BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara sadar yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik sesuai dengan perkembangan jasmaniah dan rohaniah ke arah kedewasaan. Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, maka pendidik yang benar-benar bertanggung jawab dan berakhlaq mulia sangat diharapkan. Dan juga, Peserta didik di dalam mencari nilai-nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci/fitrah sedangkan alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama peserta didik.
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $Zÿ‹ÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏ‰ö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$# ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S Ar-Rum : 30)
Dilihat dari segi kedudukannya, peserta didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses pekembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisiten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Dengan demikian, maka agar pendidikan Islam dapat berhasil dengan sebaik-baiknya haruslah menempuh jalan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan fitrah anak didik.
Berkaitan dengan hal di atas, maka pendidik dan peseta didik dalam pendidikan Islam memiliki aspek-aspek penting yang perlu kita kaji dan kembangkan dalam kajian pendidikan. Oleh karena itu, pada pembahasan kali ini kami akan menjelaskan tentang pengertian peserta didik dalam pendidikan Islam, kebutuhan-kebutuhan peserta didik, karakteristik peserta didik, dan sifat-sifat serta kode etik peserta didik dalam pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidik?
2. Apa yang dimaksud dengan pendidik dalam pandangan pendis
3. Apa hak-hak dan kewajiban pendidik?
4. Bagaimana karakteristik pendidik muslim?
5. Apa yang dimaksud peserta didik ?
6. Apakah yang dimaksud dengan peserta didik dalam pendidikan Islam?
7. Bagaimana karakteristik peserta didik dalam pendidikan Islam?
8. Bagaimana sifat-sifat dan kode etik peserta didik dalam pendidikan Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Khasanah keilmuan
2. Bahan pengetahuan buat calon pendidik
3. Menyadarkan kewajiban peserta didik, dan
4. Untuk melengkapi tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam, yang dibimbing oleh Bapak : Abdel Haq, S.Pd.I, MA.
Akhirnya, hanya terima kasih yang banyaklah yang dapat penulis sampaikan kepada semua pihak yang mendukung selesainya penulisan ini, juga terima kasih yang tak terhingga secara khusus penulis sampaikan kepada Bapak Pembimbing yang dengan setianya membimbing Mata Kuliah ini sampai selesai.
STAY YAPTIP Simpang Empat, 05 April 2014
Penulis
BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIP PENDIS
PENDIDIK
A. Pengertian
1. Pendidik Secara Umum
Pendidik berasal dari kata “didik” yang berarti : memlihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlaq dan kecerdasan pikiran.[1] Kemudian menjadi pendidik yang berarti : orang yang mendidik.[2] dalam bahasa Inggris pendidik disebut sebagai Teacher yang berarti : persoh who teaches.[3]
Pendidik menurut pandangan para ahli:
a. UU No.20 THN 2003 “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.[4]
b. Abuddin Nata (2005: 113) “seseorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain”.[5]
c. Elfindri at. All (2011: 2) pendidik/guru merupakan mereka yang diberi amanah untuk menyampaikan nila-nilai.[6]
2. Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Dalam pendidikan islam, pendidik diistilahkan sebagai : Muallim, Murobbi, Mudarris, Mursyid, Muzakki, Mukhlis. Dapat dijelaskan sebgai berikut:
o Muallim: orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya dan menjelaskan pengsinya dalam kehidupan.
o Murobbi : pendidik yang mampu menyiapkan, mengatur, mengelola, membina, memimpin, membimbing, dan mengembangkan potensi kreatif peserta didik.
o Mudarris : pendidik yang mampu menciptakan suasana pembelajaran yang dialogis dan dinamis.
o Mursyid : pendidik yang menjasi sentral figur bagi peserta didiknya.
o Muzakki : pendidik yang bersifat hati-hati terhadap apa yang diperbuat dan senantiasa mensucikan hati.[7]
Pendidik dalam pandangan pendidikan islam, menurut para ahli dapat didefenisikan sebagai berikut:
a. Zakiah Darajat (1987: 19) pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik.[8]
b. Athiyyah Al-abrasyi (2003; 146) pendidik/guru adalah Spiritual Father (bapak rohani) bagi murid. Dialah yang memberi santapan jiwa dengan ilmu pendidikan akhlaq dan membenarkannya.[9]
c. Mahmud Khalifah dan Usamah Qutub (2009: 9) pendidik/guru adalah orang yang bersamuderakan ilmu pengetahuan. Ia adalah cahaya yang menerangi kehidupan manusia, ia adalah musuh kebodohan, dan menghapus kejahiliyahan. Ia juga yang mencerdaskan aqal dan mencerahkan akhlaq.[10]
B. Hak Pendidik
Hak adalah kewenangan yang diberikan oleh hukum obyektif kepada subyek hukum. Kewenangan dimaksud adalah kewenangan untuk menguasai, menjual, menggadaikan. Hak seorang guru antata lain :
1. Mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik
2. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
3. Mendapat tunjangan profesi
4. Mendapat Masalahat Tambahan
5. Mendapat penghargaan dalam bentuk tanda jasa.
6. Memberikan sanksi kepada peserta didik yang melanggar aturan.
7. Mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan
8. Mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil. Dan yang paling utama adalah,
9. Mendapatkan penghormatan yang tinggi dari seluruh peserta didiknya.[11]
C. Kewajiban Pendidik
Eksistensi guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran tidak berbeda dengan air untuk ikan didalam akuarium. Sedemikian pentingnya sehingga jika tidak ada, kehidupn didalam akuarium tersebut tidak dapat berlangsung. Guru adalah sosok yang mampu menciptakan sebuah kondisi khusus pada kehidupan eseorang, khususnya terkait dengan kemampuan menghadapi kondisi kehidupan di masyarakat.
Dalam kontek ini, guru mempunyai tugas dan sekaligus tanggung jawab yang sangat besar untuk membawa orang-orang selalu berada pada jalur positif dan meninggalkan jalur negative dalam hidupnya. Setiap saat, ketika menyelenggarakan proses pendidikan dan pembelajaran, atau ketika berinteraksi dengan orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat, guru selalu memberikan arahan pada jalur positif tersebut. Memang itulah tugas dan kewajiban guru di dalam kehidupannya. Sebagai sebuah tugas dan kewajiban, tanggungan tersebut bersifat moral bagi guru. Artinya, guru mempunyai tanggung jawab atas kondisi moral masyarakatnya.[12]
Sedangkan secara fungsional, guru berkewajiban secara penuh tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan di sekolah. Jabatan fungsional guru ini mengacu kepada keempat keinginan atau aktifitas, yakni :
1. Pendidikan
2. Proses belajar mengajar atau bimbingan penyuluuhan
3. Pengembangan profesi
4. Penunjang proses belajar mengajar atau bimbingan penyuluhan.[13]
D. Karakter Pendidik Muslim
Guru Muslim sebagai suri teladan bagi orang lain. Juga, untuk menjelaskan beberapa kekurangan dan cara mengatasinya secara gamblang demi menggapai kesempurnaan manfaat yang ada. Sikap guru muslim dalam berpakaian. Sangat disayangkan, ada beberapa guru yang berpakaian namun tidak disesuaikan dengan usiannya, sehingga para murid merasa bahwa tidak ada perbedaan antara dirinya dengan gurunya. Warna pakaiannya sama, dan bentuknya pun tidak jauh berbeda. Penampilan guru yang seperti ini bisa mengurangi penghormatan para murid kepada dirinya.
Diantara karakter guri muslim adalah:
1. Ruhiyah dan akhlakiyah. Hal ini di ejawantahkan dengan beriman kepada Allah, beriman kepada Qadha’ dan Qadar Allah SWT, beriman dengan nilai-nilai Islam yang abadi, melakukan perintah-perinyah yang di wajibkan agama dan menjauhi segala yang dilarang agama, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan.
2. Asas dan penompang guru dalam mengajar adalah untuk menyebarkan ilmu dan demi merengkuh pahala akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi, “Sampaikanlah ilmu yang berasal dariku (kepada umat manusia) walaupun hanya satu kalimat.”
3. Tidak emosional. Yang dimaksud ialah mampu mengekang diri, meredam kemarahan, teguh pendirian, dan jauh dari sikap sembrono (sikap yang tidak didasari dengan pemikiran matang).
4. Rasional. Sifat seperti pandai, mampu untuk menyelesaikan permasalahan dengan baik, cerdas dan cekatan, serta kuat daya ingatannya.
5. Sosial. Yang termasuk dalam sifat ini adalah menjalin hubungan baik dengan orang lain, baik dikala senang maupun susah, khususnya dengan orang-orang yang bertanggung jawab dalam dunia pendidikan.
6. Fisik yang sehat. Yang dimaksud dengan sifat ini adalah kesehatan badan, ketangkasan tubuh, dan keindahan fisik.
7. Profesi. Yang termasuk dalam sifat ini adalah keinginan dan kecintaan yang tulus untuk mengajar, serta yakin atas manfaat dari pengabdiannya terhadap masyarakat.[14]
PESERTA DIDIK
A. Pengertian
1. Peserta Didik Secara Umum
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran.[15]
Peserta didik adalah setiap manusia yang sepanjang hidupnya selalu dalam perkembangan. Kaitannya dengan pendidikan adalah bahwa perkembangan peserta didik itu selalu menuju kedewasaan dimana semuanya itu terjadi karena adanya bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh pendidik.[16]
Siswa atau peserta didik adalah salah satu komponen manusia yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar, peserta didiklah yang menjadi pokok persoalan dan sebagai tumpuan perhatian. Di dalam proses belajar mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Peserta didik itu akan menjadi faktor “penentu”, sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. [17]Itulah sebabnya sisa atau peserta didik adalah merupakan subjek belajar.
2. Peserda Didik Dalam Pendidikan Islam
Secara etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan thalib secara bahasa berarti orang yang mencari, sedangkan menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, dimana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk mencapai derajat sufi. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi lazimnya disebut dengan mahasiswa.[18]
Peserta didik adalah amanat bagi para pendidiknya. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan, niscaya ia akan tumbuh menjadi orang yang baik, selanjutnya memperoleh kebahagiaan dunia dan akhiratlah kedua orang tuanya dan juga setiap mu’alim dan murabbi yang menangani pendidikan dan pengajarannya. Sebaliknya, jika peserta didik dibiasakan melakukan hal-hal yang buruk dan ditelantarkan tanpa pendidikan dan pengajaran seperti hewan ternak yang dilepaskan beitu saja dengan bebasnya, niscaya dia akan menjadi seorang yang celaka dan binasa.[19]
Sama halnya dengan teori barat, peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta didik merupakan individu yang belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa. Anak kandung adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah peserta didik di sekolah, dan umat beragama menjadi peserta didik masyarakat sekitarnya, dan umat beragama menjadi peserta didik ruhaniawan dalam suatu agama.[20]
B. Karakteristik Peserta Didik
Beberapa hal yang perlu dipahami mengenai karakteristik peserta didik adalah:
1. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri,[21] sehingga metode belajar mengajar tidak boleh dilaksanakan dengan orang dewasa. Orang dewasa tidak patut mengeksploitasi dunia peserta didik, dengan mematuhi segala aturan dan keinginannya, sehingga peserta didik kehilangan dunianya.
2. Peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu semaksimal mungkin. Kebutuhan individu, menurut Abraham Maslow, terdapat lima hierarki kebutuhan yang dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu: (1) kebutuhan-kebutuhan tahap dasar (basic needs) yang meliputi kebutuhan fisik, rasa aman dan terjamin, cinta dan ikut memiliki (sosial), dan harga diri; dan (2) metakebutuhan-metakebutuhan (meta needs), meliputi apa saja yang terkandung dalam aktualisasi diri, seperti keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian, masih ada kebutuhan lan yang tidak terjangkau kelima hierarki kebutuhan itu, yaitu kebutuhan akan transendensi kepada Tuhan. Individu yang melakukan ibadah sesungguhnya tidak dapat dijelaskan dengan kelima hierarki kebutuhan tersebut, sebab akhir dari aktivitasnya hanyalah keikhlasan dan ridha dari Allah SWT.
3. Peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan dari factor endogen (fitrah) maupun eksogen (lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat, dan lingkungan yang mempengaruhinya. Pesrta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia. Sesuai dengan hakikat manusia, peserta didik sebagai makhluk monopluralis, maka pribadi peserta didik walaupun terdiri dari dari banyak segi, merupakan satu kesatuan jiwa raga (cipta, rasa dan karsa)
4. Peserta didik merupakan subjek dan objek sekaligus dalam pendidikan yang dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta produktif. Setiap peserta didik memiliki aktivitas sendiri (swadaya) dan kreatifitas sendiri (daya cipta), sehingga dalam pendidikan tidak hanya memandang anak sebagai objek pasif yang bisanya hanya menerima, mendengarkan saja.
5. Peserta didik mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dalam mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. Implikasi dalam pendidikan adalah bagaimana proses pendidikan itu dapat disesuaikan dengan pola dan tempo, serta irama perkembangan peseta didik. Kadar kemampuan peserta didik sangat ditentukan oleh usia dan priode perkembangannya, karena usia itu bisa menentukan tingkat pengetahuan, intelektual, emosi, bakat, minat peserta didik, baik dilihat dari dimensi biologis, psikologis, maupun dedaktis. [22]
C. Sifat-Sifat dan Kode Etik Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Sifat-sifat dan kode etik peserta didik merupakan kewajiban yang harus dilaksanakannya dalam proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Al-Ghazali, yang dikutip oleh Fathiyah Hasan Sulaiman, merumuskan sebelas pokok kode etik peserta didik, yaitu:
1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT, sehingga dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela (takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang tepuji (tahalli) (perhatikan QS. Al-An’am: 162, Al-Dzariyat: 56).
2. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi (QS. Adl-Dluha: 4). Artinya, belajar tak semata-mata untuk mendapatkan pkerjaan, tapi juga belajar ingin berjihad melawan kebodohan demi mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi, baik di hadapan manusia dan Allah SWT.
3. Bersikap tawadlu’ (rendah hati) dengan cara menanggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya. Sekalipunia cerdas, tetapi ia bijak dalam menggunakan kecerdasan itu pada pendidikanya, termasuk juga bijak kepada teman-temannya yang IQ-nya lebih rendah.
4. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga ia terfokus dan dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh dan mendalam dalam belajar.
5. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah), baik untuk ukhrawi maupun untuk duniawi, serta meninggalkan ilmu-ilmu yang tercela (madzmumah). Ilmu terpuji dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, sementara ilmu tercela akan menjauhkan dari-Nya dan mendatangkan permusuhan antar sesamanya.
6. Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret) menuju pelajaran yang sukar (abstrak) atau dari ilmu yang fardlu ‘ain menuju ilmu yang fardlu kifayah (QS. Al-Insyiqaq: 19).
7. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga peserta didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam. Dalam konteks ini, spesialisasi jurusan diperlukan agar peserta didik memiliki keahlian dan kompetensi khusus (QS. Al-Insyirah: 7)
8. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari, sehingga mendatangkan objektivitas dalam memandang suatu masalah.
9. Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah SWT., sebelum memasuki ilmu duniawi.
10. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan yaitu ilmu yang bermanfaat dapat membahagiakan, menyejahterakan, serta memberi keselamatan hidup dunia akhirat.
11. Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik sebagaimana tunduknya orang sakit terhadap dokternya, mengikuti segala prosedur dan metode madzab yang diajarkan oleh pendidik-pendidik pada umumnya, serta diperkenankan bagi peserta didik untuk mengikuti kesenian yang baik.[23]
Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi, yaitu: kebutuhan fisik, kebutuhan social, kebutuhan untuk mendapatkan status, kebutuhan mandiri, kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan ingin disayangi dan dicintai, kebutuhan untuk curhat, kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Guru Muslim sebagai suri teladan bagi orang lain. Juga, untuk menjelaskan beberapa kekurangan dan cara mengatasinya secara gamblang demi menggapai kesempurnaan manfaat yang ada. Sikap guru muslim dalam berpakaian. Sangat disayangkan, ada beberapa guru yang berpakaian namun tidak disesuaikan dengan usiannya, sehingga para murid merasa bahwa tidak ada perbedaan antara dirinya dengan gurunya. Warna pakaiannya sama, dan bentuknya pun tidak jauh berbeda. Penampilan guru yang seperti ini bisa mengurangi penghormatan para murid kepada dirinya.
Secara etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan thalib secara bahasa berarti orang yang mencari, sedangkan menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, dimana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk mencapai derajat sufi. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi lazimnya disebut dengan mahasiswa
Peserta didik adalah amanat bagi para pendidiknya. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan, niscaya ia akan tumbuh menjadi orang yang baik, selanjutnya memperoleh kebahagiaan dunia dan akhiratlah kedua orang tuanya dan juga setiap mu’alim dan murabbi.
B. Saran
Kritik dan saran sangan penulis harapkan demi Khasanah Keilmuan dan perbaikan kedepannya
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasyi. Muhammad ‘Athiyyah, At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah (terjemah Abdullah Zaki Al-Kaaf: Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam),
Barizi. Ahmad, 2001. Menjadi Guru Unggul, AR-RUZZ Media, Jogjakarta.
Darajat. Zakiyah dkk, 1987. Islam Untuk Disiplin Ilmu Pendidikan. Jakarta : Bulan Bintang.
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2001).
Elfindri Dkk, Soft Skill untuk Pendidik, (Baduose Media, 2011).
Kemendiknas, Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas. 2012. Bandung : Citra Umbara.
Khalifah. Mahmud dan Usamah Qutub, 2009. kaifa tasyabaha mu’alliman mutamayyizan. (terjemah: Muhtadi Kadi dan Kasrin Karyadi, Menjadi Guru yang di Rindu). Surakarta : Ziyad Visi Media.
Mujib. Abdul, 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana.
Nata. Abuddin, 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Oxfort University, Oxfort Learners Pocket Dictionary, (Oxfort University Prss,2008).
Rahman. Jamal Abdul, 2008. Tahapan Mendidik Anak, Penerjemah : Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi. Bandung : Irsyad Baitus salam.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. 2012. Jakarta: Kalam Mulia.
Sardiman, 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Misbakhudinmunir.wodrpress.com