BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sangat diperlukan sebagai proses yang mampu
membangun potensi manusia menuju kemajuan dalam segala aspek. Pendidikan
menurut Islam atau Pendidikan Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan yang
dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam
sumber dasarnya, yaitu Al-qur’an dan Al-Sunnah.
Kemajuan ilmu dan teknologi yang makin canggih dewasa
ini telah menimbulkan berbagai macam perubahan dalam kehidupan manusia,
termasuk perubahan dalam tatanan sosial dan moral. Dibalik kemajuan yang
demikian pesat itu, mulai terasa pengaruh yang kurang menggembirakan, yaitu
mulai tampak dan terasa nilai-nilai luhur agama, adat dan norma sosial yang
selama ini sangat diagungkan bangsa indonesia mulai menurun bahkan kadangkala
diabaikan, karena ingin meraih kesuksesan dalam karier dan kehidupan. Untuk
menangkal kesemuanya ini salah satu upaya yang dianggap ampuh adalah melalui
jalur pendidikan, terutama pendidikan agama khususnya pendidikan agama Islam.
Sebab pendidikan agama Islam berorientasi pada pembekalan kemampuan intelektual
tinggi yang memiliki akhlaqul karimah yang baik.
Pendidikan haruslah dilihat sebagai bagian yang utuh,
yang memposisikan guru, materi pelajaran yang diberikan, proses pendidikan,
lingkungan rumah, sosial atau masyarakat, ekonomi, dan budaya lingkungan siswa
sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam proses pembentukan karakter
(building) siswa menjadi anak yang sholh
A.
Rumusan dan
Batasan Masalah
1.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana Metode Studi Kalam
b.
Bagaimana Maetode Studi Tasawuf
c.
Bagaimana Metode Studi Tarbiyah
2.
Batasan
Masalah
a.
Maetode Studi Kalam
b.
Maetode Studi Tasawuf
c.
Maetode Studi Tarbiyah
B.
Tujuan
Penulisan
1. Agar memperoleh tentang berbagai hal menyangkut metode-metode studi
Islam, terutama di bidang kalam, Tasawuf, dan studi tarbiyah
2. Untuk mengembankan wawasan tentang Metodologi studi Islam, sesuai
konsep pendidikan dan Pendiidkan.
3. Untuk melengkapi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan semester
dua prodi S1.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ilmu Kalam
1.
Pengertian Ilmu Kalam
Ilmu kalam atau ilmu telogi menurut
pengertian secara harfiyah yaitu bersal dari kata teo yang artinya tuhan dan
logi yang artinya ilmu sedangkan menurut pengertian secara giobal yaitu ilmu
membahas tentang masalah ketuhanan serta berbagai masalah yang berkaitan
dengannya berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan.
Menurut Ibn khaldun, sebagaimana
dikutip Hanafi dan dikutip pula oleh abuddin nata, Ilmu kalam adalahilu yang
berisi alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan
menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang
menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah.[1]
Dalam perkembangan selanjutnya ilmu teologi
berbicara berbagai masalah berkaitan dengan keimanan serta akibat-akibatnya
seperti masalah iman, kufr, musyrik, murtad, kehidupan akhirat, berkaitan
dengan kalamullah, orang yang tidak beriman dan sebagainya. Sejalan dengan ini
teologi kadang di namai ilmu tauhid,
ushuluddin, aqaid,[2] dan ketuhanan.
Dengan demikian seseorang yang
mempeajari dapat mengetahui bagaiman cara-cara untuk memiliki keimanan dan
bagaimana pula cara menjaga keimanan tersebut agar tidak hilang atau rusak.
2. Model-Model
Penelitian Ilmu Kalam
Secara garis besar, penelitian ilmu
penelitian ilmu kalam dibagi menjadi dua bagian yaitu pertam penelitian yang
bersifat dasar atau pemula, dan pada tahap ini sifatnya baru pada tahap
membangun ilmu kalam menjadi suatu disiplin ilmu. kedua penelitian yang
bersiafat lanjutan atau pengembangan dari penelitaian pemula, pada model ini
mendeskripsikan Ilmu kalam menggunakan bahan-bahan rujukan dari peneliti
pertama.
