menu melayang

TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN ISLAM (dari Klasik ke Modren)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang sangat ideal, Pendidikan islam tumbuh dan berkembang sejalan dengan adanya dakwah islam yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW. Berkaitan dengan itu pula pendidikan islam memiliki corak dan karakteristik yang berbeda sejalan dengan upaya pembaharuan yang dilakukan terus menerus pasca generasi Nabi, sehingga dalam perjalanan selanjutnya, pendidikan islam terus mengalami perubahan baik dari segi kurikulum maupun dari segi lembaga pendidikan islam yang dimaksud.
Penelitian merupakan salah satu cara melakuakan usaha-usaha perbaikan dan pembaharuan. Ilmu tidak akan bertambah maju jika tanpa adanya penelitian dan pembaharuan. Upaya penelitian
tersebut sebenarnya telah dilakukan oleh para ulama masa lalu, termasuk masalah pendidikan. Upaya penelusuran terhadap pemikiran para tokoh berkaitan dengan pendidikan, khususnya pendidikan islam. Dalam makalah ini kami paparkan pemikiran beberapa tokoh muslim tentang pendidikan islam.
Dalam mengenal tokoh-tokoh pendidikan islam di Indonesia, maka kita akan mengenal beberapa nama tokoh yang terkenal. Diantara para tokoh tersebut, sangat andil besar dalam memperbaharui konsep dan sistem pendidikan di Indonesia khususnya mengenai pendidikan Islam. Diantara mereka, ada yang merubah atau mengabungkan konsep pendidikan Kolonial Belanda (modern) dengan konsep pendidikan pesantren (tradisional), dimana menambahkan mata pelajaran yang tidak hanya pelajaran agama saja, tetapi juga mata pelajaran umum.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Siapakah tokoh-tokoh pendidikan Islam masa klasik di luar Indonesia
2. Siapakah tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahsan yang tidak sesuai dengan tujuan penulisan ini, maka penulis sengaja membatasi bahasannya hanya berpusat pada:
1. Beberapa tokoh Pendidikan Islam dimasa klasik di luar Indonesia
a. Riwayat Hidup
b. Pemikiran Pendidikan
2. Beberapa tokoh Pendidikan Islam di Indonesia
a. Riwayat Hidup
b. Pemikiran Pendidikan
D. Tujuan Penulisan
Dari rumusan dan batasan masalah di atas, tulisan ini bertujuan untuk:
1. Khasanah keilmuan.
2. Sebagai bahan perbandingan pendapat antar tokoh pendidikan Islam dalam berbagai masa.
3. Penambah wawasan bagi para calon pendidik terutama dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
4. Sumbangan pemikiran bagi saudara-saudara yang membutuhkan.
5. Sebagai pelengkap tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam, yang dibimbing oleh Bapak: Abdel Haq, S.Pd.I., MA.
Simpang Empat 08 Mai 2014
Penulis
BAB II
PEMBAHASAN
TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan Islam berkembang dengan pesat sejak dari peninggalan Rasulullah hingga sampai pada masa kita saat ini. Banyak para tokoh Pendidikan Islam yang tampil sebagai pembaharu, dalam tulisan ini dibedakan menjadi dua generasi, yaitu: Pertama generasi klasik terdiri dari tokoh di luar Indonesia, Kedua generasi modern dikhususkan dalam Negara Indonesia. Berikut akan dijelaskan secara mendalam.
