understood and interpreted the world. While observation,
interviews, and fieldwork dominate qualitative methods, analysis of documents
and text is taking on increased importance in an information and communications
age when texting has emerged as a verb. Hermeneutics examines “how we read,
understand, and handle texts, especially those written in another time or in a
context different from our own”.[18]
(Penyelidikan kualitatif mencakup analisis dokumen. Apa pun yang tertulis dapat menjadi sumber data untuk analisis kualitatif: laporan evaluasi, notulen rapat, file kasus klien, pidato politik, akun berita peristiwa terkini, editorial, blog, posting Facebook, dan seterusnya. Zaman modern adalah zaman teks. Segala sesuatu dan apa pun mulai dari tulisan sejarah hingga postingan Twitter real-time dapat menjadi bahan studi kualitatif, mencari makna, pola, dan tema yang memberikan wawasan tentang bagaimana mereka yang menulis apa yang dianalisis memahami dan menafsirkan dunia. Sementara observasi, wawancara, dan kerja lapangan mendominasi metode kualitatif, analisis dokumen dan teks menjadi semakin penting di era informasi dan komunikasi ketika SMS muncul sebagai kata kerja. Hermeneutika meneliti “bagaimana kita membaca, memahami, dan menangani teks, terutama yang ditulis di lain waktu atau dalam konteks yang berbeda dari teks kita sendiri”)
Teori hermeneutik yang disampaikan Madison dan Ricoeur, kemudian dituliskan oleh Burhan Bungin dalam bukunya yang berjudul “Analisis Data Penelitian Kualitatif” menyatakan bahwa hermeneutik terfokus pada persoalan-persoalan interpretasi dan pemahaman, yang berhubungan dengan dua konsep wacana, yaitu: wacana lisan maupun wacana tulis atau teks, yang merupakan kesimpulan dari teori yang disampaikan oleh Madison dan Ricoeur. Burhan kemudian melanjutkan dengan teori yang disampaikan oleh Schleirmacher yang membagi hermeneutik menjadi dua konsep; Pertama, interpretasi gramatika, yaitu yang berpusat kepada ciri bahasa, sehingga interpretasi gramatika ini memerlukan pengetahuan bahasa yang luas. Kedua, interpretasi psikologik yang ditujukan untuk memahami pribadi penulis.[19]
C. Karakteristik
Penelitian Kualitatif
Karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan
and Biklen dapat dikemukakan
sebagai berikut: [20]
1.
Qualitative
research has been natural setting as the direct source of data and the research
is the key instrument. (Dilakukan pada
kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen), langsung ke sumber
data dan peneliti adalah instrumen kunci).
2. Qualitative
research is descriptive. (Penelitian kualitatif
lebih bersifat deskriptif). Data yang terkumpul
berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.
3. Qualitative
researchers are with process rather than simply with outcome or products. (Penelitian kualitatif
lebih menekankan pada proses dari pada produk atau outcome).
4.
Qualitative
Researchers tend to analyze their data inductively. (Penelitian kualitatif
melakukan analisis data secara induktif).
5. “Meaning”
is of essential concern to the qualitative approach.
(Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).
Dari pernyataan diatas dapat dipahami
bahwa penelitian kualitatif: (1) Penelitian kualitatif merupakan suatu kondisi
yang alami dan peneliti merupakan instrumen utama bagi pengumpulan dan analisis
data (2) penelitian kualitatif adalah deskripsi, yaitu harus menekankan pada
proses, makna, dan pemahaman yang diperoleh melalui kata-kata atau gambar (3)
lebih mengutamakan proses (aktivitas) daripada hasil atau produk (4) proses
induktif, dalam arti peneliti membangun abstraksi, konsep, hipotesis dan teori
dari hal-hal yang detail di lapangan (5) lebih menekankan pada penemuan makna,
disamping itu peneliti harus benar-benar hadir di lapangan.
Jika ingin mendapatkan file yang dilengkapi dengan pemformatan Artikel Ilmiah, dilengkapi Pendahuluan, Daftar Isi, Footnote, dan Daftar Pustaka, dapat di download DI SINI
D.