3. Penelitian
pemula
Dalam kaitan ini dapat kita jumpai
beberapa karya hasil yang di susun oleh ulama selaku peneliti pemula, karya
peneliti pemula sebagai berikut :
a. Model abu Mansur Muhammad bin
Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi Al-Samarqandi
Beliau telah menulis buku teologi
yang berjudul kitab At-tauhid dalam
buku tersebut disebutkan pembahasan tentang cacatnya taqlid dalam hal beriman,
serta kewajiban mengetahui agama dengan dalil al-sama' (dalil naqli) dan dalil
aqli, pembahasan tentang alam, antrophormisme or paham jism pada tuhan, sifat-sifat Allah, dan perbedaan faham diantara
manusia tenteng cara allah menciptakan makhluk, perbuatan mahluk, paham
qadariyah, qada dan qadar, keimanan, tidak adanya dispensasi dalam hal islam
dan iman
b. Model Al-Imam Abi Al-Hasan bin
Isma'il Al-Asy'ari
Beliau telah menulis buku berjudul Maqalat al-islamiyyin wa ikhtilaf al-
mushallin. Didalam bukunya pada juz pertama membahas masalah aliran-aliran
induk yang mencapai sepuluh, dan dibahas pula masalah aliran syiah, kebolehan bagi allah dalam
menciptakan alam, kesanggupan manusia, perbuatan manusia dan bintang,
kelahiran, kepemimpinan (imamah),
kerasulan, keimanan, janji baik dan buruk, siksaan bagi anak necil, tentang
tahkim(arbitrase), hakikat manusia
khawarij. Dan masih banyak[3]
c. Model Abdul Al-Jabbar bin Ahmad
Beliau menulis buku syarh Al-Ushul Al-Khamsyah bagi yang
ingin mengkaji tentang ajaran mu’tazilah secara mendalam, mau tidak mau harus
membaca buku ini. Ajaran pokok Mu’tazilah ada lima yaitu, al-tauhid, al-Adl, al-wa’ad alwa’id,[4][5] al-tauhid, al-Adl, al-wa’ad alwa’id,
al-manzilah bain al-manzilatain, amar ma’ruf nahi munkar. dalam buku
tersebut disebutkan tentang ajaran mu'tazilah secara mebdalam diantaranya
adalah kewajiban yang utama dalam mengetahui allah, ma'na wajib, ma'na keburukan,
hakikat pemikiran dan macam-macamnya, pembagian manusia, urusan dunia dan
akhirat, makna berpikir.[5]
d. Model Thahariyah
Beliau telah menulis buku yang
berjudul Syarah Al-Aqidah At-thahawiyah.
Dalam buku ini membahas teologi kalangan ulama salaf, dan didalam buku tersebut telah dibahas
kewajiban mengimani mengenai apa yang telah dibawah oleh rasul, kewajiban
mengikuti ajaran para rasul, makna Tauhid, dan dibahas pula macam-macam tauhid
yang dibawa oleh para rasul, tauhid uluhiyah
dan tauhid rububiyah, mengenai wujud yang diluar zat, tafsir tentang
qudrat, tafsir kalimat Lailaha illa Allah dll (bisa di lihat di buku MSI
Abuddin nata).
e. Model al-imam Al-Harmain Al-Juwaini
Beliau telah menulis buku yang
berjudul Al-Syamil fi Ushul Al-Din.
Didalam buku tersebut membahas tentag penciptaan alam yang didalamnya terdapat
hakikat jauhar (subtansi), arad (aksidensi) didalamnya dibahas
hakikat tauhid, kelemahan kaum mu'tazilah, pembahasan tentang akidah, kajian
tentang dalil atas kesucian allah masalah illat atau sebab
f.