A. Generasi Klasik
1. Imam Ghazali
a. Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghozali. Ia dilahirkan di Thus, sebuah kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H / 1058 M.[1] Imam Ghazali sejak kecil dikenal sebagai pecinta ilmu pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran yang hakiki, sekalipun diterpa duka cita, dilanda aneka rupa duka nestapa dan sengsara.[2]
Al-Ghazali pada masa kanak-kanak belajar fiqh kepada Ahmad ibn Muhammad ar-Radzakani, kemudian beliau pergi ke Jurjan berguru kepada Imam Abu Nashr al-Ismaili. Setelah itu ia menetap lagi di Thus untuk mengulang-ulang pelajaran yang diperolehnya dari Jurjan.[3]
b. Pemikiran Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali harus mengarah kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik penekanannya pada Perolehan keutamaan dan taqarrub kepada Allah dan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan kemegahan dunia.[4] Sebagaimana yang dikutip Athiyyah Al-abrasyi bahwa Imam Ghazali berpendapat “sesungguhnya tujuan dari pendidikan ialah mendekatkan diri kepada Allah Azza Wa Jalla.[5]
Al-Ghazali tidak membedakan antara ilmu dengan Ma’rifah seperti tradisi umum kaum sufi. Memeng ia pernah menyebutkan bahwa secara etimologi, ada sedikit perbedaan antara keduanya, dan ia tidak keberatan atas pemakaian terma Ma’rifah untuk konsep (tasawuf), dan ‘ilm untuk assent (tasqiq). Akan tetapi dalam berbagai kitabnya, ia sering memakai dua terma itu sebagaiu arti yang sama.[6]
2. Ibn Sina
a. Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Ali Al-Husayn Ibn Abdullah.[7] Di barat populer dengan sebutan Avicenna.[8] Beliau lahir pada tahun 370 H / 980 M di Afshana, suatu daerah yang terletak di dekat Bukhara, di kawasan Asia tengah. Ayahnya bernama Abdullah dari Balkan, Suatu kota termasyhur dikalangan orang-orang Yunani. Diwafatkan di Hamdzan-sekarang Iran, persia. Pada tahun 428 H (1037 M) alam usia yang ke 58 tahun, dia wafat karena terserang penyakit usus besar.[9]
Tampilnya Ibn sina selain sebagai ilmuwan yang terkenal di dukung oleh tempat kelahirannya sebagai ib kota kebudayaan, dan orang tuanya yang dikenal sebagi pejabat tinggi, juga karena kecerdasan yang luas biasa. Sejarah mencatat, bahwa Ibn Sina memuylai pendidikannya pada usia lima tahun di kota kelahirannya, Bukhoro. Pengetahuan yang pertama kali ia pelajar adalah membaca Al-qur’an. Setelah itu ia melanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqh, Ushuluddin dan lain-lain. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, ia berhasil menghafal Al-qur’an dan menguasai berbagai cabang ilmu keislaman pada usia yang belum genap sepuluh tahun.[10]
b. Pemikiran Pendidikan
Ibnu Sina banyak kaitannya dengan pendidikan, barangkali menyangkut pemikirannya tentang falsafat ilmu. Menurut Ibnu Sina terbagi menjadi 2, yaitu:
1. ilmu yang tak kekal
2. ilmu yang kekal
ilmu yang kekal dari peranannya sebagai alat dapat disebut logika. Tapi berdasarkan tujuannya, maka ilmu dapat dibagi menjadi ilmu yang praktis dan ilmu yang teoritis.[11]
Tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina, yaitu  :
1. Diarahkan kepada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang menuju perkembangan yang sempurna baik perkembangan fisik, intelektual maupun budi pekerti.[12]
2. Diarahkan pada upaya dalam rangka mempersiapkan seseorang agar dapat hidup bersama-sama di masyarakat dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya disesuaikan dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya.[13]
3. Tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan, yang artinya mencetak tenaga pekerja yang profesional.[14]
3. Ibn khaldun
a. Riwayat Hidup
Di tengah konflik yang terjadi diantara Kerajaan-kerajaan kecil, Kerajaan bani Abdul Wad Az-zanatiyah terkena musibah dan bencana yang berasal dari Kerajaan tetangganya, yakni Kerajaan Bani Hafzh yang berada di Tunisia.[15] Dalam suasana seperti itu ibn Khaldun lahir di Tunisia, awal Ramadhan tahu 732 H, dari kjeluarga besar berbangga dengan nasab Arabnya yang berasal dari Hadromaut, Yaman. [16]
Ibnu Khaldun tumbuh dan berkembang sebagai orang yang mencintai ilmu. Pertama-tama ia menghafal Al-Qur’an lewat bimbingan ayahnya sendiri. Lalu ia mempelajari ilmu Hadits, ilmu Fiqh, Ushul Fiqh, Bahasa, Sastra, Sejarah, selain mempelajari Filsafat dan Ilmu Mantiq (logika).[17]
b. Pemikiran Pendidikan
Ibnu Khaldun tidak memberikan defenisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberikan gambaran-gambaran secara umum, seperti dikatakan ibnu Khaldun bahwa “barang siapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya barang siapa yang tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mangajarkannya.”[18]
Dari rumusan yang ingin dicapai Ibnu Khaldun menganut priunsip keseimbangan. Dia inginanak didik mencapai kebahagiaan duniawi dan sekaligus ukhrowinya kelak. Berangkat dari pengamatan terhadap rumusan tujuan pendidikan yang ingin dicapai Ibnu Khaldun, secara jelas kita dapat melihat bahwa ciri khas pendidikan islam yaitu sifat moral religius nampak jelas dalam tujuan pendidikannya, dengan tanpa mengabaikan masalah-masalah duniawi. Sehingga secara umum dapat kita katakan bahwa pendapat Ibnu Khaldun tentang pendidikan telah sesuai dengan perinsip-perinsip pendidikan Islam yakni aspirasi yang bernafaskan agama dan moral.
Ibnu Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada aqal untuk lebih giat dan melakukan aktivitas.[19]
4. Ikhwan As-Shafa
a. Riwayat Hidup
Ikhwan al-Shafa (Persaudaraan) adalah organisasi dari para filsuf Arab Muslim, yang berpusat di Basrah, Irak yang saat itu merupakan ibukota Kekhalifahan Abassiyah sekitar abad ke-10 Masehi. Kelompok yang lahir di Bashrah kira-kira tahun 373H/983M ini, terkenal dengan Risalahnya, yang memuat doktrin-doktrin spiritual dan sistem filsafat mereka. Nama lengkap kelompok ini adalah Ikhwan al-Shafa wa Khullan al-Wafa wa Ahl al-Hamd wa Abna’ al-Majd. Sebuah buku yang sangat mereka hormati “Kalilah wa Dimnah”.[20]
Kemunculan Ikhwan Al Safa dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap pelaksanaan ajaran Islam yang telah tercemar oleh ajaran-ajaran luar Islam, serta untuk membangkitkan kembali rasa cinta pada ilmu pengetahuan. Organisasi ini sangat merahasiakan anggotanya. Mereka bekerja dan bergerak secara rahasia, disebabkan kekhawatiran akan tindak penguasa waktu itu yang cenderung menindas gerakan-gerakan yang timbul.[21]
Di samping itu juga, kelompok Ikhwan Al Safa mengklaim dirinya sebagai kelompok non partisan, objektif, ahli pencita kebenaran, elit intelektual dan solid kooperatif. Mereka mengajak masyarakat untuk menjadi kelompok orang-orang mu'min yang militant untuk beramar ma'ruf nahi mungkar.[22]
b. Pemikiran Pendidikan
Ikhwan al-Shafa juga berpendapat bahwa semua ilmu harus diusahakan (muktasabah), bukan pemberian tanpa usaha. Ilmu yang demikian didapat dengan panca indera. Ikhwan al-Shafa menolak pendapat yang mengatakan bahwa pengetahuan adalah markuzah (harta tersembunyi) sebagaimana pendapat Plato yang beraliran idealisme.[23]
