PENDAHULUAN
Pengertuan Perencanaan Pembelajaran
Dilihat dari tegnologi, perencanaan pembelajaran terdiri atas dua kata, yakni
maka perencanaan dan pembelajaran. Perencanaan berasal dari kata rencana yaitu
pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan.
Menurut kaufman (1972) perencanaan adalah sebagai suatu peroses untuk
menetapkan “karena haris pergi” dan bagaimana untuk sampai “ke tempat” itu dengan
cara efektf dan efisien. Setiap perencanaan harus memiliki empat unsur :
1.
Adanya tujuan yang harus dicapai
(tujuan arah yang merupakan yang harus dicapai).
2.
Adanya strategi untuk mencapai
tujuan (berkaitan dengan penetapan keputusan yang harus dilakukan oleh seorang
perencana).
3.
Sumber daya yang dapat mendukung
(penetapan sumberdaya yang di perlukan untuk mencapai tujuan).
4.
Impamentasi setiap keputusan
(implementasi adalah perencanaan dari strategi dan penetapan sumber daya).
Berdasarkan unsur perencanaan yang
telah dikemukakan diatas jadi perencanaan bukanlah khayalan atau angan-angan
yang ada dalam benak seseorang melainkan dideskripsikan secara jelas dalam
suatu dokumen tertulis.
PEMBAHASAN
A.
TUJUAN DAN FUNGSI
1.
Tujuan
tujuan
pendidikan adalah meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Ahmad Tafsir merumuskan bahwa terdapat tiga tujuan
pembelajaran yang berlaku untuk semua bentuk pembelajaran. (Ahmad Tafsir, 2008:
34, 35)
1. Tahu, mengetahui (disebut sebagai
aspek knowing). Dalam tingkatan ini,
pendidik atau guru memiliki tugas untuk mengupayakan kepada peserta didiknya
agar mengetahui sesuatu konsep. Murid diajar agar tahu bahwa Al-Fatihah itu
merupakan bagian penting dari surat-surat yang ada dalam Al-Qur’an. Guru
mengajarkan berbagai hal mengenai surat Al-Fatihah, semacam makna Al-Fatihah
itu sendiri, jumlah ayat yang ada di dalamnya, dan di kota mana surat tersebut
diturunkan. Untuk mengetahui apakah murid telah memahami, guru sebaiknya
memberikan soal-soal latihan, baik untuk dikerjakan di sekolah maupun di rumah.
Sampai pada akhirnya guru yakin bahwa muridnya telah mengetahui seluk beluk
mengenai surat Al-Fatihah. Demikian itu tujuan aspek knowing.
2. Terampil melaksanakan atau mengerjakan
yang ia ketahui itu (disebut sebagai aspek
doing). Setelah murid mengetahui konsep mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan surat Al-Fatihah. Langkah selanjutnya adalah murid diajar untuk terampil
melafalkan dan membaca surat Al-Fatihah dengan baik dan benar. Guru mengajarkan
bahwa cara yang paling mudah, untuk langkah pertama, dalam membaca surat
Al-Fatihah adalah dengan mengikuti sang guru untuk melafalkan ayat-ayat dari
surat Al-Fatihah. Guru melafalkan satu ayat dari surat Al-Fatihah untuk
kemudian diikuti oleh murid-muridnya. Bila semua murid (harus semuanya!) telah
mampu membaca dan melafalkan surat Al-Fatihah dengan baik dan benar, dan guru
yakin bahwa murid-muridnya telah benar-benar terampil dalam membaca dan
melafalkan surat Al-Fatihah, maka tercapailah tujuan pembelajaran aspek doing.