Model Al-Ghazali
Beliau telah menulis buku Al-Iqtishod fi al-I'tiqod membahas
tentang perlunya ilmu dalam memahami agama dan juga perlunya ilmu sebagai fardhu kifayah, pembahasan tentang dzat
allah, tentang qodimnya alam, dan penetapan tentang kenabian muhammad saw.
g. Model Al-Amidy
Beliau telah menulis buku yang
berjudul ghoyah almaram fi ilmu kalam
yang membahas tentang sifat-sifat wajib bagi allah, sifat nafsianya[6], dan
sifat yang jaiz bagi allah dan pembahasan tentang keesaan allah swt perbuatan
yang bersfat wajib al-wujud dan tentang tidak ada penciptaan selain allah
4. Penelitian
Lanjutan
Berbagai hasil penelitian lanjutan
dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Model Abu Zahra
Beliau telah menulis buku yang
berjudul Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah
fi al-Siyasyah wa al-Aqo'id yang membahas tentang objek-objek yang
dijadikan pangkal pertentangan oleh berbagai aliran dalam bidang politik yang
berdampak pada masalah teologi dan membahas aliran dalam madzab syiah ,
khawarij dengan berbagai sektenya.
b. Model Ali Mustofa Al-ghurabi
Beliau telah meulis buku yang
berjudul tarikh Al-Firakh al-Islamiyah wa
Nasyatu Ilmu al-Kalam’ ind al-Muslimin yang membahas perkembangan ilmu
kalam, keadaan aqidah pada zaman nabi, khulafaurrasyidin dan dilanjutkan
pembahasan mengenai aliran mu'tazilah lengkap dengan tokoh-tokoh dan pemikir
teoliginya
c. Model Abdul al-Latif Muhammad
al-Asyr
Beliau telah menulis buku yang
berjudul al-fikriyah li madzhab ahl
al-sunnah yang membahas tentang pokok-pokok yang menyebabkan timbulnya
perbedaan pendapat dikalangan umat islam, masalah mantiq dan filsafah, barunya
alam, sifat-sifat yang melekat pada Allah Azza
wa jalla,nama-nam tuhan, keadilan tuhan, penetapan kenabian, mu’jizat dan
karomah, Rukun Islam, iman dan islam,
taklif (beban) Al-samiyat (wahyu atau dalil naql) Al-imamah, serta ijtihad
dalam hukum agama[7].
d. Model Harun Nasution
Beliau dikenal sebagai guru besar
filsafat dan teologi banyak mencurahkan perhatiannya pada penelitian dibidang
teologi islam (Ilmu Kalam). Salah satu hasil penelitiannya adalah buku fi Ilm al-Kalam (teologi islam).dalam
buku tersebut selain dikemukakan tentang sejarah timbulnya persoalan-persaoalan
teologi dalam islam,juga dikemukakan tentang berbagai aliran telogi islam
lengkap dengan tokoh-tokoh dan pemikirannya.
Dari berbagai penelitian yan
sifatnya lanjutan tersebut, dapat diketahui model penlitian yang dilakukan
dengan menggunakan ciri-ciri sebagaim berikut:
Pertama : Penelitian tersebut termasuk
penelitian kepustakaan berbagai sumber ruujukan bidang teologi islam. Kedua : Bercorak deskriptif yaitu
kesungguhannya dalam mendeskripsikan
data selengkapkan mungkin. Ketiga
: Menggunakan pendekatan histories, mengkaji masalah, teologi berdasarkan data
sejarah yang ada,melihatnya sesuai konteks waktu yang bersangkutan, Keempat : Menggunakan analisis doktrin
juga analisis perbandingan. mengemukakan isi doktrin ajaran perbandingan dengan
mengemukakan isi doktrin ajaran dari masing-masing aliran
B.