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Kualitatif dengan Kuantitatif
Penelitian
kuantitatif dan kualitatif merupakan salah satu bentuk metode penelitian
sosial. Masing-masing memiliki persamaan dan perbedaan yang signifikan di
antara keduanya, baik dari segi filosofis, jenis data, tujuan, pendekatan
penelitain, dan lainnya.
1. Filosofis: Metode penelitian kuantitatif sering digunakan dari paradigma ontologis dan bersifat positivis, sedangkan metodologi kualtitatif menggunaan paradigma ontologis dan bersifat non positvis.
2. Jenis Data: Berdasarkan jenis data, kuantitatif memiliki data yang bersifat numerik dan deskriptif terkait dengan pandangan, pendapat, atau sikap dari suatu populasi[21] dengan responden sebagai istilah dari sumber data peneliti. Sedangkan penelitian kualitatif bersifat non numerik dan bersifat interpretif[22] dari informan, yaitu istilah untuk sumber data penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif sering menggunakan kata-kata yang tidak bersifat numerik, seperti cantik, tampan, lucu, responsif,dan lain sebagainya.
3. Tujuan: Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk mengembangkan teori-teori dan hipotesis yang dikaitkan dengan fenomena sosial yang terjadi.). Penelitian kuantitatif banyak digunakan untuk menguji suatu teori dari fenomena yang ada, atau mendeskripsikan banyak hal, baik itu dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial.
4. Pendekatan Penelitian: Kuantitatif menggunakan pendekatan deduktif dan bersifat teori-sentris, di mana penelitian kuantitatif menjadikan teori sebagai pusat dari penelitiannya dan berpusat pada hasil dari penelitian. Teori sangat penting bagi penelitian kuantitatif, karena teori menjadi dasar dari terbentuknya hipotesis yang menghasilkan variabel-variabel yang memiliki hubungan dengan subjek penelitian.
Penelitian Kualitatif menggunakan pendekatan induktif dan melihat bahwa informan adalah pusat dari penelitian, sehingga penelitian ini bersifat data-sentris. Hal ini membuat peneliti lebih mengutamakan proses pengumpulan data dibandingkan menentukan teori yang sesuai dengan fenomena tertentu.
5. Analisis: Analisis penelitian kuantitatif pada dasarnya menggunakan teknik statistik dengan data numerik yang berjumlah sangat banyak, sedangkan penelitian kualitatif menggunakan data yang jauh lebih sedikit, dan menggunakan beberapa teknik seperti hermeneutic (pemaknaan suatu teks) dan semiotik (pemaknaan kata dan simbol dalam suatu bahasa).[23] Analisis penelitian kualitatif berkaitan dengan grounded theory, yaitu suatu pendekatan yang menjembatani jarak antara penelitian empiris yang masih baru dengan teori yang belum diketahui.[24]
6. Instrumen Penelitian: Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang menggunakan dasar satistik, karena itu, pada umumnya instrumen yang digunakan dalam penelitian kuantitatif adalah survey dan observasi. Penelitian kualitatif hanya memiliki satu instrumen, yaitu peneliti itu sendiri. Hal ini dikarenakan dalam penelitian kualitatif, peneliti harus terjun langsung untuk mengumpulkan data yang dia inginkan.