3. Melaksanakan atau mengamalkan yang ia
ketahui itu (atau yang disebut sebagai aspek
being). Konsep itu tidak hanya sekedar untuk diketahui tetapi juga
menjadi miliknya dan menyatu dengan kepribadiannya. Dalam contoh di atas,
setiap ia hendak membaca Al-Qur’an maka dimulai dengan Al-Fatihah, setiap
selesai berdo’a diakhiri dengan membaca Al-Fatihah. Terlebih lagi setiap
melaksanakan shalat, maka ia wajib untuk membaca Al-Fatihah. Bahkan dalam
berbagai kesempatan ia gemar untuk membaca Al-Fatihah. Inilah tujuan pengajaran
aspek being. Pembelajaran untuk mencapai
beingyang tinggi lebih mengarahkan pada usaha pendidikan agar murid
melaksanakan apa yang diketahuinya itu dalam kehidupan sehari-hari.[1]
Dalam
klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran atau yang disebut juga
dengan tujuan instruksional, merupakan tujuan yang paling khusus. Tujuan
pembelajaran menjadi bagian dari tujuan kurikuler, didefinisikan sebagai
kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah mereka mempelajari
bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan,
misalnya mempelajari surat Al-Fatihah dalam mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits.
Karena guru lah yang memahami kondisi lapangan, termasuk memahami karakteristik
siswa yang akan melakukan pembelajaran di sekolah, maka menjabarkan tujuan
pembelajaran ini adalah menjadi tugas guru. Sebelum guru melakukan proses
belajar mengajar, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai
oleh peserta didik setelah mereka selesai mengikuti pelajaran.
Pembelajaran
Al-Qur’an dan Hadits bertujuan agar peserta didik gemar untuk membaca Al-Qur’an
dan Hadits dengan benar, serta mempelajarinya, emahami, meyakini kebenarannya, dan
mengamalkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai
petunjuk dan pedoman dalam seluruh aspek kehidupannya. [2]
2.
Fungsi
Mata pelajaran
Al-Qur’an dan Hadits pada peserta
didik memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Pemahaman, yaitu menyampaikan ilmu pengetahuan
cara membaca dan menulis Al-Qur’an serta kandungan Al-Qur’an dan Hadits.
2. Sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
3. Sumber motivasi, yaitu memberikan dorongan untuk
meningkatkan kualitas hidup beragama, bermasyarakat dan bernegara.
4. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan peserta didik dalam meyakini kebenaran ajaran Agama Islam,
melanjutkan upaya yang telah dilaksanakan dalam lingkungan keluarga
maupun jenjang pendidikan sebelumnya.
5. Perbaikan, yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan
dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari.
6. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif
dari lingkungan atau budaya lain yang dapat membahayakan diri peserta didik dan
menghambat perkembangannya menuju manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah Swt.
7. Pembiasaan, yaitu menyampaikan pengetahuan,
pendidikan dan penanaman nilai-nilai Al-Qur’an dan Hadits pada peserta didik
sebagai petunjuk dan pedoman dalam seluruh kehidupannya.
B.
PENDEKATAN
Secara
garis besar terdapat dua pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Roy Killen (1998),
pertama yaitu pendekatan yang berpusat pada guru
(teacher-centred approaches), dalam pendekatan ini guru menjadi komponen yang
paling menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Peran guru
dalam pendekatan ini sangat dominan, guru menyampaikan materi pembelajaran
secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat
dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama pendekatan ini adalah kemampuan
akademik siswa.
Kedua
adalah pendekatan yang berpusat ada siswa (student-centred approaches), dalam
pendekatan ini menekankan bahwa setiap siswa yang belajar memiliki perbedaan
antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan itu baik dalam hal minat,
kemampuan, kesenangan, pengalaman dan cara belajar.
Dilihat
dari latar belakang pengetahuan mengenai Al-Qur’an, misalnya, terdapat siswa
yang berasal dari keluarga yang disiplin dalam mengenalkan Al-Qur’an sejak
dini, dan ada yang biasa-biasa saja bahkan ada siswa yang sama sekali belum
mengenal Al-Qur’an. Ditinjau dari gaya belajarnya, ada siswa yang bertipe
visual yakni gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa lebih cepat
belajar dengan cara menggunakan indra penglihatan.
Ada
juga siswa yang berkecenderungan auditorial, yakni tipe belajar dengan cara
menggunakan alat pendengarannya. Atau ada juga yang lebih menyukai tipe
kinestetis, yakni tipe belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh.
Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara
penilaian perlu beragam sesuai karakteristik siswa.