Studi Tasawuf
1. Pengertian Tashawuf
Dari sejumlah bahas terdapat sejumlah bahasa/istilah yang
dihubungkan para ahli untuk menjelaskan tentang tasawuf. Harun Nasution misalnya,
ia menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu Al-Suffah
(orang yang ikut pindah dengan nabi dari Mekkah ke Madinah). Saf (barisan),
Sufi (suci), Sophos (bahasa Yunani: hikmah) dan Suf (kain wol).[8]
Keseluruhan kata ini bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Yakni kata al-Suffah
(orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah) misalnya
menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa raganya/harta benda
semata-mata karena Allah. Mereka rela meninggalkan semuanya di Mekkah untuk
hijrah bersama Nabi ke Madinah. Selanjutnya kata Saf (menggambarkan orang yang
selalu berada di barisan depan dalam beribadah dan melakukan kebajikan)
demikian pula kata Sufi (suci) menggambarkan orang yang selalu memelihara
dirinya dari berbuat dosa dan kata Sophos (hikmah) menggambarkan keadaan jiwa
yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.[9]
Dari segi bahas dapat segera dipahami bahwa tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela
berkorban untuk kebahagiaan dan selalu bersikap bijaksana, sikap jiwa yang
demikian itu pada hakikatnya adalah Ahlak yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli
amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakan masing-masing. Selama ini
ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf
yakni sudut pandang manusia sebagai mahluk terbatas, manusia seabgai mahluk
yang harus berjuang dan manusia sebagai mahluk bertuhan.[10]
Pada intinya tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai
kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga
tercermin ahlak yang mulia dan dekat dengan Allah Swt. Inilah esensi atau
hakikat tasawuf itu sendiri.
2. Metodologi Studi Tasawuf
Metode penelitian tasawuf, cukup mempergunakan metode
penelitian ilmu-ilmu sosial, terutama analisis kesejarahan dan pendekatan
phenomenologi (verstehen). Pendekatan verstehen yang berusaha
untuk mengerti sesuai dengan k eadaan objek, artinya agar sang objek itu yang
mengenal/mengerti dirinya sendiri, tugas peneliti semata-mata merekam apa yang
dirasakan, dipikirkan, dipahami dan diungkapkan oleh sang objek.[11]
Peneliti tasawuf pada umumnya mempergunakan studi kasus dan mempergunakan pendekatan
fenomenologis atau verstehen. Maka syarat muthlak bagi peneliti harus
menguasai persoalan-persoalan tasawuf yamg cukup lumayan. Sarat utama bagi
peneliti tasawuf adalah
a.
Peneliti
tasawuf harus menguasai istilah-istilah atau bahasa sufisme.
b.
Peneliti
mempunyai pandangan yang terang tentang apa tasawuf itu dan bagaimana kaitannya
dengan ajaran Islam.[12]
3. Model-model Penelitian Tashawuf
Sejalan dengan fungsi dan peran tashawuf
yang demikian itu, di kalangan para ahli telah timbul upaya untuk melakukan
penelitian tashawuf. Berbagai bentuk dan model penelitian tashawuf secara
ringkas dapat di kemukakan sbb:
a. Model Sayyed Husein Nasr[13]
Hasil penelitiannya dalam bidang tashawuf
ia sajikan dalam bukunya berjudul tashawuf dulu dan sekarang. Di dalam buku
tersebut di sajikan hasil penelitiannya di bidang tashawuf dengan menggunakan
pendekatan tematik, yaitu pendekatan yang mencoba menyajikan ajaran tashawuf
sesuai dengan tema-tema tertentu. Di antaranya uraian tentang fungsi tashawuf,
yaitu tashawuf dan pengutuhan manusia.
Dari
uraian singkat di atas terlihat bahwa model penelitian tashawuf yang di
anjurkan husein nasr adalah penelitian walitatif dengan pendekatan tematik yang
berdasarkan pada studi kritis terhadap ajaran tashawuf yang pernah berkembang
dalam sejarah.
b. Model Mustafa Zahari[14]
Mustafa zahri memutuskan perhatianya
terhadap tashawuf dengan menulis buku berjudul kunci memahami ilmu tashawuf.
Penelitian yang di lakukannya bersifat eksploratif, yakni menggali ajaran
tashawuf dari berbagai literatur ilmu tashawuf. Di sajikan tentang kerohanian
di dalamnya di muat tentang contoh kehidupan nabi muhammad SAW., kunci
mengenaltuhan , sendi kekuatan batin, fungsi kerohanian dalam menentramkan
batin, Tarekat dari segi arti dan tujuannya. Selanjutnya di kemukakan tentang
membuka tabir (hijab) yang membatasi diri dengan Tuhan, Dzikrullah, istighfar,
dan bertaubat do’a, waliyullah, keramat mengenal diri sebagai cara untuk
mengenal tuhan, Makna Laa Ilaaha Illallah, hakekat pengertian tashawuf, catatan
sejarah perkembangan tashawuf dan ajaran tentang ma’rifat.
c.