Dalam mempelajari ilmu pengetahuan, Ikhwan al-Shafa mencoba meng-integrasikan antara ilmu agama dan umum. Mereka mengatakan bahwa kebutuhan jiwa manusia terhadap ilmu pengetahuan tidak memiliki keterbatasan pada ilmu agama (naqliyah) semata. Manusia juga memerlukan ilmu umum (aqliyah). Dalam hal ini, ilmu agama tidak bisa berdiri sendiri melainkan perlu bekerja sama dengan ilmu-ilmu aqliyah, terutama ilmu-ilmu kealaman dan filsafat.[24]
B. Generasi Modren
1. KH. Ahmad Dahlan
a. Riwayat Hidup
Kyai Haji Ahmad Dahlan yang pada waktu kecilnya bernama Muhammad Darwis. Beliau dilahirkan di Kauman Yogyakarta dari pernikahan Kyai Haji Abu Bakar dengan Siti Aminah pada tahun 1285 H (1868 M ). Kyai Haji Abu Bakar adalah khatib di Majid Agung Kesultanan Yogyakarta, sedangkan ayahnya Siti Aminah adalah penghulu besar di Yogyakarta.[25]
Kampung Kauman sebagai tempat kelahiran dan tempat Muhammad Darwis dibesarkan merupakan lingkungan keagamaan yang sangat kuat, yang berpengaruh besar dalam perjalanan hidup Muhammad Darwis di kemudian hari. Ayahnya KH Abu Bakar adalah Khotib Masjid Agung Yogyakarta. KH Ahmad Dahlan belajar mengaji sekitar tahun 1875 dan masuk pesantren. Sudah sejak kanak-kanak diberikan pelajaran dan pendidikan agama oleh orang tuanya, oleh para guru (ulama) yang ada di dalam masyarakat lingkungannya. Ini menunjukan naluri melainkan juga melalui ilmu-ilmu yang diajarkan kepadanya. Pengetahuan yang dimiliki sebagian besar merupakan hasil otodidaknya, kemampuan membaca dan menulisnya diperoleh dari belajar kepada ayahnya, sahabatnya dan saudara-saudaranya dan iparnya. Ia di didik sendiri melalui cara pengajian yaitu dengan menirukan kalimat-kalimat atau bacaan yang diajarkan oleh ayahnya
b. Pemikiran Pendidikan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan ummat.[26]
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:[27]
1) Pendidikan moral, akhalq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2) Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
3) Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
2. KH. Hasyim Asy’ari
a. Riwayat Hidup
Hasyim Asy’ari lahir di desa Gedang Jombang, Jawa Timur. Pada hari Selasa kliwon, tanggal 24 Dzulhijjah 1287 atau bertepatan tanggal 14 Pebruari 1871 M. Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim ibn Asy’ari ibn Abd. Al Wahid ibn Abd. Al Halim yang mempunyai gelar Pangeran Bona ibn Abd. Al Rahman Ibn Abd. Al Aziz Abd. Al Fatah ibn Maulana Ushak dari Raden Ain al Yaqin yang disebut dengan Sunan Giri.[28] Dipercaya pula bahwa mereka adalah keturunan raja Muslim Jawa, Jaka Tinggir dan raja Hindu Majapahit, Brawijaya VI. Jadi Hasyim Asy’ari juga dipercaya keturunan dari keluarga bangsawan.
Hasyim Asy’ari adalah seorang kiai yang pemikiran dan sepak terjangnya berpengaruh dari Aceh sampai Maluku, bahkan sampai ke Melayu. Santri-santri ada yang dari Ambon, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan Aceh, bahkan ada beberapa orang dari Kuala Lumpur. Beliau terkenal orang yang alim dan adil, selalu mencari kebenaran, baik kebenaran dunia maupun kebenaran akhirat. Semasa hidupnya beliau diberi kedudukan sebagai Rais Akbar NU, suatu jabatan yang hanya diberikan kepada Hasyim Asy’ari satu-satunya. Bagi ulama lain yang menjabat jabatan tersebut, tidak lagi menyandang sebutan Rais Akbar melainkan Rais Am. Hal ini karena ulama lain yang menggantikannya merasa lebih rendah dibandingkan Hasyim Asy’ari.[29]
b. Pemikiran Pendidikan