Selain
itu, dalam pembelajaran Al-Qur’an-Hadits pendekatan-pendekatan yang dapat
digunakan adalah:
pertama
pendekatan tujuan. Pendekatan ini digunakan karena didasari oleh pemikiran
bahwa setiap kegiatan belajar mengajar, yang harus ditetapkan terlebih dahulu
adalah tujuan yang hendak dicapai. Dengan mempertimbangkan tujuan pembelajaran
Al-Qur’an-Hadits sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka kemudian dapat
ditentukan metode dan teknik pengajaran yang akan diterapkan untuk mencapai
tujuan pembelajaran tersebut.
Kedua adalah pendekatan struktural. Pendekatan ini
dilandasi oleh pemikiran bahwa Al-Qur’an-Hadits dinarasikan dalam bahasa Arab,
yang memiliki kaidah, norma, dan aturannya sendiri, khususnya dalam membaca dan
menulisnya. Atas dasar itu, maka pembelajaran Al-Qur’an-Hadits menekankan pada
penguasaan kaidah-kaidah pembacaan dan penulisan Al-Qur’an-Hadits dalam bahasa
Arab. Lebih khusus lagi Al-Qur ’an memiliki ilmu tersendiri tentang kaidah
membacanya yang disebut ilmu tajwid.
Pendekatan
lain yang perlu mendapatkan tindak lanjut, sebagaimana yang diutarakan oleh
Tolkhah (2004), adalah:
pertama,
pendekatan psikologis ( psichological approach). Pendekatan ini perlu
dipertimbangkan mengingat aspek psikologis manusia yang meliputi aspek
rasional/intelektual, aspek emosional, dan aspek ingatan. Aspek rasional
mendorong manusia untuk berfikir mengenai fungsi dan kedudukan Al-Qur’an-Hadits
bagi manusia. Aspek emosional mendorong manusia untuk merasakan bagitu
pentingnya Al-Qur’an dan Hadits bagi kehidupan manusia. Sedangkan aspek ingatan
dan keinginan manusia didorong untuk difungsikan ke dalam kegiatan mengahayati
dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Kedua,
pendekatan sosio-kultural (socio-cultural approach). Suatu pendekatan yang
melihat dimensi manusia tidak saja sebagai individu melainkan juga sebagai
makhluk sosial-budaya yang memiliki berbagai potensi yang signifikan bagi
pengembangan masyarakat, dan juga mampu mengembangkan sistem budaya dan
kebudayaan yang berguna bagi kesejahteraan dan kebahagiaan hidupnya.
Sedangkan
Departemen Agama (2004) menyajikan beberapa pendekatan yang dapat dijadikan
acuan dalam proses pembelajaran Al-Qur’an Hadits, yaitu:
1. Pendekatan keimanan/spiritual. Proses
pembelajaran yang dikembangkan dengan menekankan pada pengolahan rasa dan
kemampuan beriman melalui pengembangan spiritual dalam menerima, menghayati,
menyadari, dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama Islam, sebagaimana yang
tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadits, dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan
ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan pemahaman bahwa
Al-Qur’an merupakan kalamullahyang wajib
diimani oleh semua umat Islam.
2. Pendekatan pengamalan. Proses
pembelajaran yang dikembangkan dengan menekankan aktivitas peserta didik untuk
menemukan dan memaknai pengalamannya sendiri dalam menerima dan mengamalkan
nilai-nilai ajaran agama Islam, terutama yang tertuang dalam Al-Qur’an dan
Hadits, dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mempraktekkan dan merasakan hasil-hasil pembelajaran
Al-Qur’an dan Hadits untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pendekatan pembiasaan. Proses
pembelajaran ini dikembangkan dengan memberikan peran terhadap lingkungan
belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah, dalam membangun sikap mental
dan membangun masyarakat yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits, dengan
melihat kesanggupan siswa dalam mengamalkan dan mewujudkan nilai-nilai yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan
belajar diusahakan dan dibentuk sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat
merasakan kenyamanan dalam mempraktekkan hasil-hasil pembelajaran Al-Qur’an
Hadits. Semacam siswa tidak hanya tahu cara melafalkan surat Al-Fatihah, tetapi
ia juga gemar untuk melafalkannya dalam berbagai kesempatan. Ataupun siswa
telah belajar mengenai hadits tentang kebersihan, maka ia dapat membiasakan
untuk mempraktekkan kandungan hadits tersebut.