Model
Kutsar Azhari Noor
Dalam penelitaiannya Kutsar Azhari Noor,
Ibnu Arabi : wahdat al-wujud dalam perdebatan, jakarta 1995.denganjudul
tersebut,terlihat bahwa penelitian yang ditempuh Kautsar adalah studi tentang
tokoh dengan fahamnya yang khas, Ibnu Arabi dengan fahamnya wahdat al-wujud.
Penelitian ini cukup menarik,karena dilihat dari segi faham yang
dibawakannya,yaitu wahdat al-wujud telah menimbulkan kontroversi di
kalangan para ulama,karena paham tersebut di nilai membawa paham
reinkarnasi,atau paham serba Tuhan menjelma dalam berbagi ciptaanNYa,sehingga
dap[at mengganggu keberadaan zat Tuhan.wahdat al-wujud yang berarti kesatuan
wujud adalah lanjutan dari paham hulul.
Paham
wahdat al-wujud ini timbul dari paham bahwa Allah sebagaimana
diterangkan dalam uraian tentang buhul, ingin melihat diri-Nya diluar diri-Nya.
Oleh karena itu,dijadikan-Nya alam ini. Maka alam ini merupakan cermin bagi
Allah. Dikala ia ingin melihat diri-Nya, ia melihat kepada alam. Pada
benda-benda yang ada dalam alam,karena dalam tiap-tiap benda itu terdapat sifat
Tuhan. Tuhan melihat diri-Nya. Dari sini timbullah faham kesatuan. Yang ada
dalam alam ini terlihat banyak tetapi sebenarnya itu satu. Tak ubahnya hal ini
sebagai orang yang melihat dirinya dalam beberapa cermin yang diletakan di
sekelilingnya. Di dalam tiap cermin ia lihat dirinya,dalam cermin itu dirinya
kelihatan banyak, tetapi dirinya sebenarnya satu.
d. Model Harun Nasution
Hasil penelitian Harun Nasution dalam
bidang thasawuf ia tuangkan antara lain dalam bukunya yang berjudul falsafah
dan mistisisme dalam islam, jakarta 1973. Penelitiannya dalam bidang
thasawuf ini ia menggunakan pendekatan tematik,yakni penyajian ajaran thasawuf
disajikan dalam tema jalan untuk dekat pada Tuhan,zuhud dan station-station
lain, almahabbah,al-ma’rifah,al-fana dan al-baqa ,al-ittihad,alhulul dan
wahdat al-wujud. Pada setiap topik tersebut,selain dijelaskan
tentang isi ajaran dari tiap topik tersebut dengan data-data yang di dasarkan
pada literatur kepustakaan,juga dilengkapi dengan tokoh yang memperkenalkannya.
Selain itu Harun Nasution mencoba mengemukakan latar belakang sejarah timbulnya
faham tasawuf dalam Islam.
e. Model A. J. Arberry
Dalam bukunya yang berjudul pasang
surut aliran tasawuf, Arberry mencoba menggunakan pendekatan kombinasi,
yaitu antara pendekatan tematik dengan pendekatan tokoh. Dengan pendekatan
demikian ia mencoba kemukakan tentang firman Tuhan,kehidupan Nabi,para
zahid,para sufi,para ahli teori tasawuf,struktur teori tasawuf,struktur teori
dan amalan tasawuf,tarikat sufi,teosofi dalam aliran tasawuf,serta runtuhnya
aliran tasawuf. Dari isi penelitian tersebut,tampak bahwa Arberry menggunakan
analisis kesejarahan,yakni berbagai tema tersebut difahami berdasarkan konteks
sejarahnya, dan tidak dilakukan proses aktualisasi nilai atau
mentranspormasikan ajaran-ajaran tersebut ke dalam makna kehidupan modern yang
lebih luas.
C.
Studi Tarbiyah
1.
Pengertian Studi Tarbiyah
Dalam
bahasa Arab, istilah pendidikan disebut dengan “tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”.