Pola pemaparan konsep pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab Alim Wa Muta’allim mengikuti logika induktif, di mana beliau mengwali penjelasannya langsung dengan mengutip ayat-ayat al-qur’an. Hadits, pendapat para ulama, syair-syair yang mengadung hikamah.dengan cara ini. K.H. Hasyim Asy’ari memberi pembaca agar menangkap ma’na tanpa harus dijelaskan dengan bahasa beliau sendiri. Namun demikaian, ide-ide pemikirannya dapat dilihat dari bagaimana beliau memaparkan isi kitab karangan beliau[30]
Tujuan pendidikan yang ideal menurut K.H. Hasyim Asy’ari adalah untuk membentuk masyarakat yang beretika tinggi (akhlaqul karimah). rumusan ini secara implisit dapat terbaca dari beberapa hadits dan pendapat ulama yang dikutipnya. Beliau menyetir sebuah hadits yang berbunyi: “diriwayatkan dari Aisyah r.a. dari Rasulullah SAW bersabda : kewajiban orang tua terhadapnya adalah membaguskan namanya, membaguskan ibu susuannya dan membaguskan etikanya.[31]
3. K.H. Imam Zarkasyi
a. Riwayat Hidup
KH. Imam Zarkasyi dilahirkan di Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, pada tanggal 21 Maret 1910, dan meninggal pada tanggal 30 Maret 1985 dengan meninggalkan seorang istri dan 11 orang anak.[32]
Ayahnya bernama Santausa Annam Bashari berasal dari keluarga elit Jawa yang taat beragama dan merupakan generasi ketiga dari pimpinan Pondok Gontor Lama dan generasi kelima dari Pangeran Hadiraja Adipati Anom, putra Sultan Kesepuhan Cirebon. Sedangkan ibunya adalah keturunan Bupati Suriadiningrat yang terkenal pada zaman babad Mangkubumen dan Penambangan (Mangkunegara).[33]
Sejak usia kanak-kanak Imam Zarkasyi sudah hidup sebagai anak yatim, karena saat ia berusia delapan tahun ayahnya meninggal dunia. Tidak lama kemudian ibunya juga meninggal yaitu pada tahun 1920.
Kemudian Imam Zarkasyi mulai belajar agama (mondok) di Pesantren Joresan. Karena proses belajar di Pesantren diselenggarakan pada sore hari, maka di pagi harinya ia belajar Sekolah Desa Nglumpang. Adapun kitab yang diajarkan di Pesantren tersebut diantaranya adalah Ta’lim al-Muta’allim, al-Sullam, Safinah al-Najah dan al-Taqrib.
b. Pemikiran Pendidikan
?
4. Hamka
a. Riwayat Hidup
“Hamka bukan hanya milik bangsa Indonesia, tetapi kebanggaan bangsa-bangsa Asia Tenggara”.Begitulah kata mantan Perdana Menteri Malaysia,Tun Abdul Rozak.Nama aslinya ialah Haji Abdul Malik Karim Amrulloh biasa disebut dengan HAMKA yang merupakan singkatan dari nama panjang beliau.[34] Beliau lahir di Maninjau,Sumatra Barat pada tanggal 16 Februari 1908 M/ 13 Muharrom 1326 H.Belakangan ia diberikan sebutan Abuya,yaitu panggilan untuk orang Minangkabau yang berasal dari kata abi,abuya yang berarti ayahku atau orang yang dihormati. Ayahnya adalah Syech Abdul Karim ibn Amrulloh,yang dikenal dengan Haji Rosul dan merupakan pelopor Gerakan Islah(tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada 1906.[35]
Sejak kecil ia menerima dasar-dasar agama dari sang ayah.Pada usia 6 tahun,ia dibawa ayahnya ke Padang Panjang. Pada usia 7 tahun, ia dimasukkan ke sekolah desa dan malamnya ia belajar mengaji al-Qur’an sampai khatam.
Beliau Sekolah Dasar “Maninjau sehingga Darjah Dua” kemudian padausia 10 tahun, ayahnya mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang bernama “Sumatera Thawalib” di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari ilmu agama dan mendalami bahasa Arab.
b. Pemikiran Pendidikan
Pendidikan dalam pandangan Hamka terbagi 2 bagian yaitu:
1. Pendidikan jasmani,pendidikan untuk pertumbuhan & kesempurnaan jasmani serta,
2. Pendidikan ruhani,pendidikan untuk kesempurnaan fitrah manusia dengan ilmu pengetahuan & pengalaman yang didasarkan pada agama.
