KONSELING PSIKOLOGI INDIVIDUAL
THE INDIVIDUAL PSYCHOLOGY
(ALFRED
ADLER)
A. Pendahuluan
Individual
psychology atau psikologi individual dikembangkan oleh Alfred Adler, sebagai
salah satu sistem yang komperatif dalam memahami individu dalam kaitannya dengan
lingkungan sosial. Adler memisahkan diri dari psikoanalisa Freud karena
ketidaksetujuannya kepada pandangan Freud,
mengenai libido seksual sebagai
penyebab utama neurosis. Pengikut Adler antara lain adalah Rudolph Drekurs,
Martin Son Tesgard, dan Donal Dinkmeyerr.
Alfred Adler
selain siswa juga rekan kerja Freud dan berumur empat belas tahun lebih muda
dari Freud. Adler telah menjadi dokter praktek. Ketika bergabung dengan Freud
dan ahli lain ketika dibentuknya Masyarakat Psychoanalytic Vienna. Sebagaimana
Freud, Adler juga mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan dan evolusi
dalam pemikirannya. Karena itulah ia keluar dari paham Freud dan Masyarakat
Psychoanalytic Vienna. Pada tahun 1911 Adler mulai mengembangkan
pemikirannya yang dikenal sebagai Psikologi Individu. Aliran Psikologi
Individual di kenal dengan nama Adlerian Counseling. Dalam corak terapi ini
perhatian utama diberikan pada kebutuhan seseorang untuk menempatkan diri dalam
kelompok sosialnya. Ketiga konsep pokok dalam corak terapi ini adalah rasa
rendah diri (inferiority feeling), usaha untuk mencapai keunggulan (striving
for superiority), dan gaya hidup perseorangan (a person’s life style).
WS.Winkel (1997:422).
Pemikirannya ini
memberikan pengaruh sangat capat kepada orang-orang diluar profesi analitik,
yaitu pada para guru, doktor, ahli ilmu lain dan masyarakat umumnya. Hal ini
disebabkan karena konsep Adler mudah dipahami dari pada konsep Freud. Pada dua
puluh tahun terakhir psikologi individu telah berkembang lagi. Masyarakat Psikologi
Individu ini terdiri dari anggota profesional yang tumbuh dimana-mana. Jumlah
anggotanya diatas 20.000 orang, karena sebelumnya mengalami kemerosotan akibat
tumbuhnya pendekatan lain yang semula dikembangkan oleh Adler.
B. Manusia
1. Manusia
tidak semata-mata bertujuan untuk memuaskan dorongan-doronganya tetapi secara
jelas juga termotivasi untuk melaksanakan:
a. Tanggung
jawab sosial
b. Pemenuhan
kebutuhan untuk mencapai sesuatu
2. Tingkah
laku ditentukan oleh:
a. Lingkungan
b. Pembawaan
c. Individu
itu sendiri
3. Tingkah
laku ditentukan oleh:
Tingkah laku
tidak ditentukan oleh kejadian yang diluar individu, melainkan oleh bagaimana
individu mempersepsi dan menginterpretasikan kejadian itu:
a. Persepsi
dan interpretasi itu membentuk fiksi yang menjadi tujuan bagi tingkah laku individu
( Fictional goal)
b. Life
Goal (LG) fictional goal menjadi arah dari tingkah laku individu untuk
mengatasi kelemahannya dalam menghadapi dunianya. Fictional goal ini menjadi LG
c. Life
Style (LS). Life goal yang menjadi arah tingkah laku itu lebih jauh akan
membentuk LS
d. Social
Interest (SI): manusia dilahirkan sebagai mahluk sosial, dan apapun yang akan
dilakukannya selalu dalam hubungannya dengan kelompok sosial.
C. Kepribadian
1. Perkembangan
Kepribadian:
a.
Dasar kepribadian terbentuk pada usia
4-5 Tahun pertama.
b.
Pada awalnya manusia dilahirkan
dengan feeling of inferiority (FOI) yang selanjutnya menjadi dorongan
bagi perjuangannya kearah feeling of superiority (FOS)
c.
Anak-anak menghadapi lingkungannya
dengan kemampuan dasarnya dan menginterpretasikan lingkungannya itu.
d.
Dalam pada itu social interestnya pun
berkembang.
e.
Selanjutnya terbentuklah LS yang unik
untuk masing-masing individu---Human individuality yang bersifat :
(1) Self
determenistik
(2) Teleologis
(3) Holistik
f.
Sekali terbentuk LS sukar untuk
berubah, perubahannya akan membawa kepedihan.
2. Individu
sukar menyadari sepenuhnya LS-nya
sendiri. Untuk menjelaskannya biasanya diperlukan orang lain.
D. Kasus
1. Sebab
utama TLSS (tingkah laku salah suai) adalah perasaan FOI yang amat sangat yang
ditimbulkan oleh:
a.
Cacat mental atau fisik
b.
Penganiayaan oleh orang tua
c.
Penelantaran
Apabila ke tiga
hal tersebut dibesar-besarkan maka FOI akan semakin berkembang (menjadi-jadi).
2. TLSS
adalah hasil dari pengaruh lingkungan, yang pada umumnya berawal dari tingkah
laku orang tua sewaktu anak masih kecil. Demikian pula dengan anak-anak yang
ditelantarkan.