Kata “pengajaran” dalam bahasa Arab adalah “ta’lim” dengan kata kerjanya “allama”.
Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah ”tarbiyah wa ta’lim” sedangkan pendidikan Islam dalam bahasa Arabnya
adalah ”Tarbiyah Islamiyah”.[15]
Kamus bahasa Arab menyebutkan istilah tarbiyah
berasal dari tiga kata, yaitu:
a.
Raba-yarbu, yang artinya bertambah dan tumbuh.
b.
Rabiya-yarba dengan wazan (bentuk) khafiya-yakhfa
yang berarti menjadi besar.
c.
Rabba-yarubbu dengan wazan (bentuk) madda-yamuddu,
berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, dan memelihara.
2.
Aspek-aspek Tarbiyyah
Pendidikan
Islam pada hakikatnya mengandung arti dan peranan yang sangat luas. Arti dan
peranan tersebut sejalan dengan aspek-aspek pengembangan menjadi sarana garapan
para pendidik Islam mempunyai pengertian yang sama bahwa pendidikan Islam
mencakup aspek-aspek:
a.
Pendidikan
keagamaan
b.
Pendidikan
akliah dan ilmiah
c.
Pendidikan
akhlak dan budi pekerti
d.
Pendidikan
jasmani dan kesehatan
Aspek-aspek ini berperan dalam
membimbing pengembangan potensi-potensi yang dimiliki manusia, yakni meliputi:
a.
Pengembangan
kognitif, yaitu kemampuan intelektual yang harus dikembangkan melalui
pendidikan Islam.
b.
Pengembangan
afektif, adalah kekhususan mengembangkan akal melalui pengetahuan dan pemahaman
terhadap kenyataan dan kebenaran, manusia harus mengalami proses pengembangan
perasaaan dan penghayatan agar menjadi lebih luas.
c.
Pengembangan
psikomotorik, adalah ilmu pengetahuan termanifestasi dalam akhlak dan amal
saleh.
3.
Model Penelitian Tarbiyyah
Dilihat
dari segi obyek kajiannya Ilmu Pendidikan dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama ada pengetahuan ilmu yaitu
pengetahuan tentang hal-hal atau obyek-obyek yang empiris, diperoleh dengan
melakukan penelitian ilmiah, dan teori-teorinya bersifat logis dan empiris.
Pengujian teorinya pun diukur secara logis dan empiris. Bila logis dan empiris,
maka teori ilmu itu benar, dan inilah yang selanjutnya disebut science. [16]
Kedua, pengetahuan filsafat yaitu
pengetahuan tentang obyek-obyek yang abstrak logis, diperoleh dengan berfikir,
dan teori-teorinya bersifat logis dan hanya logis (tidak empiris). Kebenaran
atau kesalahan teori filsafat hanya diukur dengan logika; bila logis dinilai
benar; bila tidak maka salah. Bila logis dan ada bukti empiris, maka
teori itu bukan teori filsafat, melainkan teori ilmu (sains).
Ketiga, pengetahuan mistik yaitu
pengetahuan yang obyek-obyeknya tidak bersifat empiris, dan tidak pula
terjangkau oleh logika. Obyek pengetahuan ini bersifat abstrak, supra logis.
Obyek ini dapat diketahui melalui berbagai cara, misalnya dengan merasakan
pengetahuan batin, dengan latihan atau cara lain. Pengetahuan kita tentang yang
gaib, diperoleh dengan cara ini.
Dari ketiga macam pengetahuan
tentang pendidikan Islam tersebut, maka dapat disimpukan bahwa pengetahuan
(ilmu) pendidikan Islam terdiri dari pengetahuan filsafat pendidikan, tasawuf
(mistik) pendidikan dan ilmu pendidikan. Filsafat dan tasawuf terkadang disebut
ilmu, padahal secara akademis keduanya itu bukan ilmu tapi pengetahuan, karena
yang disebut ilmu harus bersifat empiris dan memiliki ciri-ciri ilmiah. Dengan
demikian jika disebutkan Ilmu Pendidikan Islam, maka cakupannya ialah
masalah-masalah yang berada dalam dataran ilmu (sains), yaitu obyek-obyek yang
logis dan empiris tentang pendidikan.[17]
Pendidikan
Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang mendapat banyak perhatian
dari para ilmuwan. Berbagai model penelitian yang berkaitan dengan pendidikan
Islam telah dilakukan, antara lain sebagai berikut:
a.