Keduanya memiliki kecenderungan untuk berkembang dengan melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana yang paling tepat dalam menentukan perkembangan secara optimal kedua unsur tersebut. Dalam pandangan Islam kedua unsur tersebut dikenal dengan istilah fitrah.Titik sentral pemikiran Hamka dalam pendidikan Islam adalah “fitrah pendidikan tidak saja pada penalaran semata, tetapi juga akhlakulkarimah”.
Fitrah setiap manusia pada dasarnya menuntun untuk senantiasa berbuat kebajikan& tunduk mengabdi sebagai kholifah fi al-ardh maupun ‘abdulloh. Ketiga unsur tersebut adalah akal, hati, & pancaindra yang terdapat pada jasad manusia.Perpaduan ketiga unsur tersebut membantu manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan membangun peradabannya, memahami fungsi kekhalifahannya, serta menangkap tanda-tanda kebesaran Allah.[36]
Tujuan Pendidikan dalam Pandangan HAMKA adalah “mengenal dan mencari keridhoan Allah, membangun budi pekerti untuk beraklhlaq mulia” serta “mempersiapkan peserta didik untuk hidupsecara layak dan berguna di tengah-tengah komunitas sosialnya”.[37]
5. Mahmud Yunus
a. Riwayat Hidup
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus Dilahirkan di Batu Sangkar pada tanggal 10 Februari 1899 dan wafat pada tanggal 16 Januari 1982. Sejak kecil, Mahmud Yunus sudah memperlihatkan minat dan kecenderungannnya yang kuat untuk memperdalam ilmu Agama Islam. Ketika berumur 7 tahun, ia belajar membaca al-Qur’an di bawah bimbingan kakeknya Muhammad Thahir yang dikenal dengan nama Engku Gadang. Setelah menamatkan al-Qur’an, ia menggantikan kakeknyas ebagai guru ngaji al-Qur’an. Dua tahun kemudian, ia melanjutkan studi ke sekolah desa dan kemudian melanjutkan studi ke Madras School. Selanjutnya padatahun 1917, ia bersama teman-temannya mengajar di Madras School dengan memperbaru isi sitem belajar mengajar dengan menambah sistem halaqah di samping sistem madrasah dengan menggunakank itab-kitabmutakhir.[38]
Dengan bekal kemampuan bahasa Arab yang sangat baik, padatahun 1924 Mahmud Yunus melanjutkan studinya ke Universitas al-Azhar di Kairo, Mesir. Di sana ia memperdalam ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Setelah lulus dari Universitas al-Azhar, ia melanjutkan studinya ke Daru lUlum dan mendapatkan gelar diploma dengan spesialisasi dalam bidang pendidikan.[39]
b. Pemikiran Pendidikan
Menurut Mahmud Yunus, pendidikan adalah suatu bentuk pengaruh yang terdiri dari ragam pengaruh yang terpilih berdasarkan tujuan yang dapat membantu anak-anak agar berkembang secara jasmani, akal dan pikiran.dalam prosesnya ada upaya yang harus dicapai agar diperoleh hasil yang maksimal dan sempurna, tercapai kehidupan harmoni secara personal dan sosial.segala bentuk kegiatan yang dilakukan menjadi lebih sempurna, kokoh, dan lebih bagus bagi masyarakat.[40]
Dari aspek tujuan pendidikan islam. Berkaitan dengan tujuan pokok pendidikan Islam, Mahmud Yunus merumuskan dua hal, yaitu untuk kecerdasan perseorangan dan kecerdasan mengerjakan pekerjaan. Ada yang berpendapat bahwa tujuanpendidikan Islam ialah mempelajari serta mengetahui ilmu-ilmu agama Islam dan mengamalkannya, seperti ilmu tafsir, hadis, fikih, dan lain sebagainya. Tujuan inilah yang dipaka ioleh madrasah-madrasah di seluruhdunia. Bahkan ada ulama yang mengharamka nmempelajari ilmu pengetahuan umum seperti Fisika dan Kimia. Tujuan seperti inilah menurut Mahmud Yunus yang membuat Islam lemah dan tidak bisa mempertahanan kemerdekaannya.