3. Apabila
pada diri anak berkembang situasi tegang karena memuncaknya perasaan FOI, maka
tingkah laku abnormal mulai berkembang:
a.
Upaya mengejar superioritas yang
berlebihan:
(1) terlalu
keras sehingga menjadi kaku
(2) Perfeksionistik
tidak wajar
b.
SI terganggu:
(1) Hubungan
sosial tidak menyenangkan
(2) Selfish,
mengisolasi diri
E. Tujuan
1. Membantu
klien mengubah konsep tentang diri sendiri:
a.
Menstruktur dan menyadari LS klien
b.
Mengurangi penilian negatif tentang
diri sendiri dan perasaan inferiornya.
2. Mengkoreksi
persepsi klien tentang lingkungannya dan mengambangkan tujuan-tujuan baru yang
hendak dicapai melalui tingkah laku baru klien
3. Membangun
kembali SI klien.
F. Teknik
1. Membangun
hubungan yang baik antara klien dengan konselor. Jangan sampai klien sampai
takut:
a.
Konselor mampu berkomunikasi dengan
baik
b.
Objektif
c.
Mampu mendengarkan dengan baik
2. Tiga
tahap dalam proses koseling:
a.
Mengembangkan pemahaman tentang LG
dan LS klien
b.
Menginterpretasikan tingkah laku
klien sehingga klien menyadari bagaimana menyadari tujuan-tujuan (yang termuat
dalam tingkah lakunya itu) menimbulkan gangguan ataupun kesulitan.
c.
Apabila kesadaran tersebut muncul
dikembangkan SI klien.
3. Teknik
a.
Analisis LS:
(1) Memahami
cacat fisik dan mental, penganiayaan dan/ atau penelantaran yang pernah
dialami.
(2) Memahami
tingkah laku klien, dalam kaitannya dengan no. (1).
(3) Memahami
pola asuh orang tua dimana klie dibesarkan.
(4) Interpretasi
yang tajam---hubungan antara (1), (2) dan (3).
b.
Interpretasi early recollections (ER)
Konselor
mendiskusikan dengan klien ingatan/ kenangan klien di masa lampau, pada masa
umur 10 tahun. Berbagai kejadian dan perasaan terhadap kejadian-kejadian itu
diungkapkan. Hasilnya akan memberikan gambaran tentang bagaimana klien
memandang diri sendiri, orang lain dan LS-nya sendiri.
c.
Interpretasi
Setelah klien
menyadari berbagai hal tentang dirinya, tibalah waktunya klien menyadari “kesalahan-kesalahan
yang mendasar” dalam menjalani hidupnya. Selanjutnya dikembangkan
pemahaman-pemahaman baru untuk menghadapi hidup. Untuk ini klien perlu
didorong, dibangkitkan kebaraniannya untuk menghadapi kehidupannya dengan
cara-cara baru yang lebih efektif dan membahagiakan. Prayitno (1998:50-53).
G. Kritik
dan Kontribusi
Beberapa kritik
yang disampaikan pada psikologi individual antara lain:
(1) Terlalu
banyak menekankan pada tilikan intelektual dalam upaya perubahan.
(2) Penekanan
yang berlebihan pada pengalaman, nilai dan minat subjektif sebagai penentu
perilaku.
(3) Meminimalkan
faktor biologis dan riwayat masa lalu
(4) Terlalu
banyak menekankan tanggung jawab pada keterampilan diabnostik konselor.
Sementara itu
kontribusi psikologi individual antara lain:
(1) Keyakinan
yang optimistik bahwa setiap orang dapat berobah, dapat mencapai sesuatu, arah
evaluasi manusia bersifat positif.
(2) Penekanan
pada hubungan konseling sebagai suatu media untuk mengubah klien.
(3) Menekankan
bahwa masyarakat tidak sakit atau salah, akan tetapi manusianya yang sakit atau
salah.
(4) Menekankan
bahwa kekuatan sebagai pusat pendorong perilaku. Mohammmad Surya (2003:43)
H. Kesimpulan.
Menurut Adler manusia
bukan sekedar memuaskan dorongan-dorangannya tetapi juga di motivasi untuk
melaksanakan tanggung jawab sosial dan pemenuhan kebutuhannnya untuk mencapai
sesuatu. Tingkah laku individu ini di tentukan oleh beberapa faktor diantaranya
lingkungan, pembawaan, individu itu sendiri dalam mencapai tujuan untuk merubah
konsep diri klien, mengkoreksi persepsi klien tentang lingkungannya dengan
mengembangkan tujuan-tujuan baru yang hendak dicapai serta membangun kembali SI
klien.
Sumber Bacaan
Hansen James C. (1977). Konseling
(theory and Proces) New York. Becon, Inc
Prayitno (1998). Konseling Pancawaskita.
Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP IKIP Padang
Mohammmad Surya (2003)
Teori-teori Konseling. Bandung. Bani Qurais
Mohammmad Surya (1998).
Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling) Dirjen Dikti. Proyek Pengembangan Lembaga
Tanaga Kependidikan
WS.Winkel (1997). Bimbingan
dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta. Grasindo