Model Penelitian tentang Problema
Guru
Dalam
usaha memecahkan problema guru, Himpunan Pendidikan Nasional (National Education Association) di
Amerika Serikat pernah mengadakan penelitian tentang problema yang dihadapi
guru secara nasional pada tahun 1968.
Prosedur
yang dilakukan dalam penelitian tersebut, yaitu dengan pengumpulan data yang
dilakukan oleh bagian Himpunan Pendidikan Nasional (National Education Association) melalui survey pendidikan umum guru
(opinion survey for teacher) pada
musim semi tahun 1966.
Kuesioner
yang dibuat terdiri dari tujuh belas macam pertanyaan tentang problema guru
yang potensial. Data yang terkumpul dari
kuesioner itu dijadikan landasan analisis. Dengan demikian, penelitian tersebut
dari segi metodenya termasuk penelitian survey, yaitu penelitian yang
sepenuhnya didasarkan pada data yang dijumpai di lapangan, tanpa didahului oleh
kerangka teori, asumsi atau hipotesis.
b. Model
Penelitian tentang Lembaga Penelitian
memelihara diri,
kaum keluarga dari kesengsaraan dan api neraka. Sejak masuk dan berkembangnya
Islam di Indonesia lembaga pernikahan dan keluarga memegang peranan yang
penting dalam proses pendidikan Islam.
Kontak pernikahan pedagang dan masyarakat pribumi
setempat menjadi semakin meluas dan bukan hanya terjadi dikalangan pedagang
saja, tetapi juga terjadi dikalangan penguasa daerah setempat. Dengan kontak
pernikahan dan kekeluargaan yang semakin meluas tersebut secara
berangsur-angsur komunitas muslim berkembang meluas, baik dalam arti daerah
penyebarannya dan komunitas muslim menjadi kekuatan-kekuatan politik.
Pendidikan dalam keluarga tersebut didasari oleh
nilai-nilai dan norma-norma, budaya Islam melalui pendidikan dalam keluarga itu
suatu generasi menghasilkan generasi berikutnya yang memiliki kualitas yang
lebih tinggi. Peranan
pendidikan yang sentral tersebut semakin luas memerlukan adanya wadah yang
menampungnya. Wadah biasanya untuk menampung adalah masjid atau surau. Kemudian
menjadi lembaga pendidikan yang potensial sebagai lembaga pendidikan dasar.[18]
Metode
penelitian yang dilakukannya adalah pengamatan (observasi). Sedangkan objek
pengamatannya adalah sejumlah pesantren yang ada di Jawa dan Sumatera. Melalui
analisis historis yang dipadu dengan pendekatan komparatif, Karel A. Steenbrink
menyimpulkan bahwa dibandingkan dengan Malaysia, maka jelaslah pesantren di
Indonesia melalui beberapa pembaharuan tetap berusaha memberikan pendidikan
Islam yang juga memenuhi kebutuhan pendidikan sesuai dengan zamannya. Sistem
pondok pesantren di Malaysia bersifat lebih defensif dan kurang bisa
menyesuaikan diri dengan zaman modern.
Pada
bagian lain hasil penelitian itu, Steenbrink mengatakan bahwa sejak permulaan
tahun 1970-an ternyata beberapa organisasi Islam mengalami depolitisasi, yaitu
melepaskan diri dari politik praktis dan politik partai serta lebih
mementingkan cita-cita asli sebagai organisasi yang bergerak dibidang dakwah
dan pendidikan.
c. Model Penelitian Zamakhsyari Dhofier
Model
penelitian yang dilakukan Zamakhsyari Dhofier masih di sekitar pesantren.