Secara rinci, Sugiyono menjelaskan perbedaan penelitian kualitatif dengan kuantitatif sebagaimana di bawah ini:[25]
No |
Penelitian
Kuantitatif |
Penelitian
Kualitatif |
1 |
DESAIN - spesifik, jelas,
rinci ditentukan secara mantap sejak awal menjadi pegangan langkah
demi langkah |
DESAIN - Umum - fleksibel - berkembang dan muncul
dalam proses penelitian |
2 |
TUJUAN - menunjukkan hubungan
antar valiabel - menguji teori - mencari generalisasi
yang mempunyai nilai produktif |
TUJUAN - menemukan pola hubungan yang
bersifat interaktif - meemukan
teori menggambarkan realitas yang kompleks memperoleh pemahaman
makna |
3 |
TEKNIK
PENGUMPULAN DATA - kuisioner - observasi dan
wawancara terstruktur |
TEKNIK
PENGUMPULAN DATA - participant
observation in depth interview - dokumentasi - triangulasi |
4 |
INSTRUMEN
PENELITIAN - test, angket,
wawancara terstruktur - instrument yang telah
terstandar |
INSTRUMEN
PENELITIAN - peneliti sebagai
instrument(human instrument) - buku catatan, tape
recorder, camera, handycam, dan lainnya |
5 |
DATA - kuantitatif hasil
pengukuran variable yang dioperasionalkan dengan menggunakan instrumen |
DATA - kuisioner - deskriptif kualitatif - dokumen pribadi,
catatan lapangan, ucapan dan tindakan responden, dokumen dan lain-lain |
6 |
SAMPEL - besar - representative - sedapat mungkin
random - ditentukan sejak awal |
SAMPEL - kecil - tidak representative - purposive, snowball - berkembang selama
proses penelitian |
7 |
ANALISIS - setelah selesai pengumpulan
data deduktif - menggunakan statisik
untuk menguji hipotesis |
ANALISIS - terus menerus sejak
awal sampai akhir penelitian induktif m mencari pola, model, thema, teori |
8 |
HUBUNGAN
DENGAN RESPONDEN - dibuat
berjarak, bahkan sering tanpa kontak agar objektif - kedudukan peneliti lebih
tinggi dari responden - jangka pendek sampai
hipotesis dapat dibuktikan |
HUBUNGAN
DENGAN RESPONDEN - empati, akrab, supaya
memperoleh pemahaman yang mendalam - kedudukan sama bahkan
sebagai guru, konsultan - jangka lama, sampai
datanya jenuh, dapat ditemukan hipotesis atau teori |
9 |
USULAN
DESAIN - luas dan rinci - literature yang
berhubungan dengan masalah, dan variable yang diteliti - prosedur yang
spesifik dan rinci data-datanya - masalah dirumuskan
dengan spesifik dan jelas - hipotesis dirumuskan
dengan jelas - ditulis secara rinci
dan jelas sebelum terjun ke lapangan |
USULAN
DESAIN - singkat, umum,
bersifat sementara - literature yang digunakan
bersifat sementara, tidak menjadi pegangan utama - prosedur bersifat
umum, seperti akan merencanakan tour/piknik - masalah bersifat
sementara dan akan ditemukan setelah studi pendahuluan - tidak dirumuskan
hipotesis, karena justru akan menemukan hipotesis - focus penelitian
ditetapkan setelah diperoleh data awal dari penelitian |
10 |
KAPAN
PENELITIAN DIANGGAP SELESAI? Setelah
semua kegiatan yang direncanakan dapat diselesaikan |
KAPAN
PENELITIAN DIANGGAP SELESAI? Setelah
tidak ada data yang dianggap baru/jenuh |
11 |
KEPERCAYAAN
TERHADAP HASIL PENELITIAN Pengujian
validitas dan realibilitas instrumen |
KEPERCAYAAN
TERHADAP HASIL PENELITIAN Pengujian
kredibilitas, depenabilitas, proses dan hasil penelitian |
Disamping perbedaan, penelitian kuantitatif
juga memiliki persamaan. Secara umum, penelitian kuantitatif dan kualitatif
memiliki persamaan sebagai berikut :
1. Merupakan sebuah metode yang digunakan
dalam penelitian untuk memecahkan suatu masalah sosial
2. Memiliki obyek dan subyek penelitian
3. Menerapkan metode pengumpulan data yang
sistematis dan terbuka dan dapati nilai olah orang lain
4. Mempunyai kesimpulan dari masing-masing
analisis penelitian
5. Menggunakan prosedur agar terhindar dari
kesalahan analisis dan pengambilan kesimpulan
Jika ingin mendapatkan file yang dilengkapi dengan pemformatan Artikel Ilmiah, dilengkapi Pendahuluan, Daftar Isi, Footnote, dan Daftar Pustaka, dapat di download DI SINI