Tujuan pendidikan islam menurut Mahmud Yunus ialah menyiapkan anak-anak didik agar dewasa kelak mereka sanggup dan cakap melakukan pekerjaan dan amalan akhirat , sehingga tercipta kebahagiaan dunia dan akhirat.[41]
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasyi. Muhammad ‘Athiyyah, 2003. At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah (terjemah Abdullah Zaki Al-Kaaf: Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam). Bandung : Pustaka Setia.
Aly. Herry Noer, 2003. Transformasi Otoritas Keagamaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anwar. Saeful, 2007. Filsafai Ilmu Al-Ghazali. Dimensi Ontologi dan Aksiologi. Bandung : Pustaka setia.
Asrofie. M. Yusron, Kyai Haji Ahmad Dahlan, Pemikiran dan Kepemimpinannya,
Fathoni. Khoirul & Muhamad Zen, 1992. NU Pasca Khittah. Yogyakarta: Media Widia Mandala.
Gaudah. Muhammad Gharib, 2012. Albaqirah Ulama’ Al-Hadharah wa Al-Islamiyah, (alih bahasa: Muhyiddin Mas Rida, 147 Ilmuan Terkemuka Dalam Sejarah Islam). Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar.
Hizah. Samsul, 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta. Ciputat Pers.
Ibn Khaldun, Mukaddimah Ibn Khaldun, (alih bahasa Masturi Irham, Lc Dkk), (Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsal, 2012
Jalaluddin & Usman Said, 1999. Filsafat Pendididikan Islam. Jakarta, PT. Raja Grafindo
Kurniawan. Samsul dan Erwin Makhrus, 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam .Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Mohammad. Herry, 2006. Tokoh-Tokoh Islam yang berpengaruh di Abad 20. Jakarta: Gema Insani Press.
Narasi, 2006. 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia. Yogyakarta: PT. Narasi,
Nata. Abuddin, 1997. Filsafat Pendidikan Islam 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
____________, 2003. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, cet. III. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
____________, 2005. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Nizar. Samsul, 2002. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis. Jakarta: Ciputat Pers.
_____________, 2008. Memperbincangkan Dinamika Intelektual Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana.
Noer. Delias, 1985. Gerakan Modern Islam di Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Omar A. Farrukh dalam M.M. Syarif (editor), Aliran-Aliran Filsafat Islam,
Ramayulis dan Samsul Nizar, 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia.
Ridlo, Muhamad Jawad, 2002. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam. Jogjakarta. PT. Tiara Wacana .
Sarwo Imam Taufiq, 2008. Skipsi : Konsep Pendidikan K.H. Hasyim asy’ari Dalam Kitab Adab A’lim Wa Mutaallim Dalam Perspektif Progresivisme. Semarang: Tidak ada Penerbit ,
Sina. Ibn, 1906. As-Siyasah Fi at Tarbiyah. Mesir; Majalah al-Masyrik. Dalam http://pustakaazham.blogspot.com/2012/05/konsep-pendidikan-menurut-ibnu-sina.html
________, t. Thn. Al-Burhan min as-Syifa’. Mesir, al-Mathba’ah al-Aminah. Dalam http://pustakaazham.blogspot.com/2012/05/konsep-pendidikan-menurut-ibnu-sina.html
Yunus. Mahmud, ,1990. Pokok-Pokok Pendidikandan Pengajaran. Jakarta:hidakarya.
_______________, at-Tarbiyah wa at-Ta’lim. Ponorogo: Darussalam PP. Wali Songo
Zar. Sirajuddin, 2012. Filsat islam. Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Back to Top

Cari Artikel

Pengunjung Bulan Ini

x
x
Sebelum Download File Mari Berdonasi Dulu
Konfirmasi
x
Sebelum Download File Mari Berdonasi Dulu