Penelitian yang dilakukan berjudul “Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan
Hidup Kiai” yang telah diterbitkan oleh LP3ES pada tahun 1982. Model penelitian
yang dilakukan ini tidak menyebutkan secara eksplisit tentang latar belakang
pemikiran, tujuan, ruang lingkup, metode dan pendekatannya, sebagaimana
lazimnya sebuah penelitian. Namun jika dipelajari secara seksama tampak
berbagai unsur yang ada dalam penelitian dijumpai dalam masalah ini.
Penelitian
ini berdasarkan studi lapangan, yaitu dua buah lembaga pesantren. Kedua
pesantren itu adalah pesantren Tegal Sari dan pesantren Tebu Ireng. Pesantren Tegal
Sari didirikan pada tahun 1870 di Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Susukan,
Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Pesantren Tebu Ireng didirikan pada tahun 1899
di Kelurahan Cukir, 8 kilometer sebelah tengggara kota Jombang, Jawa Timur.[19]
Dalam bukunya, Zamakhsyari mengatakan bahwa pada umumnya
studi tentang Islam di Jawa selama ini menitikberatkan analisisnya pada segi
pendekatan intelektual dan pendekatan teologi sehingga sering memberikan
kesimpulan yang meleset. Zamakhsyari berusaha menunjukkan sumbangan pendekatan
sosiologis dalam usaha memahami Islam di Jawa secara lebih tepat. Pendekatan
sosiologis akan mengurangi kecenderungan menarik kesimpulan yang terlalu cepat.
Dibagian lain Zamakhsyari mengemukakan bahwa penelitian
ini bersifat deskriptif analitis. Akan tetapi, analisis yang dilakukannya tidak
dimaksukan untuk menghasilkan proposisi-roposisi teoritis tertentu tentang
tradisi pesantren dan paham Islam tradisional di Jawa. Analisis tersebut
dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa data etnografis yang lebih banyak lagi dan
analisis yang lebih imajinatif masih sangat diperlukan untuk dapat lebih
memahami masyarakat dan kebudayaan manusia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teologi juga berbicara tentang
berbagai masalah yang berkaitan denagn keimanan serta akibat-akibatnya, seperti
masalah iman, kufr, musyrik, murtad, masalah kehidupan ahirat denngan berbagai
kenikmatan atau penderitaannya. Hal-hal yang berkaitan dengan kallamullah orang-orang yang tidak
beriman dan sebagainya, sejalan dengan perkembangan ruang lingkup pembahasan ilmu ini, maka teologi terkadang
dinamai pula ilmu tauhid, ilmu Ushuluddin, ilmu ‘aqaid, dan ilmu ketuhanan.
Dinamai ilmu tauhid, karena ilmu ini mengajak orang agar meyakini adn
mempercayai hanya pada satu tuhan, yaitu Allah Swt, selanjutnya dinamai
Usshuluddin, karena ilmu ini membahas pokok-pokok keagamaan yaitu keyakinan dan kepercayaan kepada tuhan
dinamai pula ilmu ‘aqaid, karena denagn ilmu ini seseorang diharapkanagar
meyakini dalam hatinya secara mendalam dan mengikatkan dirinya hanya pada Allah
sebagai Tuhan.
Fiqh secara etimologi berarti
pemahaman yang mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi akal. Sedangkan
secara terminologi fiqh merupakan bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu
pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan
perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat (mukallaf) dan
diambil dari dalil yang terinci. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin
mengatakan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang bersifat amaliah
yang digali dan ditemukan dengan dalil-dalil yang tafsili
B.
Saran
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Banyak kekurangan disana-sini untuk itu mohon kiranya para pembaca
sekalian mau memberikaan masukan kritik dan saran guna perbaikan dimasa yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim. Rosniati, 2009, Metodologi Studi islam II,
(Padang: Hyfa press
Nasution. Harun, 1983. Falsafat
dan Mistisisme dan Islam Jakarta: Bulan Bintang
Nata. Abuddin , 1996, Akhlak
Tasawuf, Jakarta:
Raja Grafindo Persada
_____________, 2009, metodologi
Studi Islam, Jakarta: Rajawali Pers
http://kumpulanmakalahq.blogspot.com/2011/07/model-penelitian-pendidikan-islam.html