4. Pendekatan rasional. Proses pembelajaran
dengan menekankan fungsi rasio (akal) peserta didik sesuai dengan tingkat
perkembangan kecerdasan intelektualnya dalam memahami dan mengamalkan
nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an Hadits dalam kehidupan sehari-hari.
Semacam setelah mempelajari hadits tentang ciri-ciri orang munafiq, maka
peserta didik diberi kesempatan untuk menalar bahwa ciri-ciri yang ada dalam
diri orang munafik tersebut bersifat negatif yang harus dijauhi.
5. Pendekatan Emosional. Proses
pembelajaran yang dikembangkan dengan menekankan kecerdasan emosional peserta
didik dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam
Al-Qur’an dan Hadits. Terdapat lima unsur dalam kecerdasan emosional, yaitu
kesadaran diri (self awarness), pengaturan diri (self regulation), motivasi
(motivation), empati (emphaty), dan keterampilan sosial (social skill).
Misalnya, ketika telah mempelajari hadits tentang persaudaraan, maka melalui
lima komponen kecerdasan emosi tersebut, peserta didik dapat mengamalkannya
dengan baik. Pendekatan fungsional. Proses pembelajaran yang dikembangkan
dengan menekankan untuk memberikan peran terhadap kemampuan peserta didik dalam
menggali, menemukan dan menunjukkan nilai-nilai fungsi tuntunan dan ajaran
sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits. Pendekatan ini
menyajikan bentuk standar materi Al-Qur’an dan Hadits dari segi manfaatnya bagi
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
6. Pendekatan keteladanan. Proses
pembelajaran yang dikembangkan dengan memberikan peranan figur personal sebagai
contoh nyata dari pengejawantahan nilai-nilai yang dikandung dalam Al-Qur’an
dan hadits, dengan tujuan agar peserta didik dapat secara langsung melihat,
merasakan, menyadari, menerima, kemudian mempraktekkannya sendiri. Figur guru,
kepala sekolah, petugas sekolah dan yang lainnya sebagai figur personal di
sekolah maupun orang tua dan seluruh anggota keluarga, dijadikan sebagai cermin
manusia yang berkepribadian sebagaimanan yang dituntunkan dalam Al-Qur’an dan
Hadits.[3]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasrkan uraian-uraian diatas,
penulis menarik bebrapa kesimpulan yaitu :
Tujuan pembelajaran Quran Hadist
dirumuskan menjadi analisis terhadap berbagai tuntunan, kebutuhan, dan harapan.
Oleh karena itu, tujuan dibuat berdasarkan pertimbangan faktor-faktor masyarakat,
siswa itu sendiri. serta ilmu pengetahuan (budaya). Dengan demikian, tujuan
pembelajaran meruoakan harapan tentang sesuatu yang diharapkan dari hasil
kegiatan pembelajaran kegiatan pembelajaran Quran Hadist.
materi pembelajaran Al-Quran Hadist
berada dalam ruang lingkup isi kurikulum. oleh karena itu, pemilihan
pembelajaran Quran Hadist tentu saja harus sejalan dengan kriteria yang
digunakan untuk memiih isi kurikulum bidang studi yang bersangkuan.
Perumusan tujuan dan materi
pembelajaran Quran Hadist merupakan tugas pokok seseorang guru sebagai langka
awal kegiatan pembelajaran untuk mengantarkan siswa mencapai tujuan atau
kompotensi dasar yang telah ditetapkan.
B.
Saran
Makalah ini kami susun dengan sangat
sederhana, sehingga besar kemungkin banyak kesalahan dan kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kebesaran hati teman-teman
dan pembaca agar kiranya memberikan kritik dan saran yang dapat melengkapi
kekurangan makalah ini.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi
Wabarakaatuh
DAFTAR PUSTAKA
Roqib ,Moh, ilmu pendidikan islam, PT LKiSPRINTING CEMERLANG, Cet. 1, 2009,
An Nahlawi, Abdurrohman, Pendidikan Islam Dirumah Sekolah dan
Masyarakat,(trj. Drs. Sihabuddin), GEMA INSANI,
http://dualmode.kemenag.go.id/file/dokumen/QH3